Sukses

Mengulik Tempe Gembus, Juru Selamat Krisis Pangan dari Yogyakarta

Ketimbang tempe kedelai, pamor tempe gembus memang kalah dan kurang dikenal.

Liputan6.com, Semarang - Ketimbang tempe kedelai, pamor tempe gembus memang kalah dan kurang dikenal. Namun, tempe gembus juga memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai makanan masyarakat kecil, khususnya pada masa penjajahan yang berlangsung cukup lama di nusantara.

Dikutip dari berbagai sumber, tempe diperkirakan sudah ada sejak abad ke-12, seperti yang tertuang dalam serat Sri Tanjung.

Dalam karya sastra Jawa pertengahan berbentuk kidung itu disebutkan bahwa tempe berasal dari kawasan Yogyakarta. Hal ini dipertegas dengan disebutkannya nama tempe dalam Serat Centhini.

Kendati manuskrip ini dibuat pada abad ke-19, latar belakang kisah tentang tempe berasal dari abad ke-16. Ada dugaan bahwa nama tempe bahkan diambil dari bahasa Jawa Kuno tumpi. Arti dari kata ini adalah makanan dengan warna putih.

Dari beragam jenis tempe yang bisa ditemukan di pasaran, tempe gembus jarang dijadikan pilihan utama. Meski sama-sama terbuat dari kedelai, harga tempe gembus biasanya lebih murah dari tempe atau tahu. Harganya memang lebih murah karena berbahan ampas pembuatan tahu.

Jika tahu terbuat dari sari kedelai yang dipadatkan, gembus adalah ampas kedelai yang terkadang lebih sering dipakai sebagai pakan ternak. Maka, sudah pasti harganya lebih terjangkau. Tekstur gembus lebih empuk ketimbang tempe.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Asal Mula Tempe Gembus

Dalam ragam kuliner di Indonesia, tempe adalah salah satu bahan makanan yang begitu mendarah daging. Murah, mudah didapatkan, dan bergizi tinggi. Namun, rupanya ada satu masa ketika harga tempe tak juga terjangkau bagi masyarakat di negeri ini pada masa penjajahan.

Konon, inilah asal mula tempe gembus dibuat. Sejarah mencatat, masyarakat mulai mengenal gembus pada 1943. Kala itu, ada krisis bahan pangan, sehingga masyarakat pun memaksimalkan bahan apa pun yang bisa dikonsumsi.

Tanpa tempe gembus, mungkin krisis pangan kian parah dan kelaparan semakin merajalela. Namun, rupanya kebiasaan mengonsumsi gembus tidak bisa dihilangkan meski kondisi ekonomi masyarakat sudah membaik. Gembus pun menjadi bagian dari kuliner di Indonesia.

Dari segi rasa, tempe gembus tidak jauh berbeda dengan tempe. Cara mengolahnya pun tidak jauh berbeda. Namun, namanya juga ampas, dari segi gizi tentu saja tidak bisa disamakan. Bahkan, ibarat tempe dan gembus bagaikan bumi da langit dalam urusan kandungan gizi.

Dibanding tempe, kandungan protein pada tempe gembus jelas kalah telak. Namun, gembus juga rendah lemak dan rupanya memiliki kadar serat yang cukup tinggi. Di dalam tempe gembus juga terdapat asam lemak esensial dan isoflavone.

(Tifani)