Liputan6.com, Cilacap - Syekh Nawawi al-Bantani merupakan salah satu ulama tanah air yang dijuluki sebagai Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpinnya ulama Hijaz). Julukan ini disebabkan kemasyhuran Syekh Nawawi al-Bantani kedalaman ilmu agamanya.
Berdasarkan riwayat, selain kepada ayahandanya sendiri, ulama asal Tanara, Banten ini juga berguru kepada sejumlah ulama tanah air, seperti KH Sahal Banten dan Syaikh Baing Yusuf Purwakarta.
Atas ketekunannya ini, Syekh Nawawi al-Bantani telah menjadi guru yang mengajari banyak orang saat usianya belum genap mencapai 15 tahun. Setelah mencapai usia 15 tahun beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan haji sekaligus belajar agama di sana.
Advertisement
Selain sebagai ulama, Syaikh Nawawi juga merupakan seorang wali yang memiliki karomah yang hebat. Salah satu karomahnya ialah jari tangannya yang mengeluarkan api dan mampu menerangi sekitarnya.
Baca Juga
Adapun kisah karomah Syaikh Nawawi al-Bantani tentang ini sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @karomah_tv, Senin (23/12/2024).
Simak Video Pilihan Ini:
Jempolnya Mengeluarkan Api
Syaikh Nawawi al-Bantani merupakan penulis yang produktif dengan karya-karya yang populer di komunitas Pesantren Nusantara.
Ada sebuah kisah yang disarikan dalam cerita lisan yang berkembang di komunitas Pesantren. Suatu ketika, Syaikh Nawawi al-Bantani sedang menulis Syarah kitab Hidayah al-Bidayah karya Imam al-Ghazali.
Tiba-tiba lampu yang meneranginya padam sebab minyak lampu itu habis. Ketika itu beliau sedang naik unta dan tidak membawa persediaan minyak untuk lampu itu.
Syaikh Nawawi memang sosok ulama yang tidak menyia-nyiakan waktunya. Beliau selalu mengisinya dengan sesuatu yang berguna. Di punggung unta saja beliau masih sempat menulis sebuah kitab.
Atas kendala yang dialami ketika menulis kitab itu, maka Syaikh Nawawi berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah bila kitab ini dianggap peting dan bermanfaat untuk kaum muslimin, semoga Allah memberikan sinar,”
Hal ini beliau panjatkan supaya bisa meneruskan menulis kitab ini. Tiba-tiba keluarlah api dari jari jempol beliau sehingga menerangi sekitarnya. Dengan cahaya api yang berasa dari jari jempolnya itu, maka Syaikh Nawawi akhirnya bisa meneruskan menulis kitab syarah itu.
Advertisement
Sekilas tentang Syaikh Nawawi al-Bantani
Mengutip mahadannur.id, Syaikh Nawawi al-Bantani lahir di Kampung Tanara, Desa Tanara. Ia adalah sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa (sekarang menjadi Kecamatan Tanara), Kabupaten Serang, Banten. Beliau lahir pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi al-Bantani.
Artikel lainnyaSultan Muhammad Al-Fatih; Pemuda Tangguh, Beriman TeguhImam al-Ghazali, Perang Salib, dan Pembebasan PalestinaSa’id bin Musayyib, Penghulu Para Tabi’in Beliau adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ayah Syaikh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syaikh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Dari silsilahnya, Syaikh Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon, yaitu keturunan dari putera Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyararas (Tajul, Arasy).
Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad ﷺ melalui Imam Ja’far Shadiq, Imam Muhammad al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husen, Siti Fatimah az-Zahra.
Syaikh Nawawi mempunyai dua orang istri yaitu Nasimah yang merupakan istri tertua dan Hamdanah sebagai istri muda. Dari Nasimah Syaikh Nawawi memiliki tiga keturunan yang semuanya perempuan yaitu Ruqayah, Nafisah dan Maryam. Sedangkan dari Hamdanah beliau memiliki satu keturunan yang bernama Zuhro.
Beliau masyhur dengan julukan Sayyid ulama al-Hijaz (Pemimpin ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang mumpuni ilmunya), A’yan ulama al-Qarn ar-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh ulama Abad 14 Hijriyah), Nawawi at-Tsani (Nawawi kedua), orang pertama yang memberi gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, Asy-Syaikh al-Faqih (disematkan oleh kalangan pesantren), Bapak Kitab Kuning Indonesia (disematkan oleh para Ulama Indonesia), hingga julukan Imam ulama al-Haramain, (Imam ulama dua Kota Suci).
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul