Liputan6.com, Jakarta - Kisah karomah ulama selalu menarik perhatian, terlebih jika berkaitan dengan sosok besar seperti KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Kisah ini mengisahkan ketegasan beliau dalam menegakkan syariat, sekaligus memperlihatkan sisi kewalian yang memancarkan wibawa luar biasa.
Suatu hari, seorang santri, Tahmid mendapat panggilan dari Kiai Hasyim untuk menemui tamu. Dengan penuh rasa hormat, ia segera bersiap memenuhi panggilan tersebut. Namun, sebuah peringatan dari pamannya, Kang Baharudin, menghentikannya sejenak.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @Fakta_Bray, pamannya mengingatkan agar Tahmid melaksanakan sholat terlebih dahulu sebelum menemui tamu. Sayangnya, Tahmid memilih menunda sholat dengan dalih waktu yang mendesak. Ia pun langsung menuju ke kediaman Kiai Hasyim untuk melaksanakan tugasnya.
Advertisement
Setibanya di hadapan Kiai Hasyim, ia langsung ditanya dengan nada yang tegas, "Sudah sholat, Tahmid?" Dengan gugup, Tahmid menjawab bahwa ia sudah melaksanakannya. Jawaban itu ternyata memicu kejadian yang tak terlupakan.
Kiai Hasyim dengan nada separuh membentak berkata, "Kalau belum sholat, pergi dulu sana!" Perkataan itu seolah menusuk hati Tahmid.
Ia gemetar dan tak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali. Keringat dingin bercucuran dari tubuhnya yang lemas.
Saat itu, Kiai Hasyim mendekatinya dengan langkah perlahan. Beliau menepuk pundak Tahmid dengan penuh kasih sayang, lalu berkata, "Sholat dulu. Kalau gugup atau bohong, biar tamunya aku ladeni sendiri." Kata-kata itu menenangkan Tahmid yang sempat terjebak dalam rasa takut.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Lega setelah Lepas dari Karomah Kiai Hasyim
Kiai Tahmid merasa tubuhnya kembali ringan. Ia segera bergegas ke bilik kamarnya untuk melaksanakan sholat. Perasaan lega sekaligus malu bercampur menjadi satu setelah insiden itu. Ia sadar bahwa gurunya bukan hanya seorang ulama biasa, melainkan sosok yang memiliki kedalaman ilmu dan karomah luar biasa.
Kejadian ini menjadi pelajaran besar bagi Kiai Tahmid. Tidak hanya soal pentingnya kejujuran, tetapi juga bagaimana menjaga kedisiplinan dalam menjalankan syariat, terutama sholat. Baginya, pengalaman itu tak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.
Karomah Kiai Hasyim bukan hanya dikenal dalam kisah ini. Banyak cerita serupa yang menggambarkan kewalian beliau yang sulit disangkal. Sosoknya dikenal memiliki mata hati yang tajam dan mampu membaca apa yang tersembunyi di dalam diri seseorang.
Kisah ini juga menjadi pengingat bagi santri-santri lain untuk senantiasa berhati-hati dalam bertindak dan berkata. Sebab, seorang wali memiliki keistimewaan yang melampaui logika manusia.
Peninggalan Kiai Hasyim berupa ajaran dan keteladanan hidup tetap abadi hingga kini. Beliau mengajarkan pentingnya ketegasan dalam prinsip tanpa mengesampingkan kasih sayang.
Kiai Hasyim selalu menjadi teladan dalam mengedepankan akhlak mulia. Sikap tegas beliau dalam kisah ini tidak hanya mengajarkan tentang disiplin, tetapi juga pentingnya integritas di hadapan Allah.
Masyarakat hingga kini masih mengisahkan kebijaksanaan dan karomah Kiai Hasyim sebagai bahan pelajaran. Cerita-cerita itu menyebar dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Advertisement
Sebuah Refleksi dari Kiai Hasyim Asy'ari
Banyak orang yang menganggap kisah ini sebagai pengingat betapa berharganya menjaga hubungan dengan Allah melalui kejujuran dan ibadah. Pelajaran ini tidak hanya berlaku bagi santri, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Karomah para wali seperti Kiai Hasyim adalah bukti nyata bahwa keikhlasan dalam beribadah akan selalu menghasilkan keberkahan. Kisah ini pun menegaskan bahwa setiap tindakan kita selalu dalam pengawasan Allah.
Bagi Kiai Tahmid, peristiwa itu menjadi awal dari perbaikan diri yang lebih baik. Ia tidak lagi memandang enteng urusan ibadah dan selalu menjaga kejujuran, terutama di hadapan gurunya.
Keistimewaan Kiai Hasyim Asy'ari yang terungkap dalam kisah ini semakin memperkuat posisi beliau sebagai sosok panutan. Setiap ucapannya selalu mengandung hikmah yang mendalam.
Kisah ini ditutup dengan satu pelajaran penting: salat adalah tiang agama yang tidak boleh ditinggalkan, dan kejujuran adalah landasan yang harus dipegang teguh. Sebab, kebenaran akan selalu terungkap, terlebih di hadapan seorang wali seperti Kiai Hasyim Asy'ari.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul