Liputan6.com, Jakarta - Kisah Nabi Ibrahim AS sering menjadi teladan bagi umat manusia, terutama dalam hal kesabaran dan rasa syukur kepada Allah SWT. Dalam sebuah ceramah, Ustadz Adi Hidayat (UAH) membahas salah satu kisah luar biasa dari Nabi Ibrahim yang menggambarkan perjuangan hidup di tengah keterbatasan.
UAH menyoroti momen ketika Nabi Ibrahim ASÂ berkata, "Saya menempatkan sebagian keturunan saya, istri saya, anak saya, di satu tempat yang sangat gersang." Kisah ini menjadi pengantar UAH untuk mengingatkan manusia agar mampu bersyukur dalam berbagai keadaan, tak peduli seberapa sulit situasinya.
Dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @cahayaislamchannel-g5v, UAH memaparkan detail mengenai kondisi lokasi yang dimaksud Nabi Ibrahim. Tempat tersebut digambarkan sangat gersang, penuh dengan gunung batu yang keras dan rapat, tanpa tanda-tanda adanya sumber air.
Advertisement
Menurut UAH, kondisi tersebut merupakan salah satu situasi paling sulit yang bisa dibayangkan manusia. "Coba bayangkan, bahkan tumbuhan saja tidak bisa hidup di tempat seperti itu," ujarnya. Namun, Nabi Ibrahim tetap memutuskan untuk menempatkan keluarganya di sana dengan penuh keyakinan kepada Allah.
UAH menggarisbawahi bahwa kisah ini relevan dengan kehidupan modern. "Kalau kita pergi ke suatu tempat sekarang, hampir semua kebutuhan tersedia. Ada teknologi, ada fasilitas, ada modal. Kita tinggal mengolah saja," katanya. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya kemudahan yang sering kali diabaikan manusia zaman sekarang.
Namun, dalam kasus Nabi Ibrahim, tidak ada fasilitas sama sekali. Semua harus dimulai dari nol. Menurut UAH, hal ini menjadi pengingat bahwa keyakinan dan doa adalah kunci untuk menghadapi kesulitan dalam hidup.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Jangan Pernah Pasrah Kepada Keadaan
Di tengah keterbatasan tersebut, Nabi Ibrahim tetap memanjatkan doa kepada Allah. Doa yang dipanjatkan tidak hanya untuk keluarganya, tetapi juga agar daerah yang gersang tersebut menjadi tempat yang diberkahi.
"Bayangkan, dari tempat seperti itu lahir komunitas besar yang akhirnya menjadi pusat peradaban dunia," tambah UAH.
Kisah ini, kata UAH, harus menjadi motivasi bagi manusia modern untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan. "Banyak dari kita yang hidup dengan segala fasilitas, tetapi masih sering mengeluh," tegasnya.
Lebih lanjut, UAH mengingatkan bahwa bersyukur bukan sekadar ucapan, tetapi harus diiringi dengan tindakan nyata. Salah satunya adalah memanfaatkan segala potensi yang ada untuk menghasilkan kebaikan.
Sebagai contoh, Nabi Ibrahim tidak hanya pasrah terhadap keadaan. Ia berdoa, berikhtiar, dan percaya bahwa Allah akan memberikan jalan keluar. "Kisah ini menunjukkan bahwa rasa syukur harus diwujudkan dalam bentuk ikhtiar dan tawakal," ujarnya.
Selain itu, UAH juga menyoroti pentingnya melihat setiap tantangan sebagai peluang. "Ketika kita menghadapi kesulitan, ingatlah bahwa itu adalah cara Allah untuk menguatkan kita," kata UAH.
Ia menambahkan bahwa rasa syukur akan membawa manusia pada kebahagiaan sejati. "Orang yang selalu bersyukur akan merasa cukup, bahkan ketika memiliki sedikit," jelasnya.
Â
Advertisement
Belajar Kepada Nabi Ibrahim AS
Di akhir ceramahnya, UAH mengajak setiap orang untuk merenungkan perjalanan hidup Nabi Ibrahim. "Kisah ini bukan hanya cerita sejarah, tetapi pelajaran hidup yang bisa kita terapkan setiap hari," ujarnya.
Menurut UAH, jika Nabi Ibrahim mampu bersyukur di tengah kesulitan ekstrem, maka manusia modern seharusnya mampu lebih bersyukur atas segala nikmat yang sudah tersedia.
Dengan bersyukur, kata UAH, kita tidak hanya menghargai nikmat yang ada, tetapi juga membuka pintu rezeki yang lebih besar. "Bersyukur adalah kunci untuk mendapatkan keberkahan dalam hidup," tegasnya.
Ceramah ini memberikan pencerahan sekaligus teguran bagi mereka yang sering kali lupa akan nikmat-nikmat kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui kisah Nabi Ibrahim, UAH mengingatkan bahwa setiap kesulitan pasti diiringi dengan kemudahan, dan rasa syukur adalah jalan untuk menemukan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Akhirnya, UAH menutup dengan pesan penting: "Mulailah bersyukur hari ini, karena esok mungkin nikmat itu tidak lagi bersama kita."
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul