Liputan6.com, Jakarta - llmu setinggi langit tak ada artinya jika tak mengenalkan seseorang kepada Allah. Sebuah ironi terjadi ketika seseorang mengenyam pendidikan tinggi, bahkan hingga jenjang doktoral, tidak mengenal Allah SWT dan tetap jauh dari penciptanya.
Fenomena ini disoroti oleh ulama sekaligus pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH), yang menilai bahwa banyak orang berpendidikan tinggi justru kalah dalam pemahaman agama dibandingkan anak-anak kecil yang baru mengenal Allah SWT.
Menurut UAH, ilmu seharusnya menjadi alat untuk memperkuat keimanan. Sebab, tanpa mengenal Allah, seseorang belum bisa dikatakan pintar, meski memiliki nilai akademik sempurna. “Saya suka pengin senyum sendiri, ini orang belajar tinggi-tinggi sampai S3 tapi enggak kenal Allah. Kalah sama anak TK yang belum sekolah SD,” ujar UAH dalam sebuah ceramah, yang dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @Hasanahislamofficial.
Advertisement
UAH menegaskan bahwa dalam Islam, ilmu harus berlandaskan iman. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11, yang menyatakan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu.
“Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat,” ujar UAH mengutip ayat tersebut.
Dalam ceramahnya, ia mengajak umat Islam untuk tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga memperdalam pemahaman agama agar ilmu yang dimiliki tidak sia-sia.
UAH juga menyinggung tentang jabatan dan harta yang seharusnya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, kenyataannya, alih-alih bukannya dekat dengan Allah SWT, banyak orang justru semakin menjauh dari Allah saat mendapatkan kedudukan tinggi atau harta melimpah.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pasien Meninggal Asal Cilacap Dinyatakan Positif Virus Corona, Ini Langkah Bupati
Ilmu Berkaitan dengan Iman
“Berapa banyak harta yang mampu mendekatkan diri Anda dengan Allah? Kalau sudah miliaran, triliunan, tapi belum kenal Allah juga, berapa banyak lagi?” tanyanya. Ia menegaskan bahwa semua yang dimiliki manusia pada akhirnya akan ditinggalkan.
Dalam Islam, konsep ilmu selalu dikaitkan dengan iman. UAH menekankan bahwa ilmu yang sejati adalah ilmu yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, bukan sekadar untuk memperoleh gelar atau kekayaan.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kesuksesan duniawi tanpa pemahaman agama yang kuat bisa menjadi kesia-siaan. Ia mengajak umat Islam untuk selalu mengutamakan hubungan dengan Allah di atas segalanya.
“Kalau jabatan dan pangkat yang Anda miliki tidak mengenalkan Anda kepada Allah, maka kedudukan itu belum diakui di hadapan-Nya,” tegasnya.
UAH juga menyoroti bahwa pendidikan formal yang tinggi tidak serta-merta menjamin seseorang lebih memahami hakikat kehidupan. Ia menyebutkan bahwa ada banyak orang yang merasa pintar secara akademik, tetapi justru lemah dalam pemahaman agama.
Baginya, ilmu bukan sekadar alat untuk mencapai kesuksesan dunia, tetapi juga untuk memperbaiki kehidupan akhirat. Ilmu yang benar akan membuat seseorang semakin sadar akan kebesaran Allah dan semakin rendah hati dalam kehidupannya.
UAH menegaskan bahwa Islam memberikan tuntunan agar ilmu dan iman berjalan beriringan. “Buka Al-Qur’an, iman dulu baru ilmu,” ujarnya.
Ia pun mengajak umat Islam untuk menjadikan ilmu sebagai sarana memperkuat iman, bukan sekadar untuk kebanggaan semata.
Dalam penutup ceramahnya, UAH kembali menekankan bahwa manusia harus memastikan setiap ilmu yang dipelajari dapat membawa mereka semakin dekat kepada Allah. “Kalau belajar tinggi-tinggi tapi enggak kenal Allah, untuk apa?” katanya.
Advertisement
Ajakan UAH Perhatikan Aspek Spiritual
Ia juga mengajak para akademisi dan profesional untuk lebih memperhatikan aspek spiritual dalam perjalanan intelektual mereka. Sebab, ilmu tanpa iman hanya akan membuat seseorang tersesat dalam kesombongan dan lupa pada tujuan akhir kehidupannya.
“Pendidikan itu penting, tapi jangan sampai membuat kita lupa pada Allah,” pesan UAH. Ia berharap umat Islam bisa menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan keimanan agar kehidupan mereka lebih bermakna.
Dengan memahami bahwa ilmu sejati adalah ilmu yang membawa seseorang kepada Allah, UAH berharap umat Islam tidak hanya sekadar mengejar gelar atau prestasi duniawi, tetapi juga terus meningkatkan kualitas keimanan mereka.
Di era modern ini, tantangan terbesar bagi kaum intelektual adalah tetap menjaga iman di tengah derasnya arus ilmu pengetahuan dan teknologi. UAH mengingatkan agar tidak terjebak dalam kesombongan akademik yang justru menjauhkan seseorang dari Allah.
“Jangan sampai pendidikan tinggi justru menjauhkan kita dari Allah. Jangan sampai ilmu yang kita miliki malah menjadi penghalang untuk memahami hakikat kehidupan,” ujarnya.
Pesan ini menjadi pengingat bagi siapa saja yang tengah menempuh pendidikan atau meniti karier agar tidak melupakan esensi kehidupan, yaitu mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul