Sukses

Kisah UAH Mimpi Bertemu Gus Dur saat Hendak Ajarkan Kitab Karya KH Hasyim Asy'ari, Masya Allah

Dalam mimpi itu, UAH bertemu dengan Gus Dur, dan saat itu ia meminta izin untuk mengajar kitab Adab Al-Alim wal Muta'allim, sebuah kitab yang ditulis oleh KH Hasyim Asy'ari

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menceritakan sebuah pengalaman spiritual yang tak terlupakan. Dalam mimpi yang ia alami, ia merasa bertemu dengan sosok yang sangat dihormati, Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia yang juga dikenal sebagai tokoh agama yang besar.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SugionoSugik, Ustadz Adi Hidayat mengisahkan bahwa pertemuan tersebut sangat berkesan baginya.

Malam sebelum ia hendak mengajar, Ustadz Adi Hidayat mengalami mimpi yang luar biasa. Dalam mimpi itu, ia bertemu dengan Gus Dur, dan saat itu ia meminta izin untuk mengajar kitab Adab Al-Alim wal Muta'allim, sebuah kitab yang ditulis oleh KH Hasyim Asy'ari.

"Besoknya mau ngajar, malamnya saya mimpi ketemu Gus Dur. Saya bilang, 'Gus, saya izin mau ngajar kitab ini'," ujar Ustadz Adi Hidayat mengenang mimpinya.

Meskipun tidak ada kata-kata yang terucap, dalam mimpi tersebut Gus Dur hanya menatapnya dan memberikan senyuman yang sangat dalam maknanya. Bagi Ustadz Adi Hidayat, senyuman itu merupakan sebuah ijazah, tanda restu dan dukungan untuk melanjutkan dakwah dan pengajarannya.

Ia menyadari bahwa mungkin Gus Dur bertanya-tanya dalam hatinya, "Iki kok piye, orang Muhammadiyah ngajar kitabnya KH Hasyim Asy'ari?" namun senyuman itu sudah cukup untuk meyakinkan Ustadz Adi Hidayat bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang benar.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Jelaskan NU di Muhammadiyah

Ustadz Adi Hidayat lalu menceritakan latar belakang hidupnya, yang ternyata cukup unik. Meskipun ayahnya adalah seorang ustadz yang mengajar di NU di Pandeglang, ia justru mendapatkan pendidikan di sekolah Muhammadiyah. Baru setelah dewasa, ia mengetahui bahwa hal ini merupakan bagian dari risalah yang diberikan orang tuanya.

"Kenapa saya dimasukkan ke sekolah Muhammadiyah? Baru tahu saya setelah dewasa. Ternyata salah satu risalahnya adalah supaya saya bisa menerangkan tentang NU di Muhammadiyah," kata Ustadz Adi Hidayat dengan penuh rasa syukur.

Kisah hidupnya yang penuh dengan percampuran antara dua organisasi besar Islam di Indonesia ini membentuk pandangannya tentang bagaimana dakwah dan pengajaran agama seharusnya dijalankan. Ia merasa bahwa ia berada di jalan yang benar, karena kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yaitu menebarkan kebaikan dan rahmat Allah.

Ustadz Adi Hidayat mengungkapkan bahwa ia merasa mendapat tugas besar untuk mengajarkan kitab-kitab Islam kepada umat, termasuk kitab Adab Al-Alim wal Muta'allim. Kitab ini memiliki pesan penting tentang adab dan etika dalam menuntut ilmu, yang sangat relevan dalam konteks kehidupan umat Islam saat ini.

Ia menjelaskan bahwa pertemuan dengan Gus Dur, meskipun dalam mimpi, memberi kekuatan bagi dirinya untuk terus mengajarkan ilmu dengan penuh rasa tanggung jawab. Senyuman Gus Dur menjadi semacam restu, yang memberinya keyakinan bahwa apa yang ia lakukan sudah benar.

"Jadi itu yang menjadikan saya, kalau saya mengajar dan sebagainya, saya buka dan saya kupas," tambahnya, menunjukkan tekadnya untuk terus mengembangkan pemahaman tentang agama dan berbagi ilmu dengan umat.

3 dari 3 halaman

Ajakan UAH untuk Memahami Konteks Agama

Menurut Ustadz Adi Hidayat, apa yang diharapkan oleh orang tuanya melalui pendidikan yang ia jalani tidak akan mungkin tercapai jika hanya berdasarkan gagasan besar. "Itu tidak akan mungkin tercapai kecuali dari yang kecil-kecil dulu di dalamnya," ungkapnya dengan bijaksana.

Ia menganggap bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil dalam menjalani dakwah dan pengajaran agama adalah bagian dari proses menuju tujuan yang lebih besar. Oleh karena itu, ia berusaha untuk memulai dari hal yang sederhana, dengan memberi pengajaran kepada umat sesuai dengan kapasitas dan pemahamannya.

"Saya akan turunkan sedikit spektrumnya dengan nilai terkecilnya," ujar Ustadz Adi Hidayat, menggambarkan bagaimana ia menyesuaikan pengajaran dengan kemampuan dan situasi yang ada di masyarakat.

Ia juga mengingatkan pentingnya memahami konteks dalam mengajarkan ilmu agama. Menurutnya, pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman dan kondisi umat yang sedang diajari. Setiap generasi memiliki tantangan dan peluangnya sendiri, sehingga pengajaran yang diberikan harus mampu menjawab persoalan yang dihadapi.

Selain itu, Ustadz Adi Hidayat mengajak umat Islam untuk terus belajar dan tidak merasa cukup dengan pengetahuan yang ada. Menurutnya, ilmu agama adalah sesuatu yang tidak terbatas dan harus terus diperbaharui agar tetap relevan dengan zaman.

"Saya merasa bahwa tugas saya adalah terus mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi umat, dan itu harus dilakukan dengan penuh ikhlas dan tanpa pamrih," tambahnya.

Dalam hal ini, Ustadz Adi Hidayat mengajak umat untuk tidak terjebak dalam perbedaan, baik itu antara Muhammadiyah dan NU, atau perbedaan lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana kita semua dapat saling mendukung dan bekerja sama dalam kebaikan.

"Perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk saling melengkapi. Kita semua berada di jalan yang sama, yaitu jalan menuju ridha Allah," ujarnya.

Seniman spiritual seperti Gus Dur telah mengajarkan kepada umat Islam pentingnya sikap rendah hati dan inklusif dalam menjalani kehidupan beragama. Senyuman dalam mimpi Ustadz Adi Hidayat menjadi simbol dari sikap tersebut, yang mengajarkan bahwa kita harus terus bergerak maju meskipun menghadapi berbagai tantangan.

Ustadz Adi Hidayat berharap agar pengalaman spiritual yang ia bagikan ini bisa menjadi inspirasi bagi umat untuk selalu menuntut ilmu dengan tulus dan menjalin hubungan yang baik dengan sesama.

Dengan semangat yang menggebu-gebu, Ustadz Adi Hidayat terus berkomitmen untuk menyampaikan dakwah dan ilmu agama dengan cara yang penuh kasih sayang dan kedamaian, seperti yang dicontohkan oleh Gus Dur.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul