Sukses

Gus Baha Ungkap Hal yang Bisa Menyelamatkan Peradaban di Akhir Zaman

Menurut Gus Baha, hal yang paling penting untuk menyelamatkan peradaban adalah bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, terutama dalam situasi sulit

Liputan6.com, Jakarta - Dalam dunia yang semakin kompleks ini, pertanyaan besar tentang apa yang bisa menyelamatkan peradaban sering kali muncul. KH ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA di Rembang, Jawa Tengah, memberikan pandangannya terkait hal ini dalam sebuah ceramahnya.

Menurut Gus Baha, hal yang paling penting untuk menyelamatkan peradaban adalah bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, terutama dalam situasi sulit. Ia mengangkat contoh sederhana tetapi mendalam, yaitu ketika seseorang kelaparan.

"Apa kata Qur'an tentang orang-orang yang baik? Orang baik itu adalah mereka yang peduli dengan keadaan orang lain, terutama ketika ada orang yang kelaparan," kata Gus Baha, mengutip sebuah ayat dari Surat Ali Imran,  seperti dikutip dari kanal YouTube @masnawir.

Gus Baha kemudian menyitir ayat 134 dari Surat Ali Imran dalam Al-Qur'an, yang berbunyi, "Alladzina yunfiquna fi al'ssarra waddarra," yang artinya, "yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit." Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu berbagi, tidak peduli seberapa sulit keadaan kita.

Ia menegaskan bahwa peradaban yang baik akan terjaga jika kita memiliki mentalitas yang siap untuk memberi, tidak hanya saat kita berada dalam keadaan senang, tetapi juga ketika kita menghadapi kesulitan. Gus Baha mengajak umat Islam untuk tidak hanya menunggu keadaan baik untuk berbagi, tetapi harus siap berbagi di setiap waktu.

"Apapun keadaan ekonomi Anda, jika ada keluarga atau tetangga yang kelaparan, kita harus yunfikun, harus memberi," ujar Gus Baha dengan tegas. Ia menjelaskan bahwa hal ini bukan hanya soal materi, tetapi tentang mentalitas memberi, yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan sejahtera.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kuncinya Mengelola Emosi

Gus Baha juga menyentuh topik bagaimana kita harus bisa mengelola emosi, terutama ketika kita merasa kecewa atau marah. Dalam kehidupan sehari-hari, perasaan negatif sering kali muncul, tetapi bagaimana kita merespons perasaan tersebut sangat menentukan arah hidup kita.

"Ketika Anda kecewa dengan teman, istri, atau komunitas, Anda harus bisa mengelola emosi. Coba bayangkan jika setiap kali kita marah, kita langsung membalas dengan kekerasan atau kata-kata kasar," ujarnya, memberi contoh bagaimana emosi yang tidak terkelola dapat merusak hubungan sosial.

Gus Baha menambahkan bahwa jika setiap orang di Indonesia bertindak berdasarkan emosi negatif, negara ini akan hancur. “Kalau kita setiap marah naboki orang, setiap marah nembak orang, habis Indonesia,” kata Gus Baha, memberikan gambaran betapa berbahayanya jika emosi tidak dikelola dengan baik.

Oleh karena itu, Gus Baha menegaskan bahwa salah satu kunci untuk menyelamatkan Indonesia, atau bahkan peradaban secara umum, adalah dengan belajar untuk mudah memaafkan. Maafkan orang lain ketika mereka berbuat salah, karena hanya dengan saling memaafkan kita bisa menjaga perdamaian.

“Menyelamatkan peradaban itu tidak hanya soal memberi, tapi juga soal bagaimana kita mengelola emosi dan hubungan sosial. Jika kita bisa memaafkan dan menahan amarah, maka kita bisa menciptakan kedamaian,” ujar Gus Baha, menekankan pentingnya sikap saling memaafkan dalam menjaga keharmonisan.

Dalam ceramahnya, Gus Baha tidak hanya mengajarkan tentang memberi harta, tetapi juga memberi perhatian, waktu, dan kasih sayang kepada sesama. "Jika Anda melihat tetangga yang sedang kesulitan, berikanlah bantuan, baik berupa makanan atau bantuan lainnya. Itu adalah salah satu cara untuk menyelamatkan peradaban," tuturnya.

Ia juga menyarankan agar kita tidak hanya melihat pada kekurangan orang lain, tetapi bagaimana kita bisa menjadi bagian dari solusi. Ketika kita memberi, kita tidak hanya menyelamatkan orang lain, tetapi juga diri kita sendiri dari perasaan egois.

Gus Baha mengatakan bahwa peradaban yang besar selalu dimulai dari tindakan-tindakan kecil yang dilakukan oleh individu. Jika setiap individu memiliki mentalitas untuk memberi dan mengelola emosi dengan baik, maka peradaban tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan sehat.

 

3 dari 3 halaman

Peradaban Baik Dimulai dari Hal Kecil

Selain itu, Gus Baha mengingatkan bahwa dalam Islam, berbagi itu bukan hanya tentang harta, tetapi juga tentang sikap. "Jangan hanya fokus pada materi, tetapi bagaimana kita bisa berbagi dalam bentuk perhatian dan kasih sayang," katanya.

Pentingnya berbagi, menurut Gus Baha, juga berkaitan dengan keberkahan hidup. Dengan berbagi, kita akan mendapatkan lebih banyak kebahagiaan dan kedamaian, baik di dunia maupun di akhirat.

Gus Baha juga menekankan bahwa peradaban yang baik adalah peradaban yang mengutamakan keikhlasan dan kesederhanaan. "Menyelamatkan peradaban itu tidak selalu tentang melakukan hal-hal besar, tetapi juga tentang berbuat kebaikan dalam hal-hal kecil," ujarnya.

Ia menyarankan agar umat Islam selalu ingat bahwa tindakan baik, sekecil apa pun, akan berbalas kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kesempatan untuk berbuat baik, dan setiap tindakan baik tersebut akan menyelamatkan peradaban.

Menurut Gus Baha, kita harus terus berusaha untuk menjadi orang yang memberi, tidak hanya dalam materi, tetapi juga dalam hal kebaikan dan kedamaian. "Jika kita terus menjaga sikap ini, peradaban kita akan selamat," katanya.

Pada akhirnya, Gus Baha menegaskan bahwa menyelamatkan peradaban bukanlah tugas satu orang saja, melainkan tugas bersama. Setiap individu harus berperan dalam menjaga perdamaian dan kebaikan dalam masyarakat.

"Peradaban yang baik dimulai dari kita sendiri, dari tindakan-tindakan kecil yang kita lakukan setiap hari," ujar Gus Baha, menutup ceramahnya dengan pesan yang mendalam.

Gus Baha mengajak semua orang untuk terus berbuat baik, memaafkan, dan memberi kepada sesama, karena inilah yang akan menyelamatkan peradaban dari kerusakan dan kehancuran.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul