Barang bawaan masih mewarnai proses pemulangan jamaah haji Indonesia pada hari ketiga, Selasa (22/10/2013). Masih banyak jamaah yang mempertanyakan soal barang bawaan dan pembagian air zamzam.
Di pemondokan haji Indonesia No. 908 di Kota Mekah, Arab Saudi, misalnya. Pada Selasa siang waktu setempat, beberapa jamaah kloter UPG 5 (embarkasi Makassar) asal Sulawesi Selatan dan Papua, memprotes kebijakan pembagian air zamzam yang berbeda antara Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines (Saudia). Mereka meminta Kementerian Agama tak membiarkan praktik-praktik diskriminasi perlakuan.
"Kami juga warga Indonesia. Sama-sama bayar BPIH, masa diperlakukan berbeda dengan jamaah asal Jawa," seru Syaharuddin, 37 tahun, jamaah kloter 5 debarkasi Makassar asal Papua Barat‎.
Pada musim haji tahun ini, Garuda Indonesia hanya memberikan jatah 5 liter air zamzam, plus 32 kilogram bagasi, dan 7 kilogram tas tentengan. Sedangkan Saudia membagikan 10 liter air zamzam. Kebijakan soal bagasi dan tas tentengan, sama.
Kebijakan berbeda itu ternyata diketahui jamaah. Terutama, jamaah yang diangkut menggunakan pesawat Garuda Indonesia. "Apa bedanya penumpang Garuda dengan Saudia? Memangnya yang Saudia bayar lebih," imbuh Syaharuddin.
Ia pun menyesalkan inkonsistensi penyelenggara haji. Betapa tidak, awalnya jamaah dikabari berhak mendapat jatah 10 liter air zamzam.
"Kenapa sekarang dibilang lagi hanya 5 liter. Apa maksudnya membuat pengumuman yang membingungkan begitu. Menteri Agama harus turun tangan," ucap Syaharuddin berkeluh kesah.
Protes senada meluncur dari mulut dr Sukri M. Menurut dokter di Papua Barat ini,‎ pemerintah sebaiknya tak membiarkan terjadinya standar ganda dalam pelayanan jamaah haji. Termasuk dalam hal pembagian air zamzam.
Dokter ini menambahkan, kebijakan bagasi maksimal 32 kilogram, juga seharusnya tidak dibuat kaku. Dalam artian, pemberlakuannya tidak dilakukan per bagasi jamaah, melainkan dihitung secara total.
"Karena jamaah haji ini merupakan rombongan besar, maka barang jangan dihitung per bagasi, tapi dihitung total. Sepanjang tidak lewat total batas terberat, saya kira tidak masalah," ucap Sukri berargumen.
Dengan demikian, masih menurut Sukri, untuk kloter 5 debarkasi Makassar yang beranggotakan 375 jamaah, berat total bagasinya bisa 12 ton. "Kalau ternyata masih kurang, ya nggak apa-apa ada jamaah yang bagasinya melebihi 32 kilogram. Kalau lebih, itu tugas pimpinan rombongan untuk mengaturnya sehingga bisa pas," ujar dokter yang bertugas di Manokwari ini.‎
Adapun sehari sebelumnya, petugas lapangan Garuda Indonesia di King Abdul Azis International Airport (KAAIA), Jeddah, Heru, menyatakan kebijakan pembatasan 5 liter air zamzam tersebut merupakan kebijakan Jakarta. "Maaf, itu kebijakan pusat Mas. Kami di sini hanya menjalankan tugas saja," kata Heru. (Mvi)
Di pemondokan haji Indonesia No. 908 di Kota Mekah, Arab Saudi, misalnya. Pada Selasa siang waktu setempat, beberapa jamaah kloter UPG 5 (embarkasi Makassar) asal Sulawesi Selatan dan Papua, memprotes kebijakan pembagian air zamzam yang berbeda antara Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines (Saudia). Mereka meminta Kementerian Agama tak membiarkan praktik-praktik diskriminasi perlakuan.
"Kami juga warga Indonesia. Sama-sama bayar BPIH, masa diperlakukan berbeda dengan jamaah asal Jawa," seru Syaharuddin, 37 tahun, jamaah kloter 5 debarkasi Makassar asal Papua Barat‎.
Pada musim haji tahun ini, Garuda Indonesia hanya memberikan jatah 5 liter air zamzam, plus 32 kilogram bagasi, dan 7 kilogram tas tentengan. Sedangkan Saudia membagikan 10 liter air zamzam. Kebijakan soal bagasi dan tas tentengan, sama.
Kebijakan berbeda itu ternyata diketahui jamaah. Terutama, jamaah yang diangkut menggunakan pesawat Garuda Indonesia. "Apa bedanya penumpang Garuda dengan Saudia? Memangnya yang Saudia bayar lebih," imbuh Syaharuddin.
Ia pun menyesalkan inkonsistensi penyelenggara haji. Betapa tidak, awalnya jamaah dikabari berhak mendapat jatah 10 liter air zamzam.
"Kenapa sekarang dibilang lagi hanya 5 liter. Apa maksudnya membuat pengumuman yang membingungkan begitu. Menteri Agama harus turun tangan," ucap Syaharuddin berkeluh kesah.
Protes senada meluncur dari mulut dr Sukri M. Menurut dokter di Papua Barat ini,‎ pemerintah sebaiknya tak membiarkan terjadinya standar ganda dalam pelayanan jamaah haji. Termasuk dalam hal pembagian air zamzam.
Dokter ini menambahkan, kebijakan bagasi maksimal 32 kilogram, juga seharusnya tidak dibuat kaku. Dalam artian, pemberlakuannya tidak dilakukan per bagasi jamaah, melainkan dihitung secara total.
"Karena jamaah haji ini merupakan rombongan besar, maka barang jangan dihitung per bagasi, tapi dihitung total. Sepanjang tidak lewat total batas terberat, saya kira tidak masalah," ucap Sukri berargumen.
Dengan demikian, masih menurut Sukri, untuk kloter 5 debarkasi Makassar yang beranggotakan 375 jamaah, berat total bagasinya bisa 12 ton. "Kalau ternyata masih kurang, ya nggak apa-apa ada jamaah yang bagasinya melebihi 32 kilogram. Kalau lebih, itu tugas pimpinan rombongan untuk mengaturnya sehingga bisa pas," ujar dokter yang bertugas di Manokwari ini.‎
Adapun sehari sebelumnya, petugas lapangan Garuda Indonesia di King Abdul Azis International Airport (KAAIA), Jeddah, Heru, menyatakan kebijakan pembatasan 5 liter air zamzam tersebut merupakan kebijakan Jakarta. "Maaf, itu kebijakan pusat Mas. Kami di sini hanya menjalankan tugas saja," kata Heru. (Mvi)