Liputan6.com, Semarang Ahli Kriminologi dari Universitas Diponegoro (Undip), Nur Rochaeti, mengatakan kasus seorang bapak tega mencabuli anaknya yang masih di bawah umur hingga meninggal dunia di Semarang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan psikologis.
Kasus tersebut diungkap Wakapolrestabes Semarang, AKBP Iga Dwi Perbawa. Ia mengungkapkan, dalam kasus ini, Unit Resmob Polrestabes Semarang mengamankan seorang tersangka bernama Widiyanto warga Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
Menurut Eti, sapaan akrabnya, pemeriksaan pada psikologi pelaku perlu dilakukan.
Advertisement
"Pada kasus ayah memperkosa anak kandungnya yg berakibat meninggal, juga akan melalui pemeriksaan psikologis pelaku," kata Eti kepada, Rabu (23/3/2022).
Setelah melakukan pemeriksaan psikologis, Eti juga menyebut pelaku penting melakukan pemeriksaan kejiwaan.
"Selanjutnya dapat diketahui kondisi kejiwaan pelaku, apakah ada masalah kejiwaan atau memang termasuk orang dengan gangguan jiwa," lanjutnya.
Â
Kejiwaan pelaku akan menentukan hukuman
Eti menjelaskan, tindakan kriminal bisa disebabkan oleh berbagai faktor ataupun latar belakang dari pelaku.
"Berbagai faktor menjadi latar belakang seseorang berperilaku kriminal, atau ada kondisi-kondisi tertentu yg mengakibatkan seseorang berperilaku kriminal," tuturnya.
Sementara setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, jika dinyatakan mengalami gangguan jiwa maka pelaku tak dipidana. Eti mengatakan sesuai dalam KUHP, pasal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban adalah Pasal 44 yang menyatakan:
1. Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
Advertisement