Liputan6.com, Jakarta - Hubungan antar manusia sering kali tak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Dalam interaksi ini, permintaan maaf dan pemberian maaf menjadi bagian tak terpisahkan. Namun, memaafkan bukan sekadar tindakan spontan, melainkan membutuhkan ilmu. Hal ini dijelaskan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam salah satu ceramahnya.
Dalam sebuah video di kanal YouTube @gusbaha-n8f, Gus Baha menekankan bahwa memaafkan adalah ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah. Meski tampak sederhana, praktik memaafkan sering kali menjadi tantangan, terutama ketika emosi dan ego ikut bermain.
Menurut Gus Baha, “Memaafkan itu dimulai dari ilmu. Misalnya, kita memaafkan teman padahal kita jengkel sekali. Tapi, di situlah pahala yang dijanjikan Allah.” Ia menegaskan, hubungan hidup manusia sejatinya lebih banyak berkaitan dengan Allah daripada dengan sesama makhluk.
Advertisement
Tantangan terbesar dalam memaafkan, lanjut Gus Baha, adalah rasa takut bahwa sikap memaafkan akan membuat orang lain menjadi sombong. Namun, dia mengingatkan bahwa setiap perbuatan baik, termasuk memaafkan, seharusnya dilandasi oleh perintah Allah, bukan semata-mata reaksi terhadap perilaku orang lain.
Contoh yang diberikan Gus Baha cukup menarik. Ia menggambarkan bagaimana seorang kiai datang kepada seseorang bukan karena orang itu, melainkan karena Allah yang memerintahkan untuk berbuat baik. “Saya datang ke kamu karena perintah Allah, bukan karena kamu,” jelasnya.
Prinsip ini, kata Gus Baha, juga berlaku dalam kehidupan rumah tangga, hubungan bertetangga, hingga interaksi sosial. Bersikap baik kepada anak, istri, atau tetangga seharusnya berdasarkan perintah Allah, bukan bergantung pada sikap mereka kepada kita.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Memaafkam Salah Satu Cara Mendekat dengan Allah SWT
“Kalau kita baik hanya karena mereka baik, hidup ini akan penuh kekecewaan. Ketika istri sedang marah, kita ikut marah. Kalau tetangga tak ramah, kita ikut tak ramah. Akhirnya, bangsa ini jadi kacau,” tuturnya.
Gus Baha mengingatkan bahwa salah satu ciri orang baik adalah kemampuannya untuk selalu memaafkan. Dengan begitu, harmoni dalam masyarakat bisa terjaga, dan konflik tidak menjadi berkepanjangan.
Memaafkan, menurutnya, juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kita memaafkan dengan tulus, Allah akan memberikan pahala yang besar. Bahkan, sikap ini menjadi cerminan keimanan seseorang yang kuat.
Namun, memaafkan juga membutuhkan pemahaman bahwa semua manusia memiliki kelemahan. Dengan menyadari hal ini, seseorang akan lebih mudah melapangkan hati dan tidak terjebak dalam dendam atau kebencian.
Dalam ceramah tersebut, Gus Baha juga menyinggung bahwa kebaikan yang didasari oleh perintah Allah akan membuat seseorang tetap konsisten dalam berbuat baik. Ia tidak akan goyah meski menghadapi berbagai ujian atau tantangan.
Pentingnya ilmu dalam memaafkan, kata Gus Baha, tidak hanya menjadikan seseorang lebih bijaksana, tetapi juga mampu menginspirasi orang lain untuk berbuat hal serupa. Keteladanan ini, menurutnya, sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Advertisement
Mudah Memaafkan Hidup akan Damai
Gus Baha mengakhiri penjelasannya dengan mengajak umat untuk menjadikan memaafkan sebagai bagian dari kebiasaan hidup. “Kalau semua orang mudah memaafkan, hidup ini akan lebih damai,” katanya.
Ceramah ini mendapat perhatian besar dari banyak kalangan, terutama karena relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang merasa termotivasi untuk menerapkan nasihat Gus Baha dalam hubungan sosial mereka.
Melalui penjelasannya, Gus Baha mengingatkan bahwa keikhlasan dalam memaafkan adalah salah satu bentuk ibadah yang harus terus diupayakan. Dengan begitu, hubungan antar manusia dapat berjalan harmonis dan tetap berada dalam koridor yang diridhoi Allah.
Pesan ini tentu menjadi pengingat penting, terutama di tengah dunia yang sering kali diwarnai oleh konflik dan perselisihan. Memaafkan, yang tampaknya sederhana, ternyata memiliki makna yang sangat dalam.
Dengan ilmu yang benar, memaafkan bukan lagi sekadar tindakan, melainkan wujud kepatuhan kepada Allah dan upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi sesama. “Mari kita jadikan memaafkan sebagai jalan hidup, karena itu adalah perintah Allah,” pungkas Gus Baha.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul