Liputan6.com, Semarang - Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini tengah mewabah di Indonesia. Penyakit ini banyak menyerang hewan ternak yang bisanya dijadikan kurban oleh umat muslim pada Hari Raya Iduladha.
Dari mulai sapi, kerbau, hingga domba atau kambing banyak yang terjangkit penyakit ini. PMK tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular.
Melihat hewan-hewan ternak yang terkena PMK tersebut biasanya untuk berkurban, maka timbul persoalan, apakah hewan yang terjangkit PMK tersebut boleh atau tidak dijadikan kurban?
Advertisement
Baca Juga
Untuk menjawab persoalan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan fatwa terkait hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK.
Berikut adalah fatwa MUI dan PBNU tentang hukum berkurban dengan hewan ternak yang terjangkit PMK.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Fatwa MUI
Mengutip mui.or.id, MUI mengeluarkan fatwa terkait hukum berkurban dengan hewan yang terjangkit PMK. Hal ini dapat dilacak dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Dalam fatwa tersebut hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK diperinci sebagai berikut.
a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
Advertisement
Fatwa LBM PBNU
Sementara itu, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) mengeluarkan putusan tentang hukum berkurban dengan hewan ternak yang terkena PMK.
Mengutip NU Online, LBM PBNU merilis hasil kajian perihal hukum berkurban dengan ternak yang terjangkit PMK, Kamis (9/6/2022) malam. LBM PBNU memutuskan bahwa ternak yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban.
“Hewan yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan menunjukkan gejala klinis–meskipun ringan–tidaklah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban,” demikian bunyi putusan kajian LBM PBNU Tentang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tertanggal Selasa, 7 Juni 2022.
Kajian LBM PBNU membedakan ibadah sedekah dan ibadah kurban. Kajian LBM PBNU menjelaskan bahwa ibadah sedekah lebih terbuka dari segi kriteria dan waktunya.
Adapun ibadah kurban merupakan ibadah istimewa yang memiliki ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam hadits dan kitab-kitab fiqih pada umumnya. Ketentuan agama mengharuskan ibadah kurban berasal dari hewan yang cukup umur dan bebas cacat serta penyakit.
“Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban,” demikian salah satu bunyi putusan tersebut.
Demikian hasil keputusan MUI dan LBM PBNU terkait hukum berkurban dengan hewan ternak yang terjangkit PMK.
Penulis: Khazim Mahrur