Liputan6.com, Jakarta - Nyamuk sering menjadi gangguan dalam kehidupan sehari-hari banyak orang. Namun, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha memiliki pengalaman unik yang berbeda. Ia jarang digigit nyamuk, dan hal ini ternyata memiliki alasan yang menarik sekaligus penuh hikmah.
Dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @FilbeatStore, Gus Baha bercerita tentang percakapan dengan istrinya, Ning Winda.
“Istri saya itu sering protes. Kalau manggil saya juga ‘Gus’, karena orang Jawa Timur sering jagongan. Dia bilang, ‘Kenapa Gus jarang digigit nyamuk?’” ujar Gus Baha.
Advertisement
Menanggapi hal tersebut, Gus Baha menjelaskan dengan gaya santainya bahwa dirinya jarang digigit nyamuk karena telah memahami hikmah dari makhluk kecil tersebut. “Saya bilang, karena saya sudah tahu hikmahnya nyamuk. Jadi harusnya dia sudah ndak nyerang saya,” ungkapnya sambil tersenyum.
Hikmah yang dimaksud oleh Gus Baha adalah betapa luar biasanya ciptaan Allah, meski pada makhluk sekecil nyamuk. Ia mengungkapkan bahwa nyamuk memiliki sistem tubuh yang sangat kompleks dan sempurna. Hal ini menunjukkan kebesaran Allah yang tak terbatas.
“Kalau Allah bikin gajah melubangi belalai, itu masih masuk akal. Tapi nyamuk yang kecil ini, dia punya usus, alat kelamin, telur, dan detailnya luar biasa. Itu kan sudah jadi pelajaran besar,” jelasnya.
Menurut Gus Baha, banyak orang sering kali meremehkan ciptaan kecil seperti nyamuk, padahal makhluk tersebut bisa menjadi bukti nyata kebesaran Allah. “Di mata ahli tafsir atau ulama, nyamuk itu contoh yang luar biasa. Tapi di mata orang yang enggak senang mikir, ya cuma nyamuk,” katanya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Umat Islam Harus Bisa Ambil Hikmah dari Hal Kecil
Lebih lanjut, Gus Baha mengingatkan umat Islam agar senantiasa melihat hikmah di balik setiap ciptaan Allah, sekecil apa pun itu. Ia menjelaskan bahwa dengan memahami hikmah tersebut, manusia akan lebih menghargai nikmat Allah.
Ceramah ini juga menyentuh persoalan nikmat sederhana yang sering kali diabaikan oleh manusia, seperti makanan. Gus Baha memberikan contoh nyata dari pengalaman pribadinya di Yogyakarta.
“Saya punya teman sakit di Jogja. Kalau enggak ada obat dari Belanda atau Jerman, dia bisa meninggal. Matinya kapan? Tiga bulan lagi kalau enggak dapat obat bagus,” ungkapnya.
Namun, Gus Baha menekankan bahwa makanan dan minuman yang sederhana juga bisa menjadi penyelamat, jauh sebelum ketergantungan pada obat-obatan. “Orang enggak makan atau minum, enggak sampai tiga bulan sudah mati,” tambahnya.
Gus Baha selalu mengajarkan pentingnya bersyukur atas nikmat kecil yang sering terlupakan. Ia menegaskan bahwa rasa syukur adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
“Kalau santri di sini makan, itu harus syukur. Makan itu luar biasa. Jangan dianggap remeh,” katanya kepada para santrinya.
Advertisement
Kuncinya Menghargai Kehidupan
Pesan Gus Baha dalam ceramah tersebut juga mengingatkan bahwa setiap ciptaan Allah memiliki tujuan dan manfaatnya masing-masing. Bahkan makhluk sekecil nyamuk sekalipun dapat memberikan pelajaran besar.
Melalui gaya penyampaian yang sederhana namun penuh hikmah, Gus Baha mengajarkan bagaimana manusia seharusnya memandang kehidupan. Ia mengajak umat Islam untuk terus merenungkan keagungan Allah di setiap aspek kehidupan.
Ceramah ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memberikan pelajaran berharga. Gus Baha menunjukkan bahwa kehidupan ini penuh dengan hikmah jika manusia mau merenungkannya.
Ia menekankan bahwa manusia tidak hanya perlu memahami ilmu pengetahuan, tetapi juga harus menguatkan rasa syukur dalam setiap keadaan. “Rasa syukur itu penting, karena semua nikmat ini datangnya dari Allah,” tuturnya.
Melalui contoh nyata dalam keseharian, Gus Baha selalu berhasil menyampaikan pesan-pesan yang relevan dan mudah dipahami. Ceramahnya menginspirasi banyak orang untuk lebih menghargai kehidupan.
Dengan menyadari kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan, manusia dapat menemukan kebahagiaan sejati. “Semua ini adalah pelajaran besar, bahkan dari nyamuk sekalipun. Jadi, jangan pernah meremehkan ciptaan Allah,” tutupnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul