Ada sebuah pemandangan ironis saat pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi. Di antara lautan manusia yang berjejal di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, terselip sejumlah anak yang menjajakan sejumlah barang alias mengasong.
Mereka menjual sejumlah barang, antara lain minuman, makanan, telepon seluler, charger, sepatu, dan tikar. Dari lapak-lapak yang didirikan, anak-anak itu menawarkan barang-barang mereka ke jamaah haji yang berjubel.
Surat kabar Al-Hayat yang dilansir Saudi Gazette, Rabu (16/10/2013) menuliskan, dari tahun ke tahun jumlah anak-anak pengasong ini cenderung mengalami peningkatan. Surat kabar itu menulis bahwa ini jelas melangar aturan Arab Saudi.
Negeri kaya raya berjuluk Petro Dolar itu melarang anak-anak bekerja, baik paruh waktu maupun tetap. Dikhawatirkan, anak-anak itu akan mengalami gangguan kesehatan, psikologi, dan gangguan lainnya.
Salah satu anak yang mengasong itu adalah Salah Mohammad, bocah berkebangsaan Myanmar. Usianya baru 8 tahun. Bocah itu masih kelas dua sekolah dasar di Rusaifah, kota tetanga Mekah. Dia menjual nasi yang dipersiapkan oleh ibunya, minuman, dan permen.
Di bawah matahari yang terik, dia tetap menjajakan barangnya. Sampah-sampah berserakan di sekitar tempatnya berjualan.
Salah mengatakan sang ibu menyuruhnya untuk berjualan, meraup untung selama musim haji guna menambah pundi-pundi uang keluarga, seperti yang telah dilakukan oleh saudara-saudaranya selama 10 tahun yang lalu. Bisnisnya terus berkembang, hingga akhir musim haji tahun ini dia berharap mengantongi uang sebesar 10.000 riyal.
Uang yang dikumpulkan Salah itu nantinya sebagian akan dikirim ke Myanmar, untuk sang ayah yang tengah kekurangan uang dan sedang sakit. Dan mentransfer uang ke sang ayah itu menjadi tugas kakak laki-laki Salah.
Aktivis Hak Asasi Manusia Fayez Al-Aqeel menuding kemiskinan yang dialami sejumlah keluarga menjadi biang keladi meningkatnya jumlah anak yang mengasong.
Dia mengatakan, sebagian besar dari anak-anak yang mengasong itu sejatinya adalah pengemis. Berjualan hanya menjadi kedok mereka. Keluarga anak-anak ini buta huruf dan tidak menyadari bahaya yang mengancam anak-anak mereka. (Eks)
Mereka menjual sejumlah barang, antara lain minuman, makanan, telepon seluler, charger, sepatu, dan tikar. Dari lapak-lapak yang didirikan, anak-anak itu menawarkan barang-barang mereka ke jamaah haji yang berjubel.
Surat kabar Al-Hayat yang dilansir Saudi Gazette, Rabu (16/10/2013) menuliskan, dari tahun ke tahun jumlah anak-anak pengasong ini cenderung mengalami peningkatan. Surat kabar itu menulis bahwa ini jelas melangar aturan Arab Saudi.
Negeri kaya raya berjuluk Petro Dolar itu melarang anak-anak bekerja, baik paruh waktu maupun tetap. Dikhawatirkan, anak-anak itu akan mengalami gangguan kesehatan, psikologi, dan gangguan lainnya.
Salah satu anak yang mengasong itu adalah Salah Mohammad, bocah berkebangsaan Myanmar. Usianya baru 8 tahun. Bocah itu masih kelas dua sekolah dasar di Rusaifah, kota tetanga Mekah. Dia menjual nasi yang dipersiapkan oleh ibunya, minuman, dan permen.
Di bawah matahari yang terik, dia tetap menjajakan barangnya. Sampah-sampah berserakan di sekitar tempatnya berjualan.
Salah mengatakan sang ibu menyuruhnya untuk berjualan, meraup untung selama musim haji guna menambah pundi-pundi uang keluarga, seperti yang telah dilakukan oleh saudara-saudaranya selama 10 tahun yang lalu. Bisnisnya terus berkembang, hingga akhir musim haji tahun ini dia berharap mengantongi uang sebesar 10.000 riyal.
Uang yang dikumpulkan Salah itu nantinya sebagian akan dikirim ke Myanmar, untuk sang ayah yang tengah kekurangan uang dan sedang sakit. Dan mentransfer uang ke sang ayah itu menjadi tugas kakak laki-laki Salah.
Aktivis Hak Asasi Manusia Fayez Al-Aqeel menuding kemiskinan yang dialami sejumlah keluarga menjadi biang keladi meningkatnya jumlah anak yang mengasong.
Dia mengatakan, sebagian besar dari anak-anak yang mengasong itu sejatinya adalah pengemis. Berjualan hanya menjadi kedok mereka. Keluarga anak-anak ini buta huruf dan tidak menyadari bahaya yang mengancam anak-anak mereka. (Eks)