Sukses

Khawatir Berlebihan soal Kiamat? Begini Nasihat Rasulullah dalam Menyikapinya

Rasa takut yang berlebihan terhadap suatu hal dapat mengganggu ketenangan batin, termasuk kecemasan tentang terjadinya kiamat. Pahami dengan baik pesan Rasulullah SAW berikut.

Liputan6.com, Jakarta - Kiamat atau hari akhir adalah sebuah ketetapan yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan hari kiamat itu akan tiba, sehingga yang seharusnya kita lakukan adalah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.

Namun, seringkali manusia berlebihan dalam memikirkan hal-hal yang berada di luar kendali mereka. Alih-alih fokus pada introspeksi diri dan memperbanyak amal saleh, mereka malah terjebak dalam perdebatan tentang kapan kiamat akan datang.

Memang, membicarakan perkara gaib seperti kiamat seringkali menimbulkan rasa penasaran. Namun, tetap tidak akan pernah ada jawaban yang pasti, karena kiamat akan selalu menjadi misteri.

Membaca perihal tanda kiamat dapat memberikan dampak positif, karena dapat mendorong kita untuk lebih mawas diri. Tapi, terkadang pembahasan yang terlalu panjang dan mendalam justru menimbulkan kecemasan bagi sebagian orang.

Hal yang lebih memprihatinkan, beberapa orang bahkan merasakan kecemasan yang berkepanjangan, ketidakstabilan emosi, dan kecenderungan untuk mengisolasi diri. Jika hal ini terjadi, apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang mukmin?

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 4 halaman

Jawaban Rasulullah ketika Sahabat Takut Kiamat

Takut pada kiamat merupakan hal yang wajar. Bahkan, para sahabat yang sehari-hari selalu bersama dengan Nabi merasakan hal yang sama, yaitu khawatir akan hari kiamat. Tidak jarang Nabi menerima pertanyaan tentang kiamat dari para sahabat.

Dikutip dari laman NU Online, dikisahkan pada suatu hari, ketika Rasulullah sedang menyampaikan khutbah di depan para sahabat, seorang laki-laki tiba-tiba datang menghampiri seraya berdiri di hadapannya.

Sontak saja laki-laki tersebut bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, kapan kiamat akan terjadi?” Mendengar pertanyaan laki-laki tersebut, Rasulullah tidak langsung menjawab waktunya secara definitif. Beliau balik bertanya, “Apa yang sudah engkau persiapkan?”

Pertanyaan balik Rasulullah kepada penanya menunjukkan bahwa hal terpenting bukanlah berpikir tentang kapan kiamat akan terjadi, akan tetapi mempersiapkan diri dengan amal ibadah dan kebaikan untuk bekal di alam akhirat.

Kemudian laki-laki tersebut menjawab bahwa ia sama sekali tidak memiliki bekal yang banyak dari ibadah shalat, puasa dan lainnya, hanya saja ia sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Lantas Nabi bersabda: “Engkau bersama orang yang engkau cinta.”

Riwayat tersebut dicatat oleh Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali (w. 505 H) dalam kitabnya.

3 dari 4 halaman

Sikap Proporsional Saat Mendengar Kabar Tentang Kiamat

Sebagaimana telah dijelaskan pada kisah di atas, membahas kiamat bukanlah sebuah kesalahan. Bahkan, sebenarnya baik jika pembicaraan tersebut dapat memunculkan dan meningkatkan amal baik serta menambah waktu introspeksi diri terhadap perbuatan yang telah dilakukan.

Hanya saja, jika setelah membahasnya justru timbul rasa takut yang berlebihan hingga lalai terhadap tugas dan kewajiban sebagai mukalaf, maka alih-alih memberikan dampak positif, aktivitas tersebut justru menjadi kontraproduktif. Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an: 

“Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat, ‘Kapankah terjadinya?’ Untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)? Kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya). Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari Kiamat). Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Nazi’at: 42-45). 

Imam Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini Allah turunkan ketika orang-orang musyrik Makkah banyak bertanya kepada Rasulullah perihal kapan terjadinya kiamat.

Kemudian ayat ini turun untuk menjelaskan kepada Nabi bahwa waktu terjadinya kiamat tidak perlu disebut secara definitif, karena hanya Allah yang tahu. Nabi SAW cukup menjelaskan tanda-tanda dan peristiwa luar biasa yang akan terjadi ketika kiamat. (Imam al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Riyadh: Daru Alamil Kutub, tt], jilid XIX, halaman 209).

4 dari 4 halaman

Kecemasan Berlebihan Tidak Dibenarkan dalam Islam

Sementara itu, menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili, reaksi orang-orang Quraisy ketika Rasulullah SAW menjelaskan tentang kiamat terbagi menjadi dua. Sebagian merasa takut sehingga menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sebagian lainnya semakin mengingkari kiamat secara penuh, bahkan golongan ini tidak jarang mencemooh Nabi karena penilaian mereka bahwa kiamat tidak akan pernah terjadi.

Dengan adanya dua reaksi tersebut, Rasulullah hanya menjelaskan perihal kiamat dan tanda-tandanya kepada orang-orang yang takut padanya saja. Harapannya, mereka dapat bisa mengambil manfaat dari informasi yang disampaikan oleh Rasulullah, sebagaimana Syekh Wahbah menyebutkan:

وَخُصَّ الْإِنْذَارُ بِأَهْلِ الْخَشْيَةِ لِأَنَّهُمْ الْمُنْتَفِعُوْنَ بِذَلِكَ

Artinya: “Pemberian peringatan hanya ditujukan kepada orang-orang yang takut (pada kiamat saja), karena hanya mereka yang akan mengambil manfaat dari peringatan tersebut.” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir fil Aqidah was Syari’ah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, cetakan kedua: 1418], jilid XXX, halaman 53).

Kesimpulannya, membahas soal kiamat adalah sebuah kebaikan jika dapat memberikan semangat untuk meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan. Jika tidak memberikan dampak apa-apa kecuali rasa takut dan cemas yang berlebihan, maka tentu hal ini tidaklah dibenarkan. Wallahu a’lam.