Sukses

Kronologi Pengungkapan Kasus 12 Ton Minyak Goreng Kemasan Ilegal di Banyumas

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng bersama Polresta Banyumas membongkar sindikat peredaran minyak goreng kemasan tanpa izin edar di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

Liputan6.com, Banyumas - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng bersama Polresta Banyumas membongkar sindikat peredaran minyak goreng kemasan tanpa izin edar di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Pembongkaran sindikat pengedar minyak goreng ilegal bermula pada tanggal 18 Mei 2022 ketika petugas kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait dugaan penimbunan minyak goreng di Desa Cikidang, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

Dalam proses pendalaman, petugas kepolisian menemukan pelanggaran lain yakni pemalsuan merek dan informasi yang dicantumkan dalam kemasan.

Di gudang penyimpanan Desa Cikidang, petugas menemukan ribuan botol kemasan minyak goreng merek "Lapama". Dari hasil penyelidikan, merek ini tidak memiliki izin edar dan tidak mencantumkan informasi yang benar di kemasan.

Merek tersebut juga memberikan keterangan menyesatkan pada label dengan memakai izin edar dari perusahaan lain. Barcode yang tertera dalam kemasan juga ternyata milik perusahaan lain. Merek ini juga tidak mencantumkan logo halal dari MUI.

Petugas kemudian mengamankan tujuh orang pelaku dari TKP dan barang bukti sebanyak 628 karton yang masing-masing berisi 12 botol minyak goreng merek Lapama berukuran 800 ml. Total ada 6 ribu liter minyak goreng.

Pendalaman yang dilakukan petugas mengarah ke tempat pengemasan minyak goreng merek Lapama di CV Alam Timur Jaya yang terletak di Watugede, Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di lokasi tersebut petugas mengamankan 895 karton berisi migor merek Lapama dengan total lebih dari 8,5 ribu liter.

Selain mengamankan barang bukti, petugas juga mengamankan tersangka berinisial RAN selaku direktur perusahaan l.

Modus yang digunakan tersangka adalah membeli bahan baku berupa minyak sawit jenis RBD CP 10 dari PT Prima Sukses Sejahtera Abadi selaku distributor minyak di wilayah Kabupaten Malang.

Setiap bulan tersangka membeli sebanyak 7-8 ton minyak non subsidi tersebut seharga Rp 20.800 per kilogram. Oleh tersangka, minyak tersebut dikirim ke gudang tersangka di CV Alam Timur Jaya dan CV Bumi Mondoroko.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Dikemas Ulang dengan Merk Lapama

Selanjutnya minyak goreng dikemas ulang dengan merek "Lapama" dan dijual ke masyarakat dengan harga per kardus Rp235.000.00 atau per botol seharga Rp19.500.

"Barang bukti yang diamankan total sebanyak 18.288 botol migor merek Lapama ukuran 800ml. Jumlah semuanya lebih dari 14 ribu liter minyak goreng tanpa ijin edar yang kita amankan, atau seberat 12 ton," kata Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi saat konferensi pers ungkap kasus yang digelar di Mapolresta Banyumas pada Selasa, (31/05/2022).

Kasus ini terbilang besar karena melibatkan lintas provinsi. Selain itu, informasi menyesatkan yang dicantumkan dalam kemasan tersebut sangat merugikan masyarakat.

Kapolda juga menggimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dengan tidak mencari kesempatan dalam kesempitan terkait peredaran minyak goreng.

"Secara umum di wilayah kita tidak ada kelangkaan dan antrian terkait migor. Kita juga perintahkan seluruh jajaran untuk kontrol harga migor di pasar sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," ujar dia.

Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Dr Hibnu Nugroho mengapresiasi teknik dan taktik pengungkapan kasus tersebut. Menurutnya pengungkapan kasus tersebut menunjukkan suatu kejelian dan kecerdikan yang luar biasa dari aparat penegak hukum Polda Jateng.

"Perbuatan pelaku yang memberikan informasi menyesatkan dalam kemasan minyak goreng tang diedarkan tersebut sangat merugikan masyarakat. Diharapkan pelaku mendapat hukuman setimpal karena perbuatannya merugikan hajat hidup orang banyak," ungkap Prof Dr Hibnu Nugroho.

Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta pasal 144 UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.