Sukses

Kiai Hanya Bisa Ngelus Dada, Kambingnya Disembelih Gus Dur dengan Dasar Dalil Ini, Ngakak!

Gus Dur memang dikenal memiliki cara berpikir yang unik dan kadang menggelitik, bahkan dalam menghadapi masalah yang cukup serius sekalipun. Dalam cerita ini, ia mampu membuat suasana menjadi ringan meskipun sedang dihadapkan dengan masalah yang serius dengan kiai.

Liputan6.com, Jakarta - KH Abdurrahman Wahid, yang lebih dikenal dengan Gus Dur, dikenal sebagai sosok yang selalu memiliki cerita jenaka. Dalam sebuah tayangan video, Gus Dur berkisah sendiri tentang pengalamannya yang mengundang gelak tawa.

Cerita ini bermula ketika Gus Dur masih menjadi santri di Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang, sekitar tahun 1957 hingga 1959. Saat itu, Gus Dur bersama sahabatnya, Gus Qomar Badruddin, memutuskan untuk menyembelih kambing milik kiai pondok tanpa izin.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @bocahang, Gus Dur menceritakan bagaimana dirinya dan teman-temannya melakukan tindakan tersebut dengan alasan yang cukup unik. Menurutnya, saat itu, ia mengajak Gus Qomar yang dikenal sebagai seorang santri yang pendiam untuk ikut serta dalam tindakan tersebut. Meskipun Gus Qomar tampak ragu, ia tetap mengikuti ajakan Gus Dur.

“Mas Qomar, tadi kiai kan mengatakan bahwa semua yang ada di barat dan timur adalah milik Allah. Walillahil masyriqu wal maghrib. Iya kan?” kata Gus Dur dalam cerita tersebut, yang menjadi alasan dia merasa bahwa kambing milik kiai pun adalah milik Allah, dan dengan demikian, tidak ada masalah untuk menyembelihnya.

Namun, Gus Dur tidak hanya mengajak Gus Qomar. Ia juga mengajak beberapa santri lainnya untuk ikut dalam rencananya. “Ayo cari teman lain untuk masak kambing,” ajaknya. Rencana mereka pun dijalankan, dan kambing milik kiai akhirnya disembelih oleh Gus Dur dan teman-temannya tanpa sepengetahuan kiai.

Setelah kambing itu disembelih, Gus Dur dan teman-temannya pun memasaknya. Namun, perbuatan mereka akhirnya ketahuan oleh lurah pondok. Dengan cepat, kabar itu sampai ke telinga kiai yang cukup kesal dengan perbuatan santri-santrinya. Mereka pun dipanggil untuk menghadapi kiai.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Dalil Ini yang Dipakai Gus Dur

Di ndalem (rumah) kiai, Gus Dur dan teman-temannya hanya bisa diam, menunggu kiai yang sudah kesal. “Ini kenapa kok kambingku disembelih piye to? Waduh duh!” tanya kiai dengan nada kesal, mencoba memahami kejadian yang telah terjadi.

Gus Qomar dan beberapa santri lainnya hanya bisa terdiam, merasa tidak berdaya. Namun, Gus Dur yang merupakan pemilik ide di balik perbuatan tersebut, dengan nada rendah memberanikan diri untuk memberikan penjelasan.

“Mekaten (Begini), Kiai. Bukankah kemarin panjenengan dawuh walillahil masyriqu wal maghrib. Segala yang ada di bumi ini dari timur ke barat ini milik Allah. Berarti kambing juga kan milik Allah. Kan mekaten, Kiai?” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Mendengar penjelasan Gus Dur, kiai pun terdiam sejenak, merenungkan jawaban Gus Dur. “Loh. Iya. Benar itu. Ya memang milik Allah semua. Kambing itu juga milik Allah, Le. Tapi mbok ya jangan kambing to yang disembelih. Kan ada ayam. Mbok ya yang disembelih ayam saja. Duh...” jawab kiai dengan nada sedikit menyesal dan geli mendengar alasan Gus Dur yang tak terduga.

Cerita ini menjadi salah satu momen yang mengundang tawa di kalangan para santri, karena meskipun dengan alasan yang cukup logis dari sudut pandang Gus Dur, tetap saja tindakan menyembelih kambing tanpa izin adalah perbuatan yang salah. Namun, cara Gus Dur menjelaskan perbuatannya dengan dalil ayat Al-Qur’an tentang kepemilikan Allah atas segala sesuatu menunjukkan kecerdasan dan kejenakaannya.

Gus Dur memang dikenal memiliki cara berpikir yang unik dan kadang menggelitik, bahkan dalam menghadapi masalah yang cukup serius sekalipun. Dalam cerita ini, ia mampu membuat suasana menjadi ringan meskipun sedang dihadapkan dengan masalah yang serius dengan kiai.

Tindakan Gus Dur yang nekat menyembelih kambing milik kiai tentu saja bukan tanpa alasan. Menurutnya, ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah menjadi dasar pemikirannya.

"Walillahil masyriqu wal maghrib," kata Gus Dur, yang artinya segala yang ada di timur dan barat adalah milik Allah. Dengan demikian, ia merasa tidak ada salahnya untuk mengambil kambing itu, karena semuanya milik Allah.

3 dari 3 halaman

Reaksi sang Kiai, Mengejutkan

Namun, meskipun menggunakan alasan tersebut, Gus Dur tidak dapat menghindari teguran dari kiai. Dalam cerita ini, kiai yang semula marah pun akhirnya menerima penjelasan Gus Dur, meskipun dengan sedikit sindiran tentang pilihan kambing yang disembelih. "Kan ada ayam, mbok ya yang disembelih ayam saja," ujar kiai, yang akhirnya meredakan ketegangan dengan cara yang humoris.

Gus Dur, yang dikenal sebagai tokoh yang penuh humor dan cerdas, tidak pernah melewatkan kesempatan untuk membuat orang lain tertawa. Dalam banyak kesempatan, ia selalu berhasil menghadirkan cerita-cerita lucu yang penuh makna. Cerita tentang kambing ini menjadi salah satu bukti bahwa Gus Dur tidak hanya seorang ulama yang bijak, tetapi juga memiliki daya tarik yang kuat dalam menyampaikan pesan melalui humor.

Kisah ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya niat dan cara kita menyikapi setiap tindakan. Meskipun niat Gus Dur mungkin untuk menunjukkan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, namun cara pelaksanaannya tidaklah tepat. Tindakan tanpa izin tetaplah salah, meskipun dengan alasan yang tampaknya logis.

Dengan cerita ini, Gus Dur juga mengajarkan tentang pentingnya berbuat baik dan bijak dalam bertindak. Ada kalanya niat baik yang dilakukan dengan cara yang salah justru bisa berakibat buruk. Seperti dalam kasus ini, meskipun Gus Dur beralasan dengan dalil Al-Qur’an, tindakan menyembelih kambing tanpa izin tetap tidak dapat dibenarkan.

Meskipun demikian, Gus Dur tidak pernah kehilangan pesona humorisnya. Ia tahu bagaimana cara membuat orang tertawa dengan cerita-cerita jenakanya. Cerita tentang kambing ini menjadi salah satu momen berharga yang selalu dikenang oleh para santri di Tegalrejo dan pengikutnya yang mendengarkan ceramahnya.

Akhirnya, cerita ini menjadi legenda yang terus diceritakan oleh banyak orang, sebagai contoh bagaimana Gus Dur bisa menyampaikan pesan-pesan agama dengan cara yang menghibur dan mudah dipahami. Meski ceritanya jenaka, pesan yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul