Sukses

Kisah Gus Dur Ungkap Makam Wali Qutub di Kaki Gunung Lawu yang Semula jadi Tempat Kaum Abangan Berziarah

Gus Dur membuka pandangan baru tentang siapa sebenarnya Eyang Gusti Aji yang dimakamkan di sana. Ternyata, makam tersebut bukan hanya sekadar tempat ziarah bagi kaum abangan, tetapi juga menyimpan rahasia spiritual yang lebih dalam.

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang tokoh besar seperti KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mampu menyentuh dimensi spiritual yang jauh lebih dalam dari yang biasa kita lihat?

Salah satu pengalaman spiritual yang luar biasa terjadi ketika Gus Dur mengajak asisten pribadinya, Sastro al Ngatawi, untuk berziarah ke makam yang terletak di kaki Gunung Lawu. Ziarah ini bukanlah ziarah biasa, melainkan memiliki cerita yang luar biasa di baliknya.

Ki Sastro, yang dikenal sebagai mantan asisten pribadi Gus Dur, memiliki banyak kenangan yang sangat berharga dalam perjalanannya bersama Gus Dur. Salah satu pengalaman yang sangat mendalam baginya adalah ketika Gus Dur mengajaknya untuk berziarah ke makam Eyang Gusti Aji, sebuah makam yang terletak di kaki Gunung Lawu.

Makam wali itu sebelumbnya terkenal sebagai tempat ziarah bagi kelompok abangan, yang identik dengan keyakinan dan tradisi yang berbeda dengan umat Islam pada umumnya.

 

Kisah ini tercatat dalam penuturan Ki Sastro, yang pada suatu hari menerima ajakan Gus Dur untuk berziarah ke makam yang dikenal oleh kebanyakan orang sebagai tempat ziarah kaum abangan. Ki Sastro mengaku merasa heran ketika mendengar ajakan Gus Dur tersebut. "Gus, serius mau ajak ziarah ke Gunung Lawu? Itu kan tempat ziarah kaum abangan," tanya Ki Sastro dengan rasa heran. Gus Dur dengan tegas menjawab, "Iya, saya serius."

Perasaan heran Ki Sastro semakin berkembang ketika ia bertanya lebih lanjut, "Di sana kita ngapain, Gus?" Gus Dur dengan tenang menjawab, "Tahlil. Mau ngapain lagi kalau bukan tahlil?" Jawaban Gus Dur yang singkat namun penuh makna tersebut membuat Ki Sastro semakin penasaran. Namun, Ki Sastro masih bertanya, "Tapi Gus, itu kan di sana pentolannya kaum abangan. Mereka ngerti Islam atau tidak, Gus?" Gus Dur menjawab singkat, "Itu hanya urusan Gusti Allah."

Mereka pun akhirnya berangkat menuju makam Eyang Gusti Aji, yang terletak di kaki Gunung Lawu. Setelah sampai di sana, acara tahlil pun digelar. Meskipun tempat tersebut dikenal sebagai tempat ziarah kaum abangan, Gus Dur tetap melaksanakan tahlil sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang dimakamkan di sana.

Tahlil yang dilakukan di sana memberikan nuansa yang sangat berbeda, karena tidak hanya sekadar menjalankan ritual agama, tetapi juga sebagai penghormatan terhadap perjalanan spiritual yang lebih luas.

Setelah selesai melakukan tahlil, juru kunci makam meminta Gus Dur untuk masuk ke dalam gedung tempat penyimpanan pusaka. Gedung tersebut sangat gelap karena tidak ada lampu yang menyala, sehingga suasananya sangat misterius.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ternyata Ini Sosok di Makam Tersebut

Juru kunci meminta Gus Dur untuk memilih salah satu pusaka yang ada di dalam gedung tersebut. Gus Dur pun masuk ke dalam gedung gelap tersebut dan memilih satu pusaka.

Anehnya, pusaka yang diambil oleh Gus Dur adalah sebuah kitab Al-Qur'an dan sebuah selendang. Ketika juru kunci meminta Gus Dur untuk mengembalikan Al-Qur'an tersebut, Gus Dur mematuhi dengan hati yang lapang. Namun, ia diperbolehkan membawa pulang selendang yang telah ia pilih. Gus Dur merasa bahwa benda tersebut memiliki makna tersendiri.

Setelah selesai dengan ritual tersebut, Gus Dur dengan bijak mengungkapkan sesuatu yang sangat mengejutkan. "Wah, beliau yang dimakamkan di sini ternyata Wali Quthub yang menyembunyikan diri," kata Gus Dur dengan penuh keyakinan. Wali Quthub, dalam pandangan Gus Dur, adalah sosok yang memiliki kedekatan spiritual dengan Allah dan seringkali tidak tampak oleh kebanyakan orang.

Perkataan Gus Dur itu membuka pandangan baru tentang siapa sebenarnya Eyang Gusti Aji yang dimakamkan di sana. Ternyata, makam tersebut bukan hanya sekadar tempat ziarah bagi kaum abangan, tetapi juga menyimpan rahasia spiritual yang lebih dalam. Wali Quthub yang menyembunyikan diri ini memiliki peran besar dalam menjaga keseimbangan spiritual masyarakat sekitar, meskipun keberadaannya sering tidak diketahui banyak orang.

Pengalaman ini bukan hanya sekadar cerita biasa, tetapi mengandung pelajaran yang sangat berharga tentang kedalaman spiritual Gus Dur. Beliau tidak hanya mengajarkan kita tentang toleransi, tetapi juga tentang bagaimana melihat lebih dalam ke dalam kehidupan spiritual, bahkan di tempat-tempat yang mungkin dianggap tidak biasa oleh sebagian orang.

Keputusan Gus Dur untuk berziarah ke tempat yang jarang dikunjungi banyak orang ini mencerminkan pandangan beliau tentang pentingnya mengenal berbagai aliran dan tradisi yang ada di masyarakat. Gus Dur selalu menekankan bahwa keberagaman adalah rahmat, dan setiap tradisi memiliki nilai spiritual yang patut dihargai, meskipun kadang tampak berbeda dengan keyakinan kita.

3 dari 3 halaman

Bentuk Keluasan Pandangan Spiritualitasnya

Ziarah ke makam Eyang Gusti Aji juga menunjukkan betapa Gus Dur memiliki pandangan yang luas tentang spiritualitas. Beliau tidak terikat pada satu kelompok atau aliran tertentu, melainkan selalu membuka diri untuk mempelajari dan memahami berbagai ajaran yang ada, selama itu membawa kepada kebaikan dan kedamaian.

Perjalanan spiritual Gus Dur ini juga mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini, kita tidak boleh melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang. Terkadang, kita perlu melangkah keluar dari zona nyaman kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan spiritualitas.

Melalui pengalaman ini, Gus Dur mengajarkan kita tentang pentingnya kebijaksanaan dalam menghadapi perbedaan dan keberagaman. Beliau tidak hanya berbicara tentang toleransi, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ziarah ke makam Eyang Gusti Aji ini adalah salah satu contoh nyata dari praktik toleransi yang diajarkan Gus Dur.

Seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman spiritual ini semakin menambah kedalaman pemahaman kita tentang siapa Gus Dur sebenarnya. Gus Dur bukan hanya seorang tokoh politik, tetapi juga seorang pemimpin spiritual yang memahami hakikat kehidupan dengan sangat mendalam.

Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa setiap pertemuan dengan tokoh spiritual, apapun latar belakangnya, dapat memberikan pelajaran yang sangat berharga. Seperti yang terlihat dalam pengalaman Ki Sastro, yang merasa terheran-heran namun akhirnya memahami makna dari perjalanan spiritual yang dia jalani bersama Gus Dur.

Dalam perjalanannya bersama Gus Dur, Ki Sastro menyadari bahwa Gus Dur memiliki kemampuan untuk melihat lebih jauh dan lebih dalam dari sekadar apa yang tampak di permukaan. Gus Dur mengajarkan kita bahwa setiap tindakan, sekecil apapun, bisa memiliki makna yang sangat besar jika dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Sebagai penutup, pengalaman spiritual ini menjadi salah satu warisan berharga yang ditinggalkan oleh Gus Dur. Beliau tidak hanya dikenang sebagai seorang tokoh nasional, tetapi juga sebagai seorang pemimpin spiritual yang mengajarkan kita untuk selalu membuka hati dan pikiran kita terhadap kebaikan, tanpa memandang latar belakang atau perbedaan yang ada.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul