Sukses

Bolehkah Mendoakan Nonmuslim yang Meninggal Dunia agar Diberi Ampunan? Ini Hukumnya Kata Ulama

Umumnya, di kalangan muslim ketika ada orang yang meninggal memanjatkan doa agar diampuni dosa-dosanya, diterima segala ibadah dan perbuatannya, serta diwafatkan husnul khatimah.

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam Indonesia hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk, yakni masyarakat yang terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa, bahkan agama. Bukan menjadi masalah besar bagi muslim Indonesia hidup di tengah keberagaman, justru itu adalah anugerah.

Dalam Islam, muslim diperintahkan untuk berhubungan sosial dengan baik, termasuk kepada nonmuslim yang berbeda agama. Bahkan, muslim juga boleh meminta bantuan atau menolong nonmuslim yang membutuhkan. 

Sebagai makhluk yang bernyawa, kita pada waktunya akan meninggal, termasuk sahabat-sahabat kita dari kalangan nonmuslim. Sudah menjadi kebiasaan mendoakan hal-hal yang baik untuk orang yang telah meninggal.

Umumnya, di kalangan muslim ketika ada orang yang meninggal memanjatkan doa agar diampuni dosa-dosanya, diterima segala ibadah dan perbuatannya, serta diwafatkan husnul khatimah. 

Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah boleh mendoakan nonmuslim yang meninggal dunia agar memperoleh ampunan? Bagaimana hukumnya? Simak berikut penjelasan para ulama.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Penjelasan yang Mengharamkan

Melansir NU Online, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum mendoakan nonmuslim yang sudah meninggal. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mendoakan nonmuslim yang sudah meninggal hukumnya haram, sebagaimana disampaikan oleh Imam An-Nawawi (w. 676 H) dan Imam Ar-Ramli (w. 1004 H).

وَأَمَّا الصَّلَاةُ عَلَى الْكَافِرِ وَالدُّعَاءُ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ فَحَرَامٌ بِنَصِّ الْقُرْآنِ وَالْإِجْمَاعِ   

Artinya: "Adapun menshalati orang kafir dan mendoakannya agar mendapat ampunan, hukumnya haram berdasarkan nash Al-Qur'an dan Ijma' (konsensus ulama)." (Imam An-Nawawi, Al-Majmu' [Beirut: Darul Fikr, tt] juz V, halaman 258). 

  وَتَحْرُمُ) الصَّلَاةُ (عَلَى الْكَافِرِ) وَلَوْ ذِمِّيًّا لِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا} [التوبة: ٨٤] ؛ وَلِأَنَّ الْكَافِرَ لَا يَجُوزُ الدُّعَاءُ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى {إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ} [النساء: ٤٨  

Artinya: "Haram hukumnya menshalati nonmuslim meskipun berstatus dzimmi karena firman Allah: Dan janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka (At-taubah: 84). Dan dikarenakan tidak boleh mendoakan non-muslim untuk mendapatkan ampunan karena firman Allah: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (An-Nisa': 48)." (Imam Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj [Beirut: Darul Fikr, 1984], juz II, halaman 493).

Dalam sebuah riwayat, Imam Al-Bukhari menceritakan bahwa menjelang Abu Thalib wafat, Rasulullah SAW mendampinginya dan memintanya agar mengucap syahadat. Namun, di tempat itu hadir pula Abu Jahl, ia meyakinkan Abu Thalib agar tidak mengucap syahadat.

Abu Thalib pun wafat tanpa mengucap syahadat. Rasulullah SAW bersabda,

   أَمَا وَاللهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ. فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى فِيهِ: ﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ﴾ الْآيَةَ   

Artinya: "Demi Allah sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu selagi aku tidak dilarang. Lalu Allah menurunkan ayat 113 surah At-Taubah." (Shahihul Bukhari [Beirut: Dar Thuqin Najah, 2001], juz II, halaman 95).   

Berikut ayat yang dimaksud dalam hadis tersebut.

   مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَٰبُ ٱلْجَحِيمِ   

Artinya: "Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(-nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim."

3 dari 3 halaman

Penjelasan yang Membolehkan

Beberapa ulama lainnya berpandangan lain. Larangan memintakan ampunan bagi nonmuslim hanya berlaku pada dosa kekufuran. Artinya, muslim boleh memintakan ampunan bagi nonmuslim untuk dosa-dosa selain dosa kekufurannya. 

Syekh Ahmad Al-Qalyubi (w. 1068 H) mengatakan,

وَيَجُوزُ الدُّعَاءُ لَهُ وَلَوْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ، خِلَافًا لِمَا فِي الْأَذْكَارِ إلَّا مَغْفِرَةَ ذَنْبِ الْكُفْرِ مَعَ مَوْتِهِ عَلَى الْكُفْرِ فَلَا يَجُوزُ   

Artinya: "Boleh mendoakan non-muslim meskipun dengan doa memintakan ampunan dan rahmat. Pendapat ini berbeda dengan yang disampaikan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar. Kecuali memintakan ampunan atas dosa kekufuran bagi orang yang meninggal dalam keadaan kufur, maka tidak boleh." (Syekh Ahmad Al-Qalyubi, Hasyiyah Qulyubi 'alal Mahalli [Beirut: Darul Fikr, 1995], juz I, halaman 367).   

Senada dengan Al-Qalyubi, Syekh 'Ali Syabromallisi (w. 1087 H) memberi anotasi atas apa yang disampaikan Ar-Ramli sebelumnya.

    الْآيَةَ إنَّمَا تَدُلُّ عَلَى مَعْنَى مَغْفِرَةِ الشِّرْكِ، وَرُبَّمَا تَدُلُّ عَلَى مِغْفَرِة غَيْرِهِ لِعُمُومِ قَوْله تَعَالَى: وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ [النساء: ٤٨] وَذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى جَوَازِ الدُّعَاءِ لَهُ بِمَغْفِرَةِ غَيْرِ الشِّرْكِ   

Artinya: "Surat An-Nisa ayat 48 hanya menunjukkan bahwa Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan bisa saja berarti bahwa dosa selain syirik bisa diampuni karena di akhir tersebut ayat Allah berfirman: Dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapapun yang Ia kehendaki (An-Nisa: 48). Hal tersebut menunjukkan bolehnya mendoakan non-muslim untuk mendapatkan ampunan dosa selain dosa syirik." (Syekh 'Ali Syabromallisi, Hasyiyah Syabromallisi [Beirut: Darul Fikr, 1984], juz II, halaman 493).   

Pernyataan-pernyataan senada juga diungkapkan oleh Syekh Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H) Dalam kitab Hasyiyatul Jamal 'alal Manhaj (Beirut: Darul Fikr, t.t/III:382), Syekh Sulaiman Al-Bujairimi (w. 1221 H) dalam kitab Hasyiyatul Bujairimi 'alal Khathib [Beirut: Darul Fikr, 1995/III:117), dan Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani (w. 1301 H) dalam kitab Hasyiyah Syarwani [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Araby, 1983/V:255). 

Beliau bertiga menukil keterangan yang sama, yaitu:

وَبَقِيَ مَا لَوْ اغْتَابَ ذِمِّيًّا فَهَلْ يَسُوغُ الدُّعَاءُ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ لِيَتَخَلَّصَ هُوَ مِنْ إثْمِ الْغِيبَةِ أَوْ لَا وَيَكْتَفِي بِالنَّدَمِ لِامْتِنَاعِ الدُّعَاءِ بِالْمَغْفِرَةِ لِلْكَافِرِ كُلٌّ مُحْتَمَلٌ وَالْأَقْرَبُ أَنْ يَدْعُوَ لَهُ بِمَغْفِرَةِ غَيْرِ الشِّرْكِ أَوْ كَثْرَةِ الْمَالِ وَنَحْوِهِ مَعَ النَّدَمِ   

Artinya: "Jika seorang muslim menggunjing (ghibah) non-muslim dzimmi (yang tidak memusuhi umat Islam), apakah ia boleh memintakan ampunan untuk non-muslim tersebut agar ia terbebas dari dosa menggunjing? atau taubatnya cukup dengan merasa menyesal, karena terdapat larangan memintakan ampunan bagi non-muslim?. Keduanya memiliki kemungkinan benar. Yang paling mendekati benar adalah yang pertama, ia memintakan ampunan untuk dosa selain syirik atau mendoakannya berlimpah harta, disertai penyesalan atas tindakannya (ghibah) tersebut."   

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat mengenai boleh dan tidaknya mendoakan nonmuslim yang meninggal dunia dengan memintakan ampunan kepada-Nya. Mayoritas ulama mengharamkan, tapi ada beberapa ulama berpendapat boleh memintakan ampunan baginya untuk selain dosa kufur. Wallahu a'lam.