Liputan6.com, Jakarta - Ketupat dan Idul Fitri adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam budaya masyarakat Indonesia. Ketupat bukan sekadar makanan khas Lebaran, tetapi juga memiliki filosofi mendalam, khususnya dalam tradisi Jawa. Simbolisasi ketupat ini telah diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari perayaan kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Dalam filosofi Jawa, ketupat dikenal dengan sebutan "kupat," yang merupakan kependekan dari "ngaku lepat" atau mengakui kesalahan dan "laku papat" yang berarti empat tindakan. Filosofi ini mengajarkan pentingnya introspeksi diri dan memohon maaf kepada sesama di hari yang suci.
Tradisi sungkeman menjadi implementasi dari "ngaku lepat" dalam masyarakat Jawa. Sungkeman dilakukan dengan bersimpuh di hadapan orang tua atau orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan dan permohonan maaf. Prosesi ini melambangkan sikap rendah hati dan rasa syukur atas bimbingan serta kasih sayang yang telah diberikan oleh orang tua.
Advertisement
Sementara itu, "laku papat" mencakup empat aspek dalam perayaan Idul Fitri, yaitu Lebaran, Luberan, Leburan, dan Laburan. Keempat aspek ini memiliki makna simbolis yang memperkaya makna perayaan Lebaran di kalangan masyarakat Jawa.
Lebaran berarti berakhir, merujuk pada selesainya ibadah puasa yang dijalankan selama sebulan penuh. Makna lain dari Lebaran adalah terbukanya pintu maaf selebar-lebarnya di hari kemenangan ini, di mana setiap individu diharapkan untuk saling memaafkan.
Luberan bermakna melimpah, yang mengacu pada anjuran untuk bersedekah, terutama bagi kaum fakir miskin. Tradisi ini diwujudkan dalam bentuk zakat fitrah yang wajib dibayarkan sebelum pelaksanaan sholat Idul Fitri. Dengan zakat ini, diharapkan tidak ada yang merasa kekurangan saat merayakan hari kemenangan.
Â
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Santriwati PDP Virus Corona Covid-19 Meninggal Dunia di Cilacap
Ungkapan Ini Sering Diucapkan Saat Minta Maaf
Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (www.piss-ktb.com), Leburan memiliki arti melebur, yang mencerminkan esensi Idul Fitri sebagai momen untuk melebur dosa dan kesalahan melalui saling memaafkan. Konsep ini memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan di antara sesama.
Laburan berasal dari kata "labur" atau kapur, bahan yang digunakan untuk membersihkan atau memutihkan sesuatu. Dalam konteks Lebaran, laburan melambangkan kesucian lahir dan batin yang harus senantiasa dijaga oleh setiap individu setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Selain ketupat, ada pula ungkapan yang sering diucapkan saat Lebaran, yaitu "Taqobalallahu minna waminkum." Ungkapan ini memiliki makna mendalam dalam Islam, yang secara harfiah berarti "Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan dari kalian."
Konon, ucapan ini bukan sekadar tradisi, melainkan memiliki dasar dalam ajaran Islam. Riwayat dari Khalid bin Ma’dan menyebutkan bahwa sahabat Rasulullah, Watsilah bin al-Asqa’, mengucapkan "Taqobalallahu minna waminkum" saat bertemu Rasulullah di hari Idul Fitri, dan Rasulullah pun membalas dengan ucapan yang sama.
Dalam kitab Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi juga menyebutkan bahwa tradisi ucapan ini dilakukan oleh para sahabat Rasulullah ketika mereka bertemu satu sama lain di hari raya. Hal ini menunjukkan bahwa mengucapkan selamat Idul Fitri dengan doa yang baik merupakan bagian dari sunnah yang dianjurkan.
Beberapa ulama berpendapat bahwa ucapan "Taqobalallahu minna waminkum" tidak hanya terbatas pada Idul Fitri, tetapi juga bisa digunakan pada Idul Adha. Pendapat ini didukung oleh riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa para sahabat Rasulullah juga menggunakannya pada kedua hari raya tersebut.
Sejumlah ulama hadis, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, menyatakan bahwa riwayat tentang ucapan "Taqobalallahu minna waminkum" memiliki sanad yang hasan dan dapat diamalkan sebagai bagian dari tradisi Islami yang baik.
Â
Advertisement
Ucapan Doa dan Harapan
Dalam tradisi umat Islam, ucapan ini menjadi bentuk doa dan harapan agar ibadah yang telah dilakukan selama Ramadhan diterima oleh Allah. Dengan mengucapkannya, setiap Muslim mengingatkan satu sama lain akan pentingnya ketakwaan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan.
Selain itu, ucapan ini juga mencerminkan semangat kebersamaan dalam Islam. Saat Idul Fitri, umat Islam dianjurkan untuk mempererat tali silaturahmi, baik dengan keluarga, teman, maupun tetangga. Mengucapkan "Taqobalallahu minna waminkum" menjadi salah satu cara untuk menyampaikan doa terbaik kepada sesama.
Dengan demikian, makna ketupat dan ucapan "Taqobalallahu minna waminkum" dalam budaya Islam dan tradisi Jawa memiliki keterkaitan yang erat dalam hal permohonan maaf, kebersihan hati, dan saling mendoakan. Keduanya mencerminkan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam.
Perayaan Idul Fitri bukan hanya tentang makanan khas atau kebiasaan turun-temurun, tetapi juga mengandung makna spiritual yang dalam. Ketupat mengajarkan kebersihan hati dan keikhlasan dalam meminta serta memberi maaf, sementara ucapan "Taqobalallahu minna waminkum" menjadi doa yang mengingatkan kita pada tujuan utama dari ibadah yang telah dijalankan.
Sebagai umat Islam, merayakan Idul Fitri seharusnya bukan hanya menjadi ajang untuk berkumpul bersama keluarga dan menikmati hidangan khas, tetapi juga menjadi momen refleksi diri. Hari kemenangan ini menjadi kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan sesama dan meningkatkan kualitas keimanan.
Di tengah kemeriahan Lebaran, mari kita tidak hanya menikmati sajian khas seperti ketupat, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan saling memaafkan dan mendoakan kebaikan, Idul Fitri menjadi lebih bermakna dan membawa keberkahan bagi semua.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul