Liputan6.com, Jakarta - Para ulama menyepakati bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memiliki julukan Sulthonul Auliya alias rajanya para wali, seperti yang disebut dalam kitab Al-Fawaid Al-Mukhtarah karya Habib Ali Hasan Baharun.
Syaikh Abdul Qadir merupakan salah satu wali Allah yang diyakini memiliki sejumlah karomah. Kekeramatan Syaikh Abdul Qadir banyak dikisahkan dalam kitab manaqib yang sering dibaca oleh umat Islam masa kini.
Tak hanya tentang karomah, kitab manaqib Syaikh Abdul Qadir juga menceritakan riwayat hidupnya sejak dilahirkan hingga menjelang akhir hayatnya. Perjalanan hidup seorang Sulthonul Auliya dapat menjadi hikmah bagi generasi-generasi muslim berikutnya.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu kisah yang menarik dalam kitab manaqibnya adalah ketika Syaikh Abdul Qadir dianggap tidak layak menjadi wali oleh seseorang. Alasannya, karena Syaikh Abdul Qadir memiliki banyak harta yang dinilai ia sangat cinta dunia
Berikut kisah karomah ketika kewalian Syaikh Abdul Qadir diragukan yang disarikan dari Tafrihul Khathir fi Manaqib asy-Syaikh Abdul Qadir dan Manaqibis Syekh Abdul-Qadir, dinukil ulang via laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kisah Laki-Laki Berburuk Sangka ke Syaikh Abdul Qadir
Dikisahkan, ada seorang laki-laki yang mendengar kemasyhuran Syaikh Abdul Qadir. Laki-laki itu memutuskan berangkat ke Baghdad untuk bertemu dengan wali tersebut.
Setibanya di Baghdad, laki-laki itu langsung menuju tempat Syaikh Abdul Qadir dengan maksud ingin menemuinya. Namun, setibanya di dekat kediaman Syaikh Abdul Qadir, ia terkejut dengan kemegahan kandang kuda milik wali itu.
Hamparan kandang kuda milik Syaikh Abdul Qadir terbuat dari emas dan perak. Di dalam nya terdapat 40 ekor kuda yang sangat bagus dan belum pernah ada tandingnya. Melihat kenyataan tersebut, terbesit dalam hati laki-laki itu sangkaan buruk kepada Syaikh Abdul Qadir.
“Katanya, ini seorang wali Allah, tapi kenyataannya ia seorang pecinta dunia! Masak iya, ada wali sangat cinta kepada dunia seperti ini? Orang semacam ini benar-benar tak layak menjadi wali Allah,” katanya.
Sebab itu, laki-laki tersebut memutuskan tak jadi menemui Syaikh Abdul Qadir dan lebih memilih singgah di salah satu rumah penduduk. Tak lama berselang, laki-laki itu jatuh sakit yang cukup parah, sehingga para dokter pun angkat tangan mengobatinya.
Advertisement
Di Balik 40 Kuda Syaikh Abdul Qadir
Beberapa waktu kemudian, ada seorang ulama ahli hikmah memberi saran kepada laki-laki tersebut. “Penyakit ini tidak akan sembuh kecuali diobati dengan hati 40 ekor kuda,” katanya. Ulama ahli hikmah itu juga menggambarkan sifat-sifatnya.
Penduduk di sekitar berkata, “Tidak ada yang memiliki kuda seperti itu dan sebanyak itu kecuali Syaikh Abdul Qadir. Coba saja temui karena ia seorang yang murah hati dan dermawan.”
Laki-laki tersebut mengiyakan saran dari ulama ahli hikmah dan penduduk di sekitar tempat yang ia singgahi. Dia memutuskan kembali ke kediaman Syaikh Abdul Qadir untuk meminta kudanya agar penyakitnya sembuh.
Luar biasa, Syaikh Abdul Qadir memberikan dan merelakan semua kudanya untuk dijadikan obat penyakit si laki-laki tadi. Maka, satu per satu kuda dari Syaikh Abdul Qadir itu disembelih lalu diambil hatinya dan dijadikan obat.
Setelah diobati dengan hati kuda, laki-laki itu sembuh lagi seperti biasa. Untuk menyampaikan terima kasih, si laki-laki pun datang menghadap syaikh.
Kepada si laki-laki, Syaikh Abdul Qadir menjelaskan, “Jika engkau tidak tahu, kuda-kuda itu sengaja aku beli untuk mengobati penyakitmu. Sebab, kemarin engkau datang ke sini semata-mata karena senang kepadaku. Aku tahu engkau akan jatuh sakit. Dan tidak ada obatnya kecuali hati 40 ekor kuda yang seperti ini sifat-sifatnya. Tapi engkau tidak mengetahuinya. Buktinya, engkau bertamu di rumah orang lain.”
Masya Allah, begitu murah hatinya Syaikh Abdul Qadir. Kisah ini mengandung banyak hikmah yang dapat kita petik, di antaranya tidak boleh berburuk sangka kepada orang lain. Wallahu a’lam.