Liputan6.com, Cilacap - Tak banyak yang mengetahui jika Gus Baha kerap melakukan hal yang tergolong sangat unik ini. Termasuk juga sosok ayah Gus Baha ini juga memiliki perilaku yang unik.
Beliau tidak sebagaimana kiai pada umumnya. KH Nursalim ini memiliki kebiasaan saat ada santri yang sedang guyon ia tidak jadi menyuruh santri tersebut.
Ayah Gus Baha melakukan ini bukan tanpa maksud. Di balik itu, yang dilakukan ayah ulama besar ini terkandung makna yang sangat mendalam.
Advertisement
Baca Juga
Lantas apa sebenarnya maksud ayah Gus Baha mengurungkan niatnya menyuruh para santri yang sedang guyon? Begini penjelasan Gus Baha.
Simak Video Pilihan Ini:
Alasan Ayah Gus Baha Sangat Menghormati Orang Lagi Senang
Rupanya Gus Baha melakukan hal ini buah dari pendidikan ayahya. Berdasarkan penuturan Gus Baha saking menghormatinya orang senang, ayah Gus Baha ini tidak jadi memanggil santri yang sedang guyon.
“Kadang sampai saking penghormatannya bapak pada orang senang itu kalau manggil santri sedang guyon atau apa enggak jadi,” tuturnya dikutip dari tayangan YouTube Short @IMRONROSADI-k6o, Rabu (11/12/2024).
Gus Baha mengatakan alasan beliau tidak ingin menggangu orang yang lagi senang. Bagi sebagian orang, bahkan untuk kalangan awam, guyon itu sangat berarti dan berharga.
“Kata beliau orang-orang miskin senang itu mewah, enggak usah diganggu kalau ada kiainya kan sungkan,” sambungnya.
Advertisement
Gus Baha Batal Lewat Jika Ada Santri yang Sedang Guyon
Hal ini terpatri benar di lubuk Gus Baha, sehingga saat ada santri sedang guyon maka beliau tidak akan lewat di depannya. Alasannya sederhana tetapi sangat mendalam.
Gus Baha tidak ingin merusak kebahagiaan santrinya itu. Sebab jika ia lewat di depannya tentu saja guyon itu terhenti seketika, padahal bahagia itu menurutnya mahal.
“Sampai sekarang saya keterusan, kalau santri sedang guyon itu saya mau lewat enggak jadi, takut kalau ada kiainya langsung diam," ujarnya.
Lebih lanjut Gus Baha menuturkan, dirinya mengalah untuk tidak lewat di depan mereka karena takut membuat mereka (para santri) sungkan.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul