Liputan6.com, Jakarta - Puasa Rajab adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Muslim di bulan Rajab. Walaupun puasa ini bukanlah suatu kewajiban, namun ada banyak manfaat dan keutamaan bagi yang melaksanakannya.
Rajab adalah bulan yang mulia dalam Islam, termasuk dalam bulan haram, di mana amal ibadah yang dilakukan selama bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya.
Puasa di bulan Rajab menjadi ibadah bagi kita untuk semakin meningkatkan ketaatan kepada-Nya. Selain itu, dengan berpuasa akan membantu dalam menahan hawa nafsu dan mengendalikan diri.
Advertisement
Baca Juga
Puasa Rajab tentunya boleh dilakukan oleh siapa saja. Namun, bagi wanita yang sudah menikah, mendapatkan izin dari suami adalah hal yang sangat penting.
Lantas, apakah benar puasa sunnah yang dilakukan istri tidak sah jika tidak meminta izin suami terlebih dahulu? Ustadz Khalid Basalamah, seorang ulama yang dikenal luas di kalangan umat Islam, memberikan penjelasan terkait masalah ini.
Saksikan Video Pilihan ini:
Ketentuan Puasa Sunnah bagi Istri
Dalam kehidupan rumah tangga, seorang istri diwajibkan untuk mematuhi hak-hak suaminya, termasuk dalam hal ibadah. Salah satu ibadah yang sering menjadi pertanyaan adalah mengenai puasa sunnah seperti puasa Rajab. Meskipun puasa ini tidak wajib, namun dalam Islam ada aturan yang mengharuskan seorang istri meminta izin suami sebelum melaksanakannya.
"Ibu tidak boleh beribadah sunnah kecuali dengan izin suami, terutama puasa sunnah. Kalau suami lagi libur, misalnya Senin-Kamis, dia lagi cuti hari Senin. Ibu, kalau mau puasa, izin dulu: 'Saya mau puasa besok ya?' Kalau diizinkan, silakan. Kalau tidak, ya tidak," ucap Ustadz Khalid Basalamah dikutip dari YoTube Jalan Kembali Sunnah.
"Itu sesuai dengan hadis Nabi SAW. Dalam hadis, tidak halal bagi seorang istri yang beriman pada Allah dan hari akhir berpuasa sementara suaminya sedang ada, kecuali dengan izinnya, dan tidak boleh istri memasukkan siapapun ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya," jelasnya.
Sehingga aturan ini tidak hanya berlaku untuk puasa sunnah, tetapi juga berkaitan dengan keputusan-keputusan lainnya dalam rumah tangga. Meskipun seorang istri memiliki rumah, setelah menikah, suami tetap memiliki tanggungjawab sebagai kepala keluarga.
"Jadi, walaupun ibu yang punya rumah, ibu punya rumah nih, rumah nih, ibu beli, ibu nikah dengan seorang laki-laki, orangnya miskin, tidak punya rumah, dia tinggal di rumah ibu, walaupun itu rumahnya ibu, setelah dia jadi suami ibu, enggak boleh masukkan sembarangan orang di rumah, karena dia sekarang penaung dan pelindung di situ," ujarnya.
Kewajiban ini menegaskan akan pentingnya saling menghormati dan menjaga keseimbangan hak antara suami dan istri dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari. Istri dianjurkan untuk selalu meminta izin suami dalam melakukan ibadah sunnah, seperti puasa, selama suaminya ada di rumah.
"Maka, ini perlu digarisbawahi, tidak boleh berpuasa, terutama sunnah, ya. Kata Nabi SAW dalam hadis yang lain, tidak boleh seorang wanita berpuasa sementara suaminya sedang bersamanya, kecuali dengan izinnya," ungkapnya.
Advertisement
Menghormati Hak Allah dan Hak Makhluk dalam Ibadah
Tak hanya itu, kita juga sering menghadapi situasi yang melibatkan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk, terutama dalam hal ibadah. Misalnya, dalam sholat, kita harus memperhatikan kewajiban kepada Allah dan juga terhadap orangtua atau pasangan.
"Sama juga kalau bapak ibu kita. Kan kalau bakti sama orangtua, perhatikan perbedaan antara ketemunya haknya Allah wajib dengan hak wajibnya makhluk. Jadi, misal sholat lima waktu kan itu wajib kita ya, kalau ketemu itu dengan hak wajibnya makhluk. Misalnya, bakti sama orangtua," katanya.
"Kalau kita lagi sholat zuhur, misalnya ibu kita atau ayah kita panggil "Nak!" kita enggak usah batalin sholat karena wajib sama wajib ketemu. Wajib haknya Allah dengan hak wajibnya makhluk," sambungnya.
Namun, jika kita sedang melaksanakan ibadah sunnah, maka ketika dipanggil oleh orangtua atau pasangan, kita diwajibkan untuk membatalkannya dan memenuhi hak orangtua atau suami sebagai kewajiban yang lebih penting pada saat itu.
"Ini enggak boleh, enggak, jadi kalau ibu kita lagi panggil: 'Oh, saya lagi sholat sunnah, enggak bisa batalin'. Sama juga kalau istri yang dipanggil oleh suaminya. Ini perlu digarisbawahi," pungkasnya.