Sukses

Kisah Haru Mbah Wasiran Muadzin Tunanetra di Panggang Gunungkidul, Siapa Mau Bantu?

Seorang lelaki berusia 60an tahun bernama Mbah Wasiran, seorang penyandang tuna netra, menjadi teladan bagi banyak orang di sekitarnya dengan ketekunannya mengumandangkan adzan setiap kali waktu sholat tiba.

Liputan6.com, Jakarta - Di Masjid Al-Hidayah yang terletak di Padukuhan Tungu, Kelurahan Girimulyo, Kapanewon Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta, ada cerita yang sangat mengharukan terkait dengan lantunan adzan yang dikumandangkan oleh seorang pria tuna netra.

Seorang lelaki berusia 60-an tahun bernama Mbah Wasiran, seorang penyandang tunanetra, menjadi teladan bagi banyak orang di sekitarnya dengan ketekunannya mengumandangkan adzan setiap kali waktu sholat tiba.

Wasiran adalah sosok yang tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri tetapi juga menjadi contoh bagi orang lain tentang bagaimana menghadapinya kehidupan dengan penuh keteguhan. Meskipun tidak bisa melihat, dia tidak pernah mengeluh.

Setiap kali waktu sholat tiba, dengan bantuan tongkat, Mbah Wasiran berjalan menuju masjid yang terletak tidak jauh dari rumahnya untuk mengumandangkan adzan. Tanpa kendala yang berarti, Wasiran melangkah dengan penuh keyakinan dan keteguhan.

Kisah hidup muadzin tunanetra ini sangat menginspirasi. Meski tunanetra, dia tak pernah merasa terbatas dalam melaksanakan kewajiban ibadah. Diceritakan dalam tayangan video di kanal YouTube @SorotMedia, Mbah Wasiran sudah sangat familiar dengan jalan yang menuju masjid, meskipun ia tidak bisa melihat.

Hal ini berkat ketekunan dan kemampuannya menghafal medan jalan yang telah dilalui setiap hari. Keuletan dan semangatnya menunjukkan betapa besar tekadnya untuk menjalankan ibadah dengan sepenuh hati.

Adzan yang dikumandangkan oleh Wasiran selalu berhasil membuat terharu jamaah yang mendengarnya. Meskipun tubuhnya tak bisa melihat, Mbah Wasiran tetap menjalankan tugas suci ini dengan penuh rasa ikhlas dan pasrah.

Adzan yang ia lantunkan, dengan suara yang lantang, selalu mengingatkan umat untuk menyembah Allah dengan penuh khusyuk. Sangat menyentuh melihat bagaimana seorang penyandang tunanetra bisa mengemban tugas yang sangat penting ini dengan begitu tulus.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Radio Lawas untuk Pantau Jadwal Adzan

Di rumahnya, Mbah Wasiran memiliki sebuah radio lawas yang menemaninya setiap hari. Namun, radio tersebut bukan hanya digunakan untuk mendengarkan musik atau berita. Bagi Mbah Wasiran, radio tersebut memiliki fungsi yang lebih penting, yaitu sebagai penanda waktu sholat. Dengan bantuan radio, Wasiran mengetahui waktu yang tepat untuk mengumandangkan adzan. Meskipun hidupnya sederhana, dia sangat berdisiplin dalam menjalankan kewajiban sholat.

Wasiran mengalami kebutaan tidak sejak lahir, tetapi sekitar 20 tahun yang lalu. Penyebab kebutaannya bermula ketika ia bekerja di sawah, dan sebuah biji padi mengenai matanya. Meski sudah berusaha berbagai cara untuk mengobati matanya, namun semua usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Meskipun kehilangan penglihatannya, Mbah Wasiran tidak pernah kehilangan semangat untuk melanjutkan hidup dan melaksanakan ibadah.

Kehidupan sehari-hari Mbah Wasiran tidaklah mudah, namun ia tetap bisa mencukupi kebutuhannya berkat bantuan dari dermawan yang rutin memberikan uang dan sembako setiap bulan. Bantuan tersebut sangat berarti bagi Mbah Wasiran, namun ia tidak pernah bergantung pada orang lain.

Setiap hari, ia memasak makanannya sendiri dengan penuh kemandirian, menunjukkan bahwa meskipun ada keterbatasan, ia tetap bisa menjalani hidup dengan penuh rasa syukur.

Mbah Wasiran selalu mengingatkan dirinya untuk tidak merasa rendah diri atau mengeluh atas kondisinya. Sebaliknya, dia memilih untuk tetap bersyukur dan menjalankan kehidupannya dengan penuh semangat. Ketekunannya dalam melaksanakan sholat lima waktu dan mengumandangkan adzan menjadi contoh bagi orang lain bahwa tidak ada yang bisa menghalangi seseorang untuk menjalankan kewajiban agamanya.

Bagi jamaah yang hadir di masjid saat adzan dikumandangkan, Mbah Wasiran menjadi simbol ketekunan dan keikhlasan. Mereka melihat betapa besar usaha yang dilakukan oleh Mbah Wasiran untuk bisa sampai ke masjid dan mengumandangkan adzan. Keikhlasan Wasiran dalam menjalankan tugasnya menunjukkan bahwa ibadah bukan hanya soal kemampuan fisik, tetapi juga ketulusan hati dalam menjalankannya.

Adzan yang dikumandangkan oleh Mbah Wasiran tidak hanya sebagai panggilan sholat, tetapi juga sebagai pengingat bagi umat untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah. Meskipun hidupnya penuh dengan keterbatasan, Mbah Wasiran tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi umat dengan mengumandangkan adzan. Suara adzan yang ia lantunkan menjadi penanda waktu yang sangat berharga bagi banyak orang.

3 dari 3 halaman

Pelajaran Penuh Haru dari Mbah Wasiran

Kisah hidup Mbah Wasiran juga mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa putus asa dalam menghadapi ujian hidup. Meskipun kehilangan penglihatannya, Mbah Wasiran tetap menjalani hidupnya dengan penuh keyakinan dan semangat. Ketekunan dalam beribadah dan menjalani kehidupan menjadi teladan yang sangat berharga bagi kita semua. Dalam setiap langkah yang ia ambil, Mbah Wasiran menunjukkan bahwa dengan niat yang kuat dan keyakinan kepada Allah, segala rintangan bisa dihadapi.

Mbah Wasiran menjadi contoh bagi kita semua bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk melaksanakan kewajiban agama. Bahkan, keterbatasan tersebut bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih ikhlas. Semangat yang dimiliki oleh Mbah Wasiran menginspirasi banyak orang untuk tidak pernah menyerah dalam menjalani kehidupan, bahkan ketika menghadapi kesulitan yang berat.

Bagi masyarakat di sekitar Masjid Al-Hidayah, Mbah Wasiran bukan hanya seorang pengumandang adzan, tetapi juga sosok yang sangat dihormati dan dicontohkan. Ia telah menunjukkan bahwa kekuatan jiwa dan semangat yang kuat bisa mengatasi segala rintangan fisik. Masyarakat sangat mengapresiasi ketekunan Mbah Wasiran dalam menjalankan ibadah, dan mereka merasa terinspirasi untuk lebih giat dalam beribadah.

Kehidupan Mbah Wasiran yang sederhana namun penuh dengan kebesaran jiwa ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kemewahan atau kelengkapan fisik, melainkan pada kesederhanaan hati dan kedekatan dengan Allah. Meskipun tanpa penglihatan, Mbah Wasiran tetap bisa melihat dengan hati dan menjalani hidup dengan penuh keikhlasan.

Semangat Wasiran dalam menjalani hidup dan menjalankan ibadah menjadi contoh nyata bagi kita semua untuk selalu bersyukur dan tidak pernah menyerah. Meskipun hidupnya penuh dengan tantangan, ia tetap menunjukkan kepada kita bahwa dengan tekad dan doa, segala rintangan dapat dihadapi dengan penuh keberanian dan keikhlasan.

Mbah Wasiran mengajarkan kepada kita bahwa setiap langkah hidup yang kita ambil adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kesulitan dan keterbatasan, kita masih bisa menemukan kebahagiaan sejati jika kita terus berusaha dan bersyukur. Mbah Wasiran adalah contoh hidup yang sangat berharga bagi kita semua, yang menunjukkan bahwa ketulusan dan ketekunan dalam beribadah akan selalu membawa berkah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul