Sukses

Soal Konflik Rusia dengan Ukraina, Guru Besar Unsoed Purwokerto: Permasalahan Multidimensi

Guru Besar Hukum Internasional Unsoed Purwokerto menjelaskan konflik bermula dari lepasnya 10 negara eks Uni Soviet.

Liputan6.com, Purwokerto - Konflik Rusia dengan Ukraina sampai saat ini masih banyak menyita perhatian publik. Salah satunya dari pakar hukum internasional Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Ade Maman Suherman. Ade menilai permasalahan dua negara tersebut adalah akumulasi permasalahan multidimensi sejak pecahnya Uni soviet.

"Menurut saya itu akumulasi permasalahan yang sudah sangat lama, sejak bubarnya Uni Soviet," ungkapnya kepada Liputan6, Kamis (25/2/2022).

Guru besar hukum internasional Unsoed Purwokerto ini menjelaskan, konflik bermula dari lepasnya 10 negara eks Uni Soviet yang bergabung menjadi anggota Uni Eropa karena secara ekonomi lebih menjanjikan sehingga secara tidak langsung menjadi salah satu anggota NATO. 

"Itu banyak beberapa negara yang bekas Uni Soviet Eropa Timur lepas, kemudian menjadi anggota Uni Eropa secara ekonomi. Kemudian secara otomatis pertahanan menjadi anggota NATO," ucapnya.

Apalagi menurut Ade, permasalahan dua negara itu tidak hanya konflik biasa. Menurutnya, permasalahan tersebut sudah sangat kompleks dari berbagai sisi.

"Ini ada persoalan ekonomi, persoalan ideologi, persoalan pertahanan juga akhirnya. Jadi ini kan kondisinya semakin bergeser Timur. Eropa itu kapitalisme, demokrasi, dan sebagainya itu kan mendesak rezim ideologi komunis yang didominasi Rusia," tutur Ade.

 

 

2 dari 4 halaman

Masa Toleransi Sudah Usai

Untuk tindakan Rusia, Ade menilai Rusia tidak akan melakukan hal tersebut tanpa sebab. Dia menganggap Rusia sudah mencoba untuk bertoleransi kepada Ukraina akan tetapi untuk saat ini kondisinya berbeda.

"Yang mendasari kenapa Rusia ini sekarang bertindak reaktif dan dengan kekerasan karena ini mungkin sudah tingkat yang tidak bisa dibendung lagi. Tidak bisa ditoleransi, dalam artian, dia (Rusia) sudah meminta ke Barat itu kan ke Amerika dan Uni Eropa tidak merayu Ukraina untuk masuk Uni Eropa menjadi pertahanan Atlantik Utara menjadi NATO," ujar Dekan Fakultas Hukum Unsoed itu.

Pria yang menyelesaikan studi S2 di Universitas Groningen Belanda juga mengatakan permasalahan ini juga sudah sejak lama terjadi. Seperti ketika ada penurunan presiden karena lebih memilih pihak Rusia daripada ke pihak Uni Eropa.

"Nah tapi sekarang berkembangannya di Ukraina itu, sejak tahun 2014 kan terjadi penggulingan presiden yang pro-Rusia. Kenapa digulingkan, karena dia tidak mau menandatangani bergabung dengan Uni Eropa," ungkapnya.

 

 

3 dari 4 halaman

10 Negara Eks Uni Soviet Sudah Gabung NATO

Lulusan S3 Universitas Indonesia ini juga menjelaskan Rusia mencoba mendekati Ukraina dikarenakan 10 negara eks Uni Soviet sudah masuk menjadi anggota NATO dan Uni Eropa. Sedangkan melihat dari wilayah perbatasanan, Ukraina berhadapan langsung dengan Rusia.

"Sebelumnya 10 negara sudah masuk NATO dan Uni Eropa. Nah ini Ukraina sebagai titik akhir paling timur berbatasan strategis dengan Rusia," kata ade.

Sehingga apabila Ukraina bergabung menjadi anggota NATO, Ade mengatakan hal itu tidak diinginkan oleh Rusia. Mengingat 10 negara sebelumnya sudah lebih dahulu menjadi anggota NATO dan Uni Eropa.

"Apabila suatu saat menjadi anggota NATO, kemudian Uni Eropa, pasti itu kan menjadikan berhadapan langsung. (Jika) ada serangan terhadap salah satu anggota NATO maka dianggap serangan terhadap seluruh tata pertahanan Atlantik Utara. Itu yang tidak diinginkan oleh Rusia," tuturnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Diprediksi Berlanjut Lama

Dengan adanya invasi terbaru ini, menurutnya permasalahan Rusia dengan Ukraina akan bisa berlanjut lama, karena permasalahan ini sangat kompleks dari berbagai sisi.

"Saya melihatnya ini multidimensinya sangat kompleks karena ini perang ideologi juga. Perang dalam artian Barat ingin mengapitaliskan Ukraina, kemudian secara pangkalan militer yang dulunya Akta Pertahanan Warsawa menjadi NATO, itu sangat mendasar. Nah saya melihatnya akan lama," ujar ade.

Sementara saat ditanya apakah permasalahan tersebut bisa berdampak kepada Indonesia. Mantan Ketua LP3M Unsoed itu mengatakan, untuk dampak pasti ada. Akan tetapi dampak tersebut lebih kecil, mengingat Indonesia lebih berhubungan baik dengan negara Rusia.

"Dampak pasti secara ekonomi dan sebagainya, karena ini secara pendidikan, hubungan, budaya, ekonomi, dan sebagainya tinggal dilihat saja investasinya di Ukraina di kita banyak tidak. Indonesia di Ukraina itu eksis atau tidak dalam hubungan ekonomi atau bisnis, investasi antara negara antara Ukraina dan Indonesia ataupun dengan Rusia," pungkasnya.