Sukses

Rahasia di Balik Kemenangan Shalahuddin al-Ayyubi Bebaskan Baitul Maqdis dalam Perang Salib

Di bulan Rajab, Shalahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Baitul Maqdis

Liputan6.com, Cilacap - Terdapat sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan Rajab. Salah satunya ialah berkaitan dengan pembebasan Baitul Maqdis oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang terlebih dahulu diawali dengan penguatan akidah Aswaja.

Peristiwa-peristiwa tersebut yang tak kalah pentingnya dengan sejumlah peristiwa besar lainnya yang terjadi di bulan haram ini.

Berdasarkan literatur sejarah terjadi penakulkan Baitul Maqdis terjadi di bulan Rajab. Berdasarkan tarikh Islam, penguatan aqidah Aswaja erat kaitannya dengan keberhasilan Sholahuddin al-Ayubi dalam melakukan pembebasan Baitul Maqdis.

Bahkan, penguatan akidah Aswaja ini justru merupakan faktor utama yang memengaruhi keberhasilan Shalahuddin al-Ayyubi dalam membebaskan tempat suci ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Pentingnya Penguatan Aqidah Aswaja

Ketika ingin merebut Baitul Maqdis, Shalahuddin al-Ayyubi tidak lantas menyiapkan tentara, peralatan perang dan keperluan militer lainnya. Akan tetapi yang mula-mula dilakukan ialah mempersatukan umat Islam dalam akidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).

Merujuk tulisan Imam as-Suyuti dalam al-Wasa’il fil Musamarah al-Awa’il, Sholahuddin al-Ayyubi berpandangan, kesatuan dalam satu ikatan yang benar, yakni akidah Ahlussunnah wal Jama’ah sangat penting.

Kesatuan ini akan melahirkan kesatuan hati antarumat Islam yang tentu saja akan melahirkan kekuatan super dahsyat yang tak terkalahkan oleh siapapun.

Adapun upaya-upaya untuk mewujudkan hal itu, beliau mengangkat Qadhi (hakim) yang berfaham sunni dan mendirikan Madrasah-madrasah sunni. Beliau juga memerintahkan setiap muadzin (juru adzan) di semua wilayah yang telah dikuasai untuk mengumandangkan adzan Asy’ariyah setiap hari sesaat sebelum adzan Subuh.

Sebagai informasi, Sholahuddin al-Ayyubi merupakan sosok Sultan atau Raja yang yang menganut akidah Aswaja dan mengikuti mazhab Imam Syafi’i. Beliau juga merupakan seorang Hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan hafal kitab Tanbih.

Saking perhatiannya terhadap penyebaran akidah ini, sampai-sampai ada seorang ulama yang sangat alim bernama Syekh Muhammad bin Hibatillah al-Barmaki mengarang kitab nadzam yang diberi nama Hada’iq al-Fushul wa Jawahir al-Ushul. Kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran akidah Aswaja dan diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan.

3 dari 3 halaman

Sekilas tentang Perang Salib dan Kemenangan Telak Al-Ayyubi

Setelah melakukan persatuan antarumat Islam di bawah bendera Aswaja, Sholahuddin al-Ayyubi mendapatkan dukungan penuh dari umat Islam.

Sebenarnya perihal pembebasan Baitul Maqdis ini, bukanlah yang pertama kali di lakukan oleh Raja yang juga disebut dengan nama Sultan Saladin ini. Pada tahun 637 M, Khalifah Umar bin Khattab berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Pasca jatuhnya tempat suci itu ke tangan orang Islam, umat Islam hidup berdampingan dengan umat Nasrani dan Yahudi selama kurang lebih empat abad.

Pada tahun 1095 M, kembali meletus Perang Salib I yang membuat Baitul Maqdis kembai dikuasai tentara Salib. Setelah itu, tentara Salib mengubah tempat ibadah umat Islam seperti Masjid Al-Aqsa sebagai gereja dan mendirikan kerajaan Yerussalem.

Ketika posisi Dinasti Fatimiyah melemah, Sholahuddin al-Ayyubi mendirikan Dinasti Ayyubiyah pada 1171 dan  mewujudkan cita-cita Nuruddin Zanki untuk melancarkan kampanye melawan tentara Salib untuk kembali merebut Baitul Maqdis.

Ketika itu, Tentara Salib dalam jumlah besar menghadapi pasukan yang dipimpin langsung oleh Sholahuddin al-Ayyubi mengalami kekalahan telak dalam peperangan yang disebut dengan perang Hattin atau Hittin.

Dalam peperangan ini, pasukan Salib tidak banyak melakukan perlawanan atas serangan-serangan tentara Sholahuddin al-Ayyubi dan hanya mempertahankan daerah-daerah pantai dan merebut Aka sebagai ibu kota.

Peristiwa keberhasilan Sholahuddin al-Ayyubi merebut kembali tempat suci umat Islam ini tepat pada Hari Jum’at tanggal 27 Rajab 583 H / 1187 M.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul