Sukses

Tatkala Rasulullah Tunggu Malaikat Jibril tapi Tak Datang, Sejarah 'Insya Allah' Disyariatkan

Kisah ini memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya melibatkan Allah SWT dalam setiap langkah kehidupan

Liputan6.com, Jakarta - Kisah tentang asal-usul munculnya kata "Insya Allah" sering menjadi perbincangan menarik, terutama bagi umat Islam. Ungkapan yang berarti "jika Allah menghendaki" ini memiliki sejarah yang sangat mendalam dalam syariat Islam, sebagaimana dijelaskan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam salah satu ceramahnya.

Dalam sebuah video di kanal YouTube @takmiralmukmin, Gus Baha memaparkan bagaimana kata "Insya Allah" pertama kali disyariatkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Kisah ini terkait dengan kejadian luar biasa yang melibatkan wahyu Allah melalui Malaikat Jibril.

Menurut Gus Baha, pada suatu waktu, Rasulullah SAW menghadapi pertanyaan sulit dari sekelompok orang Yahudi. Mereka bertanya tentang beberapa hal, seperti kisah Zulkarnain, hakikat roh, dan sosok Luqman al-Hakim. Dengan keyakinan penuh, Rasulullah SAW menjanjikan jawaban keesokan harinya.

"Rasulullah waktu itu sangat yakin, karena beliau sering dibimbing oleh Malaikat Jibril. Namun, malam itu Jibril tidak datang. Nabi menunggu, tetapi wahyu tidak kunjung turun," ujar Gus Baha.

Kondisi ini membuat Rasulullah SAW berada dalam tekanan. Pertanyaan itu datang dari orang-orang Yahudi yang kerap meragukan kerasulan beliau. Rasulullah kemudian menyampaikan keluhannya kepada Jibril ketika ia akhirnya datang membawa wahyu.

Jibril pun turun membawa firman Allah dalam Surah Al-Kahfi Ayat 23-24, yang menjadi pengingat agar setiap janji senantiasa disandarkan kepada kehendak Allah SWT:

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hal Ini Menunjukkan Kepasrahan

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىْءٍ إِنِّى فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا

Wa lā taqụlanna lisyai`in innī fā'ilun żālika ghadā

Artinya: "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,’"

Ayat ini disusul dengan perintah untuk senantiasa mengucapkan "Insya Allah" sebagaimana tertulis dalam ayat berikutnya:

إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ

Illā ay yasyā`allāh

"Kecuali dengan mengatakan: ‘Insya Allah.’"

Sejak saat itu, Rasulullah SAW mensyariatkan umat Islam untuk selalu mengucapkan "Insya Allah" ketika berjanji atau merencanakan sesuatu.

"Ini adalah bentuk pasrah dan tawakal kepada Allah. Kita menyadari bahwa apa pun yang kita rencanakan tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya," jelas Gus Baha.

Kisah ini memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya melibatkan Allah SWT dalam setiap langkah kehidupan. Rasulullah SAW sendiri menjadikan peristiwa ini sebagai momen untuk mengajarkan umat Islam agar selalu mengingat kekuasaan Allah.

Menurut Gus Baha, kebiasaan Rasulullah mengucapkan "Insya Allah" menjadi bukti bahwa manusia, sekalipun nabi, tidak dapat memastikan sesuatu tanpa izin Allah. Ini adalah pelajaran besar bagi umat Islam untuk senantiasa berserah diri.

"Insya Allah adalah ungkapan yang menunjukkan kepasrahan. Kita tidak boleh terlalu percaya diri terhadap apa yang akan kita lakukan di masa depan tanpa menyandarkan semuanya kepada Allah," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Bukti Manusia Memiliki Keterbatasan

Penggunaan kata "Insya Allah" juga menjadi pengingat bahwa manusia memiliki keterbatasan. Meskipun berusaha, hasil akhir tetap berada di tangan Allah SWT.

Selain itu, Gus Baha mengingatkan bahwa ungkapan "Insya Allah" tidak hanya sebuah kata yang diucapkan, tetapi harus disertai dengan niat yang tulus. "Mengucapkan Insya Allah harus serius, bukan sekadar basa-basi untuk menghindari tanggung jawab," tegasnya.

Penjelasan Gus Baha ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana Islam mengajarkan keseimbangan antara usaha dan tawakal. Umat Islam diajarkan untuk berencana dengan sungguh-sungguh, namun tetap menyerahkan hasilnya kepada kehendak Allah.

Kisah ini juga menegaskan kedudukan Rasulullah SAW sebagai hamba Allah yang senantiasa tunduk pada perintah-Nya. Meskipun memiliki kedudukan mulia, Rasulullah tetap diajarkan untuk bersikap rendah hati dan menggantungkan segala sesuatu kepada Allah.

Melalui ceramahnya, Gus Baha menekankan bahwa kisah ini bukan hanya sejarah, tetapi juga pelajaran untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan kuasa Allah.

Kata "Insya Allah" adalah simbol keimanan seorang muslim, sebuah pengakuan bahwa hanya Allah yang memiliki kendali penuh atas segala sesuatu di dunia ini. Gus Baha mengajak umat Islam untuk menjadikan kata ini sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

"Setiap kali kita berjanji, mari libatkan Allah. Ucapkan Insya Allah dengan hati yang penuh keyakinan dan kesadaran," tutup Gus Baha.

Ceramah ini tidak hanya menggugah kesadaran, tetapi juga memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Kata "Insya Allah" menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan ajaran kebijaksanaan dan ketaatan kepada Sang Pencipta.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul