Sukses

Kerap Jadi Sengketa Usai Perceraian, Ini Hukum Islam Terkait Hak Asuh Anak

Sosok ibu lebih sayang dan lebih sabar dalam mengurus dan mendidik anak sehingga ibu lebih berhak atas hak asuh anak yang belum tamyiz jika terjadi perceraian

Liputan6.com, Cilacap - Stefano Richardo melayangkan gugatan hak asuh anak ke Pengadilan Agama Depok Jawa Barat usai dirinya resmi bercerai dengan Mawar AFI. Hal ini diajukan sebab menurut Stefano, Mawar AFI telah menelantarkan ketiga anaknya.

Ternyata gugatan Steno Richardo ditolak oleh Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat dan dimenangkan Mawar AFI. Hal ini dikhabarkannya melalui unggahannya di Instastorynya. Menang atas gugatan soal hak asuh anak ini, Mawar Afi mengatakan rasa syukurnya dan akan konsentrasi mengurus anak.

"Alhamdulillah ya Allah. Saya sendiri ingin benar-benar selesai, saya ingin fokus ngurusin masa depan anak-anak," kata Mawar AFI sebagaimana dikutip Liputan6.com, Rabu (22/6/2022).

Terlepas dari hal itu, masalah hak pengasuhan anak pascaperceraian telah di atur dalam Islam.

Mengutip NU Online, perihal orang yang paling berhak dalam pengasuhan anak jika suami-istri berpisah dan mereka memiliki anak yang belum tamyiz, laki-laki atau perempuan, maka ibunya lebih berhak atas hak asuh anak tersebut daripada ayah.

Sebagai pengetahuan, perihal tamyiz dalam terminologi Fiqih ialah ketika dia telah mampu untuk menentukan pilihan dan membedakan mana yang baik dan bermanfaat untuk dirinya dan mana yang buruk dan merugikan dirinya.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Mengapa Ibu Lebih Berhak?

Mengapa ibu atau pihak ibu didahulukan daripada ayah dan pihak ayah? Menurut Mustafa al-Khin dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji disebabkan karena sosok ibu lebih sayang dan lebih sabar dalam mengurus dan mendidik anak.

Ibu lebih lembut, lebih sensistif, dan lebih mampu memenuhi kebutuhan kasih sayang si anak, terutama yang berhubungan dengan kasih sayang dan perlakuan lembut.

إن الأم أحق بالحضانة من الأب، للأسباب التالية: لوفور شفقتها، وصبرها على أعباء الرعاية والتربية. لأنها ألين بحضانة الأطفال، ورعايتهم، وأقدر على بذل ما يحتاجون إليه من العاطفة والحنو

Artinya: “Adapun ibu lebih berhak atas pengasuhan daripada ayah karena beberapa alasan berikut: pertama, kasih sayangnya lebih luas serta kesabarannya lebih besar dalam menanggung beban pengurusan dan pendidikan. Kedua, ibu lebih lemut dalam mengasuh dan menjaga anak-anak, dan lebih mampu mencurahkan perasaan dan kasih sayang yang mereka butuhkan.” (Lihat: Musthafa al-Khin, al-Fiqh al-Manhaji, jilid 4, hal. 191).

Lalu sendainya ketika terjadi perceraian dan ibu tidak ada atau tidak mau mengasuh, maka yang berhak setelahnya adalah nenek dari ibu, kemudian nenek dari ayah, kemudian ibu dari nenek pihak ibu atau ayah, kemudian saudara perempuan seayah-seibu, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, kemudian bibi dari ibu, kemudian bibi dari ayah, kemudian keponakan dari saudara laki-laki, kemudian keponakan dari saudara perempuan.

Hak Asuh Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Hak Asuh Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Menurut KHI, hak asuh anak tak jauh berbeda dengan yang dikemukakan dalam literatur hukum Islam atau fiqih.

Dalam Pasal 105 Inpres No. 1991 tentang Penyebarluasan KHI disebutkan dalam hal terjadinya perceraian:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada si anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Demikian penjelasan ringkas tentang hak asuh anak dalam Islam.

Dengan demikian, maka keputusan Pengadilan Agama Depok terkait hak asuh anak yang jatuh pada Mawar AFI telah sesuai dengan aturan hukum Islam.

Penulis: Khazim Mahrur