Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini, berbagai peristiwa viral kerap menyita perhatian publik. Salah satunya adalah kejadian yang melibatkan pendakwah berpenampilan unik dengan rambut gondrong dan blangkon, yang dianggap mengolok-olok seorang penjual es teh. Dalam kejadian tersebut, seorang di sebelahnya terlihat tertawa terbahak-bahak, membuat momen itu menjadi perbincangan hangat.
Dalam sebuah kesempatan, KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya) memberikan pandangannya terkait kebiasaan tertawa terbahak-bahak. Pendapatnya ini disampaikan dalam tayangan di kanal YouTube @buyayahyaofficial yang kemudian menjadi bahan renungan bagi banyak orang.
Buya Yahya menjelaskan bahwa tertawa terbahak-bahak atau tertawa ngakak dapat berdampak buruk pada hati. “Tertawa yang berlebihan bisa membuat hati menjadi keras. Ketika hati keras, seseorang akan lupa pada akhirat dan Allah SWT,” ujar Buya Yahya dalam ceramahnya.
Advertisement
Menurut Buya Yahya, Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh terbaik dalam hal ini. Nabi dikenal lebih sering tersenyum dibandingkan tertawa terbahak-bahak. Senyum, menurut Buya Yahya, adalah bentuk ekspresi kebahagiaan yang tetap menjaga kelembutan hati.
Ia menambahkan bahwa tertawa terbahak-bahak cenderung membuat seseorang terlena. “Ketika hati sudah terlena, maka sulit untuk dinasihati dan diingatkan,” katanya. Kondisi hati yang keras inilah yang akhirnya menjauhkan manusia dari kebaikan.
Buya Yahya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun tertawa tidak dilarang, namun harus tetap dalam batas yang wajar. “Tertawa dengan suara wajar itu baik, tapi jika sampai berlebihan hingga perut sakit, itu tidak dianjurkan,” jelasnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Boleh Senyum, Jangan Tertawa Terbahak-bahak
Ia juga menyoroti kebiasaan menonton hiburan yang berlebihan, seperti lawakan atau komedi yang memicu tawa berlebihan. Menurutnya, hal ini dapat memengaruhi ketenangan jiwa. “Hati yang lembut tidak akan terlalu larut dalam hal-hal yang sifatnya duniawi,” ujarnya.
Namun, Buya Yahya juga mengingatkan bahwa Islam bukanlah agama yang kaku atau melarang kebahagiaan. Justru, Islam mengajarkan keseimbangan antara kesenangan dunia dan persiapan untuk akhirat.
Menurutnya, canda ria dan tawa kecil dalam batas wajar tetap diperbolehkan, asalkan tidak melupakan nilai-nilai agama. “Agama Islam itu indah dan penuh mesra, bukan agama yang seram. Tapi, jangan sampai kesenangan itu membuat kita lupa,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa tawa berlebihan sering kali membuat seseorang lupa akan kewajiban dan tanggung jawabnya. “Ketika kita terlalu sering tertawa besar, tanpa disadari itu menjauhkan kita dari kesadaran spiritual,” katanya.
Buya Yahya juga memberikan solusi bagi mereka yang ingin menjaga hati agar tetap lembut. Salah satunya adalah dengan memperbanyak dzikir dan membaca Al-Qur'an. Kedua amalan ini, menurutnya, dapat menjaga hati tetap terhubung dengan Allah SWT.
Ia mengingatkan bahwa menjaga kelembutan hati sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Hati yang lembut akan lebih mudah menerima nasihat dan kebenaran.
Advertisement
Kebahagiaan Harus Diimbangi Kesadaran Spiritual
Dalam ceramah tersebut, Buya Yahya juga mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad SAW mampu menciptakan keseimbangan antara keseriusan dan keceriaan dalam kehidupannya. “Nabi adalah sosok yang penuh kasih dan kelembutan, tetapi tetap menjaga prinsip dalam segala hal,” jelasnya.
Ceramah ini memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu yang berlebihan, termasuk dalam tertawa, dapat membawa dampak yang kurang baik. “Kita harus pandai-pandai menahan diri, termasuk dalam hal-hal kecil seperti tertawa,” ujarnya.
Buya Yahya mengajak setiap Muslim untuk merenungkan bagaimana keseharian mereka, apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam atau justru terlalu larut dalam kesenangan dunia.
Di akhir ceramahnya, Buya Yahya berpesan agar umat Islam selalu mengingat akhirat dalam setiap aktivitasnya. “Kalau kita ingat akhirat, insya Allah hati kita tidak akan keras,” pungkasnya.
Pesan ini menjadi pengingat penting bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya adalah yang membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya, bukan sekadar tawa tanpa makna.
Melalui nasihat ini, Buya Yahya memberikan arah bagi umat Islam untuk tetap menjaga keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan kesadaran spiritual, sehingga hidup menjadi lebih berkah dan bermakna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul