Liputan6.com, Jakarta - Ketika berbicara tentang kemiskinan, seringkali perspektif yang digunakan hanya mengacu pada kurangnya materi. Namun, Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Rembang, memberikan pandangan berbeda yang membuka sudut pandang baru tentang definisi cukup dan kaya.
Dalam sebuah ceramahnya, Gus Baha menyampaikan bahwa kemiskinan seringkali bukan disebabkan oleh kurangnya harta, melainkan karena banyaknya kebutuhan yang diciptakan sendiri. Pandangan ini disampaikan dalam konteks bagaimana manusia memahami kecukupan dalam hidup.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @asepsadhili3081, Gus Baha menjelaskan bahwa sebenarnya manusia tidak akan pernah miskin jika hanya mengandalkan kebutuhan pokok, yaitu makan dan minum yang cukup.
Advertisement
"Andaikan orang hanya butuh makanan pokok, yaitu makan dan minum yang pokok, maka kita gak pernah miskin," kata Gus Baha.
Menurutnya, kemiskinan seringkali muncul karena manusia terus menambah kebutuhan yang tidak esensial. Perasaan tidak cukup inilah yang membuat seseorang merasa kekurangan meskipun sudah memiliki banyak hal.
"Jadi miskin itu disebabkan kebutuhan kita banyak, maka merasa miskin kalau gak tersampaikan," jelas Gus Baha.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kekayaan Tak Menjamin Apa-Apa, Ini Contohnya
Dalam Islam, ada konsep tasawuf yang disebut Istighna. Istilah ini berarti merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan tidak bergantung pada sesuatu selain Allah. Gus Baha menekankan pentingnya melatih diri untuk menerapkan Istighna dalam kehidupan sehari-hari.
"Istighna itu kalau dalam bahasa tasawuf, latihlah Istighna. Kalau kamu merasa cukup dengan terpenuhinya kebutuhan itu, maka kamu gak akan nyari-nyari barang lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa Istighna bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan berusaha sebaik mungkin tanpa menjadikan keinginan duniawi sebagai prioritas utama.
"Istighna adalah istilah yang berarti kaya Tuhan daripada segala sesuatu yang lain. Istighna juga dapat diartikan sebagai berusaha sebanyak mungkin, namun tidak membutuhkan banyak hal," jelasnya.
Gus Baha memberikan contoh konkret untuk menjelaskan konsep ini. Misalnya, seseorang yang memiliki gedung mewah tetapi tidak bisa makan karena sakit stroke. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan materi tidak selalu menjamin kebahagiaan atau kecukupan.
"Saya beri contoh begini. Kalau kamu bisa makan satu piring hanya butuh Rp10.000, itu sudah cukup. Tapi kalau punya gedung, tapi gak bisa makan, apa gunanya?" katanya.
Menurut Gus Baha, hal ini terjadi karena manusia terlalu dikendalikan oleh keinginan yang tidak berdasar. Ketika keinginan tidak terpenuhi, muncullah rasa tidak cukup, meskipun kebutuhan pokok sebenarnya sudah tercukupi.
"Kan gak mungkin punya gedung tapi gak kuat makan. Kalau Allah menghendaki bisa saja, misalnya kamu kena stroke. Ini akibat terlalu didikte keinginan," ujarnya.
Advertisement
Ini Cukup yang Sejati
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga mengingatkan bahwa kecukupan sejati hanya bisa diperoleh ketika manusia menyerahkan segalanya kepada Allah. Manusia yang merasa cukup dengan apa yang dimiliki akan hidup lebih tenang dan bahagia.
"Jadi kaya itu bukan soal banyaknya harta, tapi bagaimana kamu merasa cukup. Kalau kamu merasa cukup, hidupmu akan lebih ringan," kata Gus Baha.
Kisah-kisah inspiratif yang disampaikan Gus Baha dalam ceramahnya selalu penuh dengan hikmah. Ia mengajak pendengar untuk merenungkan kembali arti kecukupan dalam hidup.
Menurut Gus Baha, manusia seringkali lupa bahwa yang menentukan segalanya adalah Allah. Ketika manusia terlalu bergantung pada harta dan jabatan, mereka akan kehilangan makna sejati dari hidup.
"Kalau kamu terus merasa kurang, maka kamu akan terus dikejar keinginan. Tapi kalau kamu merasa cukup, itu tanda kamu dekat dengan Allah," jelasnya.
Pandangan ini memberikan pelajaran penting bagi banyak orang tentang bagaimana hidup dengan sederhana dan merasa cukup. Konsep Istighna yang diajarkan Gus Baha mengajarkan manusia untuk hidup dengan penuh rasa syukur.
Gus Baha menutup ceramahnya dengan mengingatkan bahwa setiap manusia harus menghindari keinginan berlebihan yang hanya akan membebani diri. Dengan hidup sederhana dan merasa cukup, seseorang akan lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah.
Ceramah ini memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk merenungkan kembali bagaimana menjalani hidup yang penuh makna, jauh dari sifat rakus, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul