Liputan6.com, Jakarta - Terkadang, keadilan Allah dalam menilai manusia berada di luar jangkauan akal. Gus Baha, dalam salah satu ceramahnya, menyampaikan kisah penuh hikmah tentang seorang wali yang angkuh dan seorang preman yang memiliki adab, sebagaimana diceritakan dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Ceramah ini dikutip melalui tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin. Dalam video tersebut, Gus Baha menguraikan pelajaran penting dari kisah ini mengenai adab, keikhlasan, dan keridhaan Allah SWT.
Dikisahkan, pada masa Nabi Isa, terdapat seorang wali yang merupakan pengikut setia Nabi. Wali ini dikenal sebagai bagian dari kaum khawariyyin, yaitu kelompok orang-orang sholeh yang menjadi pendukung Nabi Isa.
Advertisement
Suatu ketika, seorang preman melewati tempat kaum khawariyyin berkumpul. Preman ini, meski jauh dari kesalehan, merasa kagum dengan mereka. Ia pun spontan bergabung bersama orang-orang saleh tersebut.
Namun, salah seorang wali merasa terganggu dengan kehadiran preman tersebut. Ia berpikir, "Aku terkenal sebagai wali Allah, kok harus berjalan beriringan dengan preman." Rasa angkuh mulai tumbuh dalam hatinya.
Wali tersebut memutuskan untuk mempercepat langkahnya agar tidak terlihat berjalan sejajar dengan sang preman. Ia merasa lebih mulia dan tak pantas disandingkan dengan orang seperti itu.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Akibat Adab Sang Preman, dan Ujub Sang Wali
Di sisi lain, preman yang baru bergabung justru menunjukkan adab luar biasa. Ia merasa rendah diri dan berusaha menjaga jarak. "Aku ini orang penuh dosa, tak layak berjalan sejajar dengan orang-orang saleh," pikirnya.
Preman tersebut sengaja memperlambat langkahnya sebagai bentuk penghormatan kepada para wali. Ia merasa dirinya tidak pantas berada di dekat mereka.
Gus Baha menekankan, di balik tindakan sederhana ini, terdapat pelajaran besar. Preman itu menunjukkan adab yang tinggi, sedangkan wali tersebut justru terjebak dalam sifat ujub (merasa lebih baik dari orang lain).
Pada saat itu, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Isa. Allah berfirman, "Sampaikan kepada mereka bahwa keduanya memulai amal dari nol."
Menurut Gus Baha, firman tersebut menunjukkan keadilan Allah. Wali yang angkuh kehilangan semua amal kebaikannya, sementara preman yang beradab dihapuskan seluruh dosa-dosanya.
"Yang satu mendapatkan barokah karena adabnya, yang satu mendapatkan celaka karena ujubnya," ujar Gus Baha. Kisah ini menjadi pengingat betapa pentingnya menjaga hati dari sifat sombong.
Advertisement
Pelajaran Berharga dari Kisah Ini
Gus Baha menjelaskan bahwa amal perbuatan manusia tidak hanya dinilai dari besar atau kecilnya, tetapi juga dari niat dan keikhlasan di dalam hati. Adab yang baik dapat menjadi penyebab turunnya rahmat Allah.
Sebaliknya, sifat sombong, meskipun disertai banyak amal ibadah, dapat menghapuskan pahala yang telah diperoleh. Sifat ini adalah penyakit hati yang harus dihindari oleh siapa saja.
Menurut Gus Baha, kisah ini relevan dengan kehidupan sehari-hari. Seseorang yang merasa lebih baik dari orang lain sering kali tidak menyadari bahwa rasa ujub tersebut bisa menjadi penyebab kehancurannya.
Preman dalam kisah ini, meskipun memiliki masa lalu yang kelam, mampu menunjukkan penghormatan yang tulus kepada orang-orang sholeh. Adabnya menjadi kunci perubahan hidupnya.
Gus Baha mengingatkan bahwa manusia tidak pernah tahu di mana Allah meletakkan ridhanya. Oleh karena itu, tidak seharusnya seseorang merasa lebih baik dari orang lain.
"Jangan pernah meremehkan orang lain, karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup mereka. Bisa jadi mereka lebih mulia di sisi Allah," tutur Gus Baha.
Kisah ini juga menjadi pelajaran bahwa keikhlasan dan rasa rendah hati adalah kunci utama dalam mendekatkan diri kepada Allah. Amal yang disertai adab akan membawa keberkahan yang besar.
Sebaliknya, amal yang tercampur sifat sombong hanya akan membawa kerugian. Wali dalam kisah ini kehilangan semua pahalanya karena sikap angkuh yang muncul di hatinya.
Gus Baha menutup ceramahnya dengan ajakan agar umat Islam senantiasa menjaga hati dan niat dalam beramal. Dengan demikian, amal yang dilakukan akan diterima oleh Allah sebagai ibadah yang penuh keberkahan.
"Semoga kita semua dijauhkan dari sifat ujub dan diberikan kekuatan untuk terus memperbaiki diri," ucap Gus Baha.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul