Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik sekaligus Pengasuh LPD Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya mengungkapkan golongan yang lebih hebat dari ahli ibadah. Golongan ini disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu riwayat hadis.
Buya Yahya mengatakan, dalam hadis nabi disebutkan ada dua golongan yang dibandingkan oleh Rasulullah SAW, yakni ahli ibadah (âbid) dan ahli ilmu (âlim). Ahli ilmu adalah orang mengetahui tentang hukum-hukum syariat, termasuk haram-halal sebuah perkara.
Nabi Muhammad SAW menyanjung ahli ibadah. Golongan ini sangat istimewa karena selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ahli ibadah sangat mulia karena menjadikan hidupnya dengan Allah. Namun, kata Buya Yahya, orang berilmu lebih hebat dari ahli ibadah.
Advertisement
Baca Juga
“Ahli ibadah sangat istimewa, sangat mulia. Akan tetapi, nabi memberi tahu ada sesuatu yang ternyata lebih mulia dari itu semuanya. Ada yang mengunggulinya (yaitu orang berilmu). Jadi, ini menuntut ilmu istimewa,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Senin (23/12/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Keutamaan Orang Alim Dibanding Ahli Ibadah
Kemudian, Rasulullah SAW mengungkapkan keutamaan orang berilmu dibandingkan seorang ahli ibadah tapi tidak alim. ”Seperti keutamaanku dibanding yang paling biasa paling rendah di antara orang-orang beriman. Jadi begitulah keutamaannya, keutamaan orang alim seperti aku (Rasulullah SAW) dan sahabat nabi yang paling biasa,” jelas Buya Yahya.
Penjelasan Rasulullah SAW memicu pertanyaan lanjutan. Mengapa orang alim lebih unggul dari ahli ibadah? Padahal keduanya sama-sama diterima oleh Allah SWT.
“Nabi menjelaskan alasannya. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya dan penghuni langit-bumi semuanya sampai semut-semut di lubang persembunyiannya, sampai kehidupan di laut, sungguh mereka mendoakan untuk orang yang mengajari orang dengan kebaikan,” kata Buya Yahya.
“Jadi, seorang alim yang mengajarkan ilmunya itu ternyata didoakan oleh penghuni langit dan penghuni bumi, juga malaikat-malaikat. Ini keutamaannya. Ini imbauan agar semua dari kita rindu untuk menjadi orang yang alim, punya ilmu,” tambah Buya Yahya.
Buya Yahya melanjutkan, dengan ilmu seorang muslim bisa menghindari sesuatu yang haram. Bahkan, yang menjadikan ahli ibadah diterima atau tidak amalnya karena tahu ilmunya, tahu bagaimana cara ibadah yang baik.
“Maka dari itu, ayo gugah hati kita untuk rindu mendapatkan pangkat orang alim tersebut. Jadi, orang alim yang disanjung oleh baginda Nabi SAW,” pungkasnya.
Advertisement
Redaksi Hadisnya
Berikut redaksi hadis tentang ahli ilmu lebih mulia dari ahli ibadah.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Artinya: “Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian,’ kemudian beliau melanjutkan sabdanya, ‘Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia’.”
Hadis ini diriwayatkan dalam Sunan at Tirmidzi, Kitab al-‘Ilm, Bab Mâ Jâa fî Fadhl al-‘Ilmi ‘alâ al-‘Ibâdah.
Mengutip cintaquran.center, berkenaan dengan hadis di atas, menurut Ali bin Sulthan Muhammad al Qari dalam Mirqât al-Mafâtih, yang dimaksud al-‘âlim di sini adalah orang yang berilmu dalam ilmu-ilmu syar’i, berbarengan dengan dirinya menjalankan kewajiban-kewajiban ‘ubudiyah. Sedangkan menurut Muhammad bin Ismail al ‘Amir as Shan’ani dalam kitab At Tanwir Syarh Al Jami’ as Shagir, al-‘âlim adalah orang yang menyebarkan ilmunya.
Al-‘alim juga diartikan orang yang memiliki ilmu sehingga dengan ilmunya itu ia dapat menjalankan ibadah baik ibadah badan seperti salat, puasa, dan sebagainya, maupun ibadah qalbu seperti tawakul, khusyu’ dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dengan al-‘âbid (ahli ibadah) menurut Al Qari adalah orang yang orang yang mengabdikan dirinya hanya untuk ibadah saja. Bisa juga âbid diartikan sebagai orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah.
Sabda beliau, “keutamaan âlim (ahli ilmu) atas âbid (ahli ibadah) sebagaimana keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian (sahabat)”, menurut At Thayibi, bermakna bahwa seorang âlim haruslah menjalankan ibadah dan seorang ahli ibadah haruslah beribadah atas dasar ilmu. Dapat dipahami, kedudukan ilmu amat penting, sebab ilmu harus lebih didahulukan daripada amal. Bahkan, ke-shahih-an amal sangat bergantung kepada ilmu.
Hal tersebut wajar, mengingat kalimat “sebagaimana keutamaanku atas yang paling rendah di antara kalian” merupakan kalimat dengan uslub (gaya) mubâlaghah (hiperbolik) untuk menunjukkan ketinggian derajat orang alim di atas ahli ibadah.
Dari sini dapat dipahami mengapa ilmu lebih ditinggikan atas amal. Sebab, tanpa ilmu, pelaksanaan amal ibadah dapat terjerumus ke dalam kesalahan.
Karenanya, seorang ahli ibadah mestilah berupaya untuk memperoleh manfaat ilmu lewat aktifitas ta’lim (pengajaran) yang diberikan oleh para ‘âlim, dalam rangka memperbaiki amal ibadahnya. Hal ini juga sekaligus menunjukkan keutamaan para ‘âlim yang mengajarkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya kepada ahli ibadah.
Rasulullah SAW menambahkan bahwa Allah, penduduk langit, yakni para malaikat dan penduduk bumi, yakni manusia, jin dan hewan-hewan bershalawat atas para ‘alim. Maksud bershalawat di sini adalah mendoakan.
Apa sebab semua makhluk mendoakan orang ‘alim? Sebabnya adalah aktivitasnya menyebarkan ilmu. Dari sini dapat diambil pelajaran penting bahwa ilmu itu manfaatnya lebih luas dari ibadah. Sebab, ilmu itu sendiri pada dasarnya adalah wajib untuk dicari, sedangkan melaksanakan ibadah nafilah (sunnah) itu tidak wajib
Wallahu a’lam.