Liputan6.com, Jakarta - Menikmati kehidupan dunia memang hak setiap manusia, tetapi KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengingatkan agar kenikmatan dunia tersebut tidak dihabiskan. Menurutnya, ada konsekuensi yang perlu direnungkan terkait cara manusia memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah.
Pesan ini dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin. Dalam video tersebut, Gus Baha mengisahkan bagaimana Allah SWT mengkritik suatu kaum yang menghabiskan seluruh kenikmatan hanya untuk kehidupan dunia.
Gus Baha menjelaskan, "Allah itu mengkritik satu komunitas kaum yang zaman di dunia menghabiskan semua kenikmatan." Dari kisah ini, ia mengajak umat Islam untuk lebih berhati-hati dalam memanfaatkan nikmat, agar tidak menghabiskan jatah kebahagiaan di akhirat.
Advertisement
Ia mencontohkan fenomena yang sering terjadi, seperti syukuran besar-besaran yang berlebihan. "Jangan-jangan jatah kita di akhirat habis di dunia," ungkapnya, memberikan perspektif untuk lebih bijak dalam mensyukuri nikmat.
Dalam penjelasannya, Gus Baha mengisahkan kehidupan Rasulullah SAW yang penuh dengan kesederhanaan. Nabi Muhammad SAW pernah mengalami tiga hari tanpa makanan, hanya bertahan dengan kurma dan air putih. Hal ini menunjukkan bahwa kesederhanaan adalah bagian dari teladan Nabi.
Gus Baha melanjutkan cerita tentang bagaimana suatu hari seorang sahabat yang baik hati menyembelihkan kambing untuk Rasulullah SAW. Ketika makanan dihidangkan, Nabi hanya makan setengah piring dan kemudian berhenti.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pesan Mendalam Rasulullah, dari Surat At-Takatsur Ayat 8
Ketika ditanya mengapa Nabi berhenti makan, padahal sudah tiga hari tidak makan, Nabi menjawab dengan kutipan yang ada pada Surat At-Takatsur Ayat 8:
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
Artinya: "Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)."
Menurut Gus Baha, jawaban Rasulullah SAW tersebut mengandung pesan mendalam. Setiap nikmat yang kita terima di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Oleh karena itu, kenikmatan tersebut harus digunakan dengan bijak dan penuh rasa syukur.
Ia juga menegaskan bahwa kesederhanaan Nabi bukan berarti menolak nikmat, tetapi menunjukkan betapa berharganya nikmat yang Allah berikan. Nabi memilih untuk menggunakannya secukupnya, sebagai bekal untuk beribadah.
Dalam pandangan Gus Baha, kesederhanaan adalah cara terbaik untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan persiapan untuk akhirat. Dengan hidup sederhana, seseorang dapat lebih fokus pada tujuan utama kehidupannya, yaitu beribadah kepada Allah.
Gus Baha mengingatkan bahwa tidak ada salahnya menikmati kenikmatan dunia, asalkan tidak berlebihan dan tetap ingat bahwa ada kehidupan yang lebih kekal setelah dunia ini.
Advertisement
Hidup Disandarkan Kenikmatan Dunia, Bakal Merugi di Akhirat
Pesan ini menjadi relevan di tengah gaya hidup modern yang cenderung materialistis. Menurut Gus Baha, hidup yang terlalu berorientasi pada kenikmatan dunia hanya akan menimbulkan kerugian di akhirat.
Ia juga mengingatkan bahwa banyaknya nikmat yang diterima seseorang bukanlah ukuran kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati justru datang dari rasa syukur dan kemampuan untuk memanfaatkan nikmat dengan cara yang benar.
Gus Baha menutup pesannya dengan ajakan untuk lebih banyak bersyukur atas nikmat kecil sekalipun. Menurutnya, sikap ini akan membantu manusia menjalani hidup dengan lebih tenang dan bermakna.
Kisah Nabi yang sederhana dan penuh rasa syukur menjadi teladan penting bagi umat Islam. Gus Baha mengajak umat untuk meneladani sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada akhirnya, pesan ini adalah pengingat bahwa kenikmatan dunia hanyalah sementara. Menggunakannya dengan bijak dan penuh syukur adalah kunci untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan memahami pesan ini, umat Islam dapat menjalani hidup dengan lebih seimbang, tidak terjebak dalam kenikmatan dunia, tetapi juga tidak melupakan tujuan akhir kehidupan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul