Sukses

Sikap Terbaik jika Dicaci-maki Menurut Buya Yahya, Sitir Imam Ghazali

Buya Yahya membahas cara terbaik menghadapi hinaan atau cacian dengan merujuk pada pendapat Imam Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam. Penjelasan ini memberikan pencerahan yang mendalam tentang pentingnya introspeksi diri.

Liputan6.com, Jakarta - Sikap menghadapi caci-maki adalah salah satu tantangan yang sering dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit yang merespons dengan emosi, padahal Islam mengajarkan pendekatan yang jauh lebih bijaksana. Hal ini dijelaskan oleh KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang dikenal sebagai Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya.

Buya Yahya membahas cara terbaik menghadapi hinaan atau cacian dengan merujuk pada pendapat Imam Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam. Penjelasan ini memberikan pencerahan yang mendalam tentang pentingnya introspeksi diri.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Buya Yahya menyampaikan bahwa Imam Ghazali memiliki panduan sederhana namun sangat bermakna ketika seseorang dicaci-maki. Pendekatan ini mengajarkan ketenangan dan kebijaksanaan dalam merespons penghinaan.

“Kalau kamu dicaci orang, coba direnungi, nggak usah berhujjah, nggak usah membela diri. Kata Imam Ghazali, tinggal kau perhatikan, apakah caciannya itu betul ada pada kamu atau tidak,” ujar Buya Yahya.

Ia menambahkan, jika cacian yang dilontarkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, maka seharusnya yang muncul adalah rasa syukur. “Kalau dia menjelekkan kamu, kemudian kamu tidak seperti yang ia sebut, tinggal mengatakan Alhamdulillah aku tidak seperti yang dia sampaikan. Kan enak begitu,” lanjutnya.

Sebaliknya, jika cacian tersebut memang mencerminkan keburukan yang ada dalam diri, tidak ada gunanya marah. Justru hal ini menjadi momen untuk introspeksi dan segera memperbaiki diri. “Kalau memang kamu jelek seperti yang diomongkan, ngapain juga kamu marah? Wong kamu jelek, selesai,” tegas Buya Yahya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ini Fokus yang Harus Dilakukan

Pendekatan ini, menurut Buya Yahya, mengajarkan manusia untuk lebih fokus pada perbaikan diri daripada sibuk membalas cacian orang lain. Sebab, sikap emosional hanya akan memperburuk keadaan dan menutup peluang untuk belajar dari kritik.

Buya Yahya juga menyoroti fenomena orang-orang yang merasa lebih baik dari orang lain hanya karena memahami aspek-aspek tertentu dalam agama. Sikap seperti ini, menurutnya, tidak mencerminkan esensi syariat Islam yang mengutamakan akhlak mulia.

Ia menyebut ada sebagian orang yang menganggap rendah orang lain dengan dalih berpegang pada hakikat agama. Mereka merasa memiliki pemahaman lebih mendalam, sementara orang lain hanya berada pada permukaan syariat. “Model seperti itu merusak syariat,” kata Buya Yahya.

Dalam ceramahnya, Buya Yahya mengingatkan bahwa Islam tidak pernah mengajarkan arogansi. Justru sebaliknya, syariat Islam adalah jalan untuk menyempurnakan akhlak, termasuk dalam menghadapi perbedaan pendapat atau kritik.

Mengutip kembali Imam Ghazali, ia menekankan pentingnya tidak terburu-buru membela diri ketika dicaci. Sebab, pembelaan diri yang berlebihan sering kali menjadi tanda kelemahan, bukan kekuatan.

“Kalau kamu sibuk membela diri, itu artinya kamu terlalu peduli dengan apa kata orang. Padahal, yang harus kita pedulikan adalah penilaian Allah,” lanjut Buya Yahya.

 

3 dari 3 halaman

Panduan Praktis Bisa Diterapkan

Ia juga mengajak umat Islam untuk tidak terjebak dalam pola pikir reaktif yang hanya memicu konflik. Sebaliknya, caci-maki harus dilihat sebagai ujian kesabaran dan kesempatan untuk memperbaiki diri.

Pendekatan ini sangat relevan dalam kehidupan modern, di mana media sosial sering menjadi arena cacian dan hujatan. Buya Yahya mengingatkan bahwa teknologi seharusnya digunakan untuk kebaikan, bukan menjadi alat untuk menyebarkan kebencian.

Ceramah ini juga menyoroti pentingnya memahami hakikat kritik. Tidak semua kritik harus dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

“Kalau ada orang yang mencaci, jangan langsung menilai dia sebagai musuh. Bisa jadi dia adalah jalan bagi kita untuk introspeksi,” ujar Buya Yahya.

Ia juga mengajak umat untuk senantiasa bersyukur dalam segala kondisi. Ketika cacian tidak sesuai dengan kenyataan, itu adalah nikmat. Ketika cacian sesuai, itu adalah pengingat untuk segera memperbaiki diri.

Melalui penjelasan ini, Buya Yahya memberikan panduan praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap rendah hati dan kebijaksanaan dalam menghadapi cacian menjadi kunci untuk mencapai kedamaian batin dan hubungan yang lebih harmonis dengan sesama.

Semoga pesan dari Buya Yahya ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk terus memperbaiki diri dan menjaga akhlak mulia, terutama dalam menghadapi situasi yang penuh dengan kritik atau cacian.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul