Liputan6.com, Cirebon - Ari (41) menghela napas. Ia berusaha menghirup secara maksimal asupan oksigen ke dalam dirinya. Hal itu dilakukan sembari ia menurunkan kaca jendela mobilnya. Sesaat kemudian, helaan napasnya terasa kencang, seolah ingin melepaskan penat yang luar biasa.
Lima detik kemudian, ia menarik tuas pembuka pintu mobil. Kaki kanannya berusaha untuk bersentuhan terlebih dulu dengan bagian yang terinjak ban kendaraannya. Sementara itu, tangan kirinya refleks memencet start/stop button yang ada di dashboard mobilnya.
Setelah mesin mati, ia menjejakkan kakinya di beton, bukan aspal. Ia terlihat masih limbung alias tak langsung 100 persen bisa berdiri tegak. Lantas, matanya menyapu ke sekeliling.
Advertisement
Ternyata, tak hanya dirinya yang melakukan seperti itu, tapi apa yang tersaji di beberapa kendaraan yang menepi bareng dirinya. Mereka semua seolah ingin mengucapkan kalimat yang sama : aku lelah, ingin sekadar meluruskan badan dan pikiran.
Ari, yang berdinas di sebuah institusi pemerintah menjadi bagian dari jutaan pemudik yang datang menyeruak dari arah Jakarat menuju kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIT dan Jawa Timur. Kali ini, setelah dua tahun tertahan, Ari ingin bertemu sanak saudara di kota kelahirannya, Klaten.
Ia mengaku tak bisa mengikuti anjuran pemerintah untuk mudik lebaran 2022 lebih awal, atau menghindari dimulainya cuti bersama. Banyak agenda di kantornya yang harus dikebut agar nantinya tak melanggar deadline.
Â
Rasa Macet
Tak ayal, ia dan keluarga baru bisa meninggalkan Jakarta pada Jumat (29/4/2022) malam. Ia start dari Palmerah sekitar pukul 21.00 WIB. Asanya tak lain bisa cepat sampai, apalagi dengan 'iming-iming' kemudahan pemerintah, yakni pelaksanaan 'one way' mulai dari Cikampek sampai Kalikangkung di Jawa Tengah.
Tentu, bagi Ari, keputusan tersebut menjadi angin syurga agar perjalanannya bisa lebih singkat. Maklum, jika dalam kondisi normal, setidaknya butuh 7-8 jam agar sampai ke Klaten.
Sayang seribu sayang, Ari dan juga jutaan pemudik lain, sudah pasti kecele jika menggunakan jasa tol. Bagaimana tidak, Ari sudah mendapat 'suguhan malam' ketika bermacet ria di sekitar jalur Jakarta-Cikampek.
Singkat cerita, ia baru mencapai gerbang tol Palimanan sekitar pukul 07.00 WIB. Artinya, butuh 10 jam perjalanan Jakarta-Cirebon. Padahal, jika dalam waktu normal, 10 jam sudah memberinya ruang istirahat di rumah orang tua cukup lama.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Kini Ari, dan rekan seperjuangan alias rombongan pemudik lainnya, harus tetap berjibaku. Entah apalagi yang akan terjadi di depan, Ari tak terlalu memusingkan.
"Bagi saya sampai ke rumah, lalu ingin istirahat total. Ini epik banget sih. Gak kebayang dengan apa yang terjadi di Merak, mungkin saya jauh lebih beruntung," kata Ari.
Ucapan Ari mengacu kepada horor kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Merak, Banten. Lautan pemudik terjebak dalam situasi lalu lintas yang masih menunggu solusi dari pemerintah.
Â
Advertisement
Sampah Berserakan
Kembali ke perjalanan sepenanggungan Ari. Selepas menghirup sejenak udara pagi yang segar di sekitar gerbang tol Palimanan, sembari melihat kompleks pabrik Semen Indonesia, Ari beringsut.
Ia celingukan untuk mencari sebuah tempat demi membuang hajat. Tolah-toleh, ia tak menemukan apapun, karena memang sedikit ruang selepas gerbang tol Palimanan, bukan rest area. Ia mengurungkan niat setelah diberitahu kalau ada rest area terdekat.
Apa yang dialami Ari menjadi satu di antara beberapa contoh nuansa yang terjadi sepanjang perhelatan akbar arus mudik Lebaran 2022. Keputusan pemerintah menggunakan sistem satu arah dari tol Japek sampai Kalikangkung, tak selamanya mulus.
Ternyata, kemacetan tetap terjadi, dan memberi beberapa efek terhadap pemudik. Satu di antara akibat buruk adalah kondisi terjepit para pemudik ketika harus makan atau membuang hajat kecil alias kencing.
Satu contoh nyata terjadi di sekitar area gerbang tol Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Di sini, ada sedikit ruang terbuka yang membuat para pemudik berinisiatif berhenti, rehat sejenak sembari melakukan berbagai aktivitas. Padahal, hal itu sebenarnya tak diperbolehkan.
Ada dua hal yang membuat suasana menjadi kurang enak dilihat. Pertama, sampah bekas aktivitas makan seperti tisu, kertas, sisa makanan sampai kemasan bekas air mineral, berserakan. Hal itu merusak pemandangan, dan terkesan menjadi jorok.
Kenyataan kedua adalah bau menyengat alias pesing, yang berasal dari aktivitas buah hajat kecil para pemudik yang sudah tak tahan lagi. Biasanya, mereka melakukan itu dengan menghadap ke arah dinding pembatas antara jalan tol dengan area luar.
Dari pantauan Liputan6.com, situasi tak mengenakkan itu sudah terjadi sejak Kamis (28/4/2022). Sampai sore ini, suasana seperti itu tetap terjadi, dan para petugas masih terus berupaya melakukan tindakan komunikatif.