Sukses

Profesor Hukum UII Sebut Blokchain Sesuai dengan Nilai Islam, Begini Penjelasannya

Ada dua alasan kuat teknologi blockchain ini menjadi layak diadopi oleh hukum

Liputan6.com, Yogyakarta - Profesor Bidang Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Budi Agus Riswandi mengungkapkan teknologi blokchain sesuai dengan nilai dan ajaran Islam. Sebab, teknologi internet saat ini telah menciptakan serangkaian tantangan dalam kehidupan manusia tidak terkecuali dalam bidang hukum.

“Isu-isu hak cipta yang banyak muncul akibat perkembangan teknologi internet merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh bidang hukum,” ujarnya, dalam pidato pengukuhan guru besar UII Yogyakarta bertajuk Teknologi Blokchain, Hak Cipta, dan Islam, Senin (30/5/2022).

Isu-isu hak cipta yang dimaksud mencakup isu pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta itu sendiri. Pada kenyataannya, jika isu-isu hak cipta ini direspons hanya sebatas kepada pemanfaatan instrumen hukum an sich, maka akan sangat sulit untuk dijawab karena hukum memiliki banyak keterbatasan.

“Tentunya dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikan cara hukum dan cara teknologi guna menyelesaikan isu hak cipta menjadi penting dan punya nilai kemanfaatan yang optimal,” ucapnya.

Ia meyakini, teknologi blockchain konteks ini memiliki relevansi dalam menyelesaikan isu-isu hak cipta, yaitu isu pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta. Bahkan, pada masa mendatang teknologi blockchain akan mampu menyelesaikan secara efektif dua isu tersebut.

Dengan dimanfaatkannya teknologi blockchain untuk tujuan hak cipta, maka pada dasarnya ini juga akan menguatkan atas pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta itu sendiri. Pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta pada hakikatnya berlaku secara universal.

Dalam konteks keIndonesiaan yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, maka konsep mengenai pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta ini ternyata masih relevan dengan nilai-nilai dan ajaran dalam Islam itu sendiri.

“Di samping itu juga, secara historis Islam sebenarnya sangat memperhatikan pentingnya pengakuan, perlindungan dan pengelolaan hak cipta. Untuk ikhitar ini dapatlah kiranya dioptimalkan melalui penggunaan teknologi blockchain,” kata Budi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Hak Cipta Diakui Islam

Secara eksplisit, Al-Qur’an maupun Al Hadis yang menerangkan mengenai konsep pengakuan atas hak cipta sebagai hak eksklusif tidak dapat ditemukan. Namun, apabila melihat sejarah Islam sebenarnya telah terjadi praktik-praktik atas pengakuan hak eksklusif tersebut berupa pengakuan atas hak moral.

Misal, pada masa kekhalifan Ustman bin Affan 656 M, proses transformasi pengumpulan teks Al-Qur’an menjadi satu buku dilalui dengan metode verifikasi literasi. Hal ini hampir sama dengan praktik, pengumpulan hadis nabi, verifikasi informasi dilakukan sedemikian rupa yang kemudian dikenal dengan ilmu al jarh wa al ta’dl. Praktik verifikasi ini pada dasarnya untuk memastikan kebenaran dari Al-Qur’an dan Hadist.25

“Dalam konteks hak cipta, praktik seperti ini merupakan bentuk pengakuan atas hak moral sebagai bagian dari hak eksklusif, meskipun pada masa itu tidak disebut sebagai hak moral,” tuturnya.

Sementara, jika memperhatikan pada pengakuan hak ekonomi, maka hak ekonomi hadir di dalam hak cipta sebagai suatu apresiasi atas jerih payah yang dilakukan oleh pencipta dalam menghasilkan karya dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan.

Wujud dari hak ekonomi ini berupa tersedianya peluang untuk mengeksploitasi hak tersebut secara ekonomi. Di dalam sejarah Islam sebagiamana diungkapkan George Makdisi dalam karyanya The Rise of College menyatakan dalam sistem kependidikan Islam yang berkembang pada abad 10 M (atau bahkan sebelumnya) itu, umat Islam telah memberlakukan berbagai ketetapan honor dan penghargaan bagi para ilmuwan.

Dalam perkembangannya, tidak sedikit ulama kontemporer meyakini bahwa kekayaan intelektual dalam perspektif Islam, termasuk hak cipta ternyata mengandung nilai mal, sehingga dapat ditransaksikan sebagai materi pokok (ma'qud alaih) dalam akad apapun.

Oleh karena itu, mencuri hak kekayaan intelektual (hak cipta) merupakan suatu pelanggaran yang mengakibatkan pencurinya dapat dihukum dengan hukuman yang ditentukan.

Teknologi blockchain adalah teknologi untuk perekaman dan penyimpanan data terdistribusi yang telah menerima banyak perhatian baru-baru ini karena fitur teknisnya seperti desentralisasi (decentralization), kekekalan (immutability), tidak bergantung pada kepercayaan (non-reliance on trust), dan keterlacakan (traceablity). Desentralisasi teknologi blockchain dan penerapan algoritma kriptografi mewujudkan pemisahan penyimpanan dan manajemen informasi dan juga memperkaya bentuk manajemen sistem informasi.

Menurut Budi, ada dua alasan kuat teknologi blockchain ini menjadi layak diadopi oleh hukum, termasuk hak cipta yakni menghilangkan ketergantungan pada aktor yang terpusat dan menciptakan kebenaran universal di antara para pihak yang tidak terpercaya.