Sukses

Mengapa Al-Qur’an Dimulai Huruf Ba’? Begini Penjelasan Filosofis Gus Baha

Huruf ba' merupakan huruf yang sangat istimewa, beriku ini penjelasan Gus Baha

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu huruf hijaiyah yakni huruf ba’. Huruf ini berada di urutan nomor dua setelah alif. Bagi kalangan awam, ba’ tak ubahnya hanya sekadar salah satu huruf saja.

Lain halnya dengan orang khawas yang memiliki pandangan dan pengetahuan yang khusus dan mendalam, ba’ bukan hanya sekadar huruf an-sich, namun ba’ ini merupakan huruf yang sangat istimewa.

Ulama kharismatik asal Rembang, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) memberikan penjelasan filosofis atau mendalam terkait keistimewaan huruf ba’ ini.

Menurutnya, huruf ba’ ini sangat istimewa. Saking istimewanya, huruf ba’ ini menempati posisi paling awal atau permulaan Al-Qur'an, yakni terdapat dalam lafal basmallah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Makna Mendalam di Balik Ba' sebagai Huruf Pertama dalam Al-Qur'an

Gus Baha menjelaskan bahwa dibalik alasan ba' sebagai huruf permulaan Al-Qur'an sebab Allah SWT ingin menunjukkan kepada manusia bahwa asal muasal wujud itu berasal dari satu titik. Ini artinya bahwa Allah SWT ialah Dzat yang Tunggal yang Maha Menciptakan seluruh makhluk di jagad raya ini.

“Kenapa al-Qur'an dimulai dari Ba’ dan ba’ dimulai ada titiknya satu?” kata Gus Baha mengawali pembahasannya dengan pertanyaan menarik sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @ SepertigaMalam420, Selasa (17/12/2024).

“Itu Allah seakan-akan mau maklumatkan bahwa awwalu hadil maujudat adalah nuktah wahidah," sambungnya.

Gus Baha memberikan analogi perihal tersebut di atas bahwa saat kita menggambar apa saja pasti dimulai dari satu titik, tidak mungkin dimulai dari titik yang jumlahnya lebih dsari satu.

"Pertama wujud, kamu gambar apa saja, saya sering cerita ini tak ulang-ulang, kamu gambar apa saja, entah gambar jelek atau bagus tetap dimulai dari satu titik,” paparnya.

3 dari 3 halaman

Huruf Ba’ Muara Segala Ilmu

Mengutip aliflam.staidk.ac.id, terdapat sebagian kalangan yang beranggapan bahwa rahasia segala macam ilmu terhimpun dalam satu huruf, yaitu huruf ba’ yang merupakan hidangan huruf pertama dalam rangkaian pembuka ayat al-Qur’an, Bismillâhirrahmânirrahîm.

Anggapan demikian umumnya terdapat di kalangan kelompok sufi, sebagaimana yang dinyatakan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani dalam karyanya Taj al-Tafāsir li Kalām al-Malik al-Kabīr, isi kandungan seluruh ayat al-Qur’an terhimpun dalam surah al-Fatihah; kandungan al-Fatihah terangkum dalam penggalan basmalah; sedang basmalah terhimpun dalam huruf ba’ (yang dibaca bi).

Di kalangan penganut ‘irfani (tasawuf filosofis) menyertakan ‘titik’ yang ada pada huruf ba’ sebagai komponen penghimpun makna basmalah. Pandangan ini dinyatakan oleh al-Khomeini, seorang tokoh ulama kharismatik di kalangan Syi’ah, yang diistilahkannya dengan jam’ al-jam’ al-Qur’ani (kesatuan kolektif Qur’ani).

Huru ba’ adalah huruf yang berdiri sendiri yang memiliki makna tanpa bantuan variabel huruf lainnya (huruf ma’āni), sedangkan huruf sin pada lafaz basmalah itu adalah huruf yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia merupakan huruf mabāni (abjad) dari penggalan kata ismun yang jatuh setelah huruf ba’ (dibaca bi).

Karenanya, jika ingin menemukan makna yang ideal, cara yang seharusnya dilakukan adalah mengungkap makna huruf ba’ dan kata ismun pada lafaz Bismillah secara holistik, yakni dengan mengikutsertakan huruf mim yang melekat setelah huruf sin tersebut.

Hal ini terdapat dapat sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Isa ibn Maryam dikirim oleh ibundanya untuk menimba ilmu kepada salah seorang guru, berkatalah seorang guru itu kepada Isa, ‘Bacalah olehmu Bismillâhirrahmânirrahîm!’ Lalu Isa bertanya, ‘Apakah Bismi itu wahai guru?’ Sang guru kemudian menjawab, ‘Huruf ba’ dari kata itu berarti bahâ’ullah (Keagungan Allah), sin berarti sanâ’ullah (Kemuliaan Allah), sedangkan mim berarti mamlakatullah (Kerajaan Allah).” Demikian hadis yang tertuang dalam kitabnya al-Gunyah yang ditulis Syaikh Abdul Qâdir al-Jîlanî, seorang sufi kenamaan yang digelari ‘sulṭân al-auliyâ’ dari Baghdad yang wafat pada tahun 561 H.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul