Sukses

Jangan Jadikan Harta di Hati, Cukup di Tangan Saja.. Begini Cara Mendapat Kebahagiaan Sejati Kata Buya Yahya

Menurut Buya Yahya, manusia tidak dilarang untuk mencari rezeki. Namun, ada batasan yang perlu diperhatikan agar harta tidak menjadi pusat kehidupan.

Liputan6.com, Jakarta - Harta sering kali menjadi daya tarik utama bagi manusia, karena dianggap sebagai simbol kesuksesan, keamanan, dan kebahagiaan. Hampir semua orang memiliki kecenderungan untuk mencintai harta, baik sebagai alat pemenuh kebutuhan hidup maupun sarana mewujudkan impian.

Namun, kecintaan yang berlebihan terhadap harta dapat membuat manusia lupa bahwa sejatinya harta hanyalah titipan sementara yang harus dipertanggungjawabkan. Menjaga keseimbangan antara mencari rezeki dan tidak menjadikan harta sebagai pusat kehidupan adalah kunci agar harta membawa berkah, bukan kehancuran.

Harta dan dunia sering kali menjadi ujian besar bagi manusia. Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya menekankan pentingnya menempatkan dunia di tangan, bukan di hati. Pesan ini ia sampaikan dalam sebuah kajian yang dikutip dari kanal YouTube @buyayahyaofficial.

Menurut Buya Yahya, manusia tidak dilarang untuk mencari rezeki. Namun, ada batasan yang perlu diperhatikan agar harta tidak menjadi pusat kehidupan. Ia mengingatkan, “Jangan jadikan dunia di hatimu, karena itu bisa menghancurkan kebahagiaanmu.”

Ia memberi contoh, seseorang yang memiliki lima pabrik kemudian salah satu pabriknya terbakar. Alih-alih bersyukur karena masih memiliki empat pabrik, orang tersebut malah stres hingga jatuh sakit. “Itu bodoh,” ujar Buya Yahya, mengingatkan bahwa kesehatan dan akal sehat jauh lebih berharga daripada harta benda.

Harta kekayaan yang hilang, misalnya uang dua miliar dari total empat miliar, tidak seharusnya membuat seseorang kehilangan akal. “Masih ada dua miliar lagi. Jangan sampai gara-gara kehilangan, malah jatuh sakit atau bahkan gila,” tambahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kebahagiaan Sejati

Buya Yahya menegaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah dari seberapa banyak harta yang dikumpulkan, tetapi dari seberapa ikhlas hati dalam menerima dan berbagi.

“Orang yang dermawan, meskipun kehilangan harta, tetap merasa senang karena ia sudah terbiasa memberi,” ucapnya.

Ia menggambarkan bahwa kebahagiaan sejati adalah saat seseorang mampu berbagi dengan orang lain, seperti membantu masjid, pesantren, atau mereka yang membutuhkan.

Bahkan di saat kehilangan, orang yang ikhlas tetap merasakan kebahagiaan.

“Orang yang hatinya tidak terikat pada harta akan merasa ringan ketika memberi. Ia tahu bahwa harta adalah titipan dan alat untuk berbuat kebaikan,” ujar Buya Yahya.

Dalam kajiannya, Buya Yahya juga menekankan bahwa bekerja keras untuk mencari rezeki tetap menjadi kewajiban. Namun, ia mengingatkan agar manusia tidak terlalu terikat pada hasil yang didapatkan.

Harta yang dikumpulkan dengan susah payah, menurutnya, hanya akan berarti jika digunakan untuk kebaikan. “Kebahagiaan bukan di saat mengumpulkan kekayaan, tetapi di saat kita bisa membuat orang lain bahagia,” jelasnya.

3 dari 3 halaman

Harta Senjata Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT

Buya  mengajak umat Islam untuk menjadikan harta sebagai alat mendekatkan diri kepada Allah. Dengan cara ini, hati tetap tenang, dan hidup menjadi lebih bermakna.

Buya Yahya juga mengingatkan agar manusia tidak menjadikan harta sebagai tolok ukur kebahagiaan. Ia mencontohkan banyak orang yang memiliki harta melimpah, tetapi hidup dalam kecemasan dan kesedihan.

Sebaliknya, orang yang ikhlas dan tidak terikat pada dunia akan merasa bahagia meskipun kehilangan harta. “Karena kesenangan mereka ada di hati, bukan di tangan,” tegas Buya Yahya.

Ia menyebutkan bahwa kegembiraan sejati adalah saat seseorang mampu berbagi tanpa rasa berat. Dengan begitu, harta yang dimiliki menjadi berkah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Kepada umat Islam, Buya Yahya mengingatkan untuk selalu menata hati dalam urusan duniawi. Dengan hati yang benar, manusia tidak akan mudah terguncang oleh kehilangan atau musibah.

Dalam penutup kajiannya, Buya Yahya mengajak umat untuk menempatkan harta pada tempat yang seharusnya, yaitu sebagai alat, bukan tujuan. “Jika hati kita tenang, maka kebahagiaan akan datang dengan sendirinya,” ucapnya.

Pesan ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk lebih bijak dalam memandang harta dan dunia. Menjadikan harta sebagai alat untuk kebaikan adalah cara terbaik untuk meraih kebahagiaan sejati.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul