Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Buluawang, sebuah desa di daerah Pasuruan, sedang merencanakan pembangunan masjid. Namun, sebelum masjid tersebut bisa dibangun, ada satu hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh warga.
Mereka sepakat bahwa sebelum memulai pembangunan, seseorang harus sowan kepada Kiai Abdul Hamid di Pasuruan. Sowan ini diyakini menjadi syarat agar proses pembangunan masjid berjalan lancar.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, perjalanan panjang dimulai dengan seseorang yang diutus untuk sowan kepada Kiai Hamid. Setelah tiba di rumah Kiai Hamid, orang tersebut menyampaikan tujuan kedatangannya, yakni untuk meminta Kiai Hamid menentukan arah kiblat masjid yang akan dibangun di Buluawang. Namun, Kiai Hamid memberikan jawaban yang tidak terduga.
Advertisement
Mbah Hamid Pasuruan menjawab dengan tenang, mengatakan bahwa di Buluawang sudah ada seorang wali besar. "Untuk apa jauh-jauh ke sini? Kiai Muhsin namanya," ujar Kiai Hamid, mengarahkan agar warga mencari Kiai Muhsin untuk meminta bantuan menentukan kiblat.
Pesan Kiai Hamid cukup jelas, namun hal ini justru memunculkan kebingungannya warga. Tapi, mau tak mau mereka ta'dzim. Sebab, Mbah Hamid adalah ulama yang juga dikenal sebagai wali dengan karomahnya yang terkenal.
Kiai Hamid melanjutkan, "Nanti kalau sudah ketemu, bilang saja Kiai Hamid yang menyuruhnya, berdoa sekalian untuk menentukan kiblat."
Warga Buluawang pun mulai mencari informasi tentang Kiai Muhsin. Mereka bertanya-tanya, namun tidak ada yang dapat memberikan informasi jelas mengenai keberadaan Kiai Muhsin. Setelah berhari-hari mencari, seseorang akhirnya memberitahukan bahwa yang dimaksud dengan Kiai Muhsin adalah seorang penjual tempe di desa setempat, bukan seorang kiai seperti yang mereka bayangkan sebelumnya.
Rasa kebingungannya semakin mendalam ketika warga tersebut menemui Kiai Muhsin yang ternyata adalah penjual tempe. Warga tersebut bertanya kepada Muhsin, tetapi Muhsin berkali-kali mengelak dan membantah bahwa dia bukan seorang kiai.
Namun, setelah nama Kiai Hamid disebutkan, wajah Muhsin pun berubah. "Oh, kalau itu Kiai Hamid yang menyuruh, saya siap," jawab Muhsin dengan rendah hati.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Terbongkarnya Kewalian Penjual Tempe Itu
Akhirnya, setelah pertemuan tersebut, Kiai Muhsin menyanggupi permintaan warga untuk membantu menentukan kiblat masjid. Kejadian ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat setempat. Sejak saat itu, Kiai Muhsin dikenal luas oleh warga sekitar, dan banyak santri yang datang untuk mengaji kepadanya.
Kiai Muhsin pun tidak hanya dikenal sebagai penjual tempe, tetapi juga sebagai seorang ulama yang memiliki banyak ilmu dan kewalian. Banyak yang datang untuk meminta doa dan berkah kepadanya. Dalam waktu yang tidak lama, Kiai Muhsin mendirikan Pondok Pesantren Raudatul Muhsinin yang menjadi tempat bagi banyak santri untuk belajar.
Pondok Pesantren Raudatul Muhsinin berkembang pesat, dan semakin banyak santri yang datang belajar di sana. Para santri yang mengaji di pondok tersebut merasa mendapatkan banyak manfaat, tidak hanya dari segi ilmu agama, tetapi juga dari keteladanan yang ditunjukkan oleh Kiai Muhsin dalam kehidupan sehari-hari. Keikhlasannya dalam berbagi ilmu membuatnya dihormati oleh masyarakat luas.
Kisah Kiai Muhsin yang dulunya dikenal sebagai penjual tempe ini menunjukkan bahwa kewalian seseorang tidak selalu tampak dari luar. Meskipun awalnya dikenal sebagai tukang tempe biasa, karomah yang dimiliki oleh Kiai Muhsin ternyata membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan banyak dicari oleh orang-orang yang ingin mendapatkan ilmu dan berkah.
Sejak saat itu, Kiai Muhsin menjadi salah satu tokoh penting di Buluawang. Pondok pesantren yang didirikannya menjadi pusat pendidikan agama yang banyak melahirkan santri-santri yang berbakti kepada agama dan bangsa. Kiai Muhsin tidak hanya dikenal sebagai pengajar, tetapi juga sebagai seorang wali yang penuh kebijaksanaan dan kesabaran.
Kisah ini juga menunjukkan bagaimana ketulusan dan keikhlasan seseorang dalam berbuat kebaikan dapat membuka jalan bagi keberkahan. Meskipun berasal dari latar belakang yang sederhana, Kiai Muhsin mampu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Pondok pesantren yang didirikannya menjadi bukti nyata dari pengabdian dan dedikasinya dalam menyebarkan ilmu agama.
Advertisement
Meski Penjual Tempe, Kewaliannya Diakui
Di sisi lain, cerita ini juga mengajarkan bahwa Allah bisa memilih siapa saja untuk menjalankan peran penting dalam kehidupan ini. Meskipun terlihat biasa, seseorang bisa saja memiliki karomah dan kewalian yang luar biasa. Dalam kasus Kiai Muhsin, karomah tersebut datang setelah dia menerima panggilan dari Kiai Hamid untuk membantu masyarakat.
Selain itu, kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya mencari ilmu dengan tulus dan ikhlas. Kiai Muhsin tidak pernah merasa lebih tinggi atau sombong meskipun banyak yang datang untuk meminta ilmu darinya. Sikap rendah hati dan kesederhanaannya menjadi contoh bagi banyak orang untuk selalu menghargai ilmu dan orang yang mengajarkannya.
Pondok Pesantren Raudatul Muhsinin menjadi tempat yang penuh dengan berkah, dan santri-santri yang belajar di sana semakin berkembang baik dalam ilmu agama maupun dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren ini juga membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, karena banyak santri yang setelah menuntut ilmu di sana kembali ke desa masing-masing untuk mengajarkan ilmu yang telah mereka dapatkan.
Tidak hanya itu, Kiai Muhsin juga dikenal sebagai sosok yang ramah dan mudah mendekatkan diri dengan masyarakat. Meskipun ia memiliki kewalian, ia tetap tidak menjauhkan diri dari kehidupan sehari-hari dan tetap membantu masyarakat yang membutuhkan. Sifat ini membuatnya semakin dihormati dan dicintai oleh banyak orang.
Akhirnya, kisah Kiai Muhsin yang dulunya hanya seorang penjual tempe kini menjadi legenda di Buluawang. Banyak orang yang terinspirasi oleh cerita hidupnya, bagaimana seorang yang sederhana bisa menjadi tokoh yang dihormati dan memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Keberkahan yang ada dalam hidup Kiai Muhsin menjadi contoh nyata bahwa setiap orang bisa menjadi bermanfaat bagi orang lain, tidak peduli latar belakangnya.
Cerita ini juga menjadi pengingat bagi kita bahwa dalam hidup ini, yang terpenting bukanlah apa yang kita miliki, tetapi bagaimana kita memanfaatkan apa yang ada untuk kebaikan. Seperti Kiai Muhsin, yang meskipun seorang penjual tempe, namun karomah dan kewaliannya membawa banyak manfaat bagi orang lain.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul