Sukses

Kekhawatiran Arsjad Rasjid soal Risiko Krisis Pangan, Ini Solusinya

Saat ini, sektor agrikultur Asia Tenggara berkembang pesat, tapi tetap tidak lepas dari risiko krisis pangan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menghadiri Forum Global Future Fellows (GFF): Food Security di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Dalam forum tersebut, Arsjad yang juga merupakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kondisi Indonesia yang belum mencapai ketahanan pangan.

Ketahanan pangan itu artinya apa? Semua orang punya akses atas makanan yang berkualitas dan berkelanjutan di tengah situasi atau bahkan bencana apa pun,” ujar Arsjad.

Saat ini, sektor agrikultur Asia Tenggara berkembang pesat, tapi tetap tidak lepas dari risiko krisis pangan. Sekitar 20 persen populasi Asia Tenggara mengalami kerentanan pangan, dengan hasil panen di bawah rata-rata global.

Menurut Arsjad, penyebabnya adalah keterbatasan akses petani ke benih dan pupuk berkualitas, kurangnya infrastruktur dan teknologi yang kurang baik, terbatasnya akses ke pembiayaan dan pasar petani, serta kurangnya pengetahuan serta keahlian petani. Selain itu, ada faktor eksternal berupa krisis iklim dan geopolitik.

Oleh karena itu, Arsjad menuturkan ketahanan pangan tetap menjadi prioritas negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia yang kini menduduki posisi sebagai pimpinan ASEAN.

“Pada ASEAN Summit kemarin, Indonesia dan negara ASEAN lainnya menekankan komitmen kita pada isu ini serta penguatan pangan sebagai prioritas utama bersama,” jelas Arsjad Rasjid.

Sementara, ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) menjadi narasi tunggal dalam hilirisasi industri pangan sebagai basis strategi dan kebijakan terkait ketahanan pangan. ASEAN-BAC terus melanjutkan legacy program berupa inclusive closed loop for agricultural product yang bertujuan membantu petani dengan memberikan akses ke pemerintahan, pendanaan, pengetahuan, teknologi, dan peluang pasar serta membina kolaborasi antar pelaku sektor tersebut.

Program ini salah satunya telah dilaksanakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, sejak 2018 dan berhasil meningkatkan produksi sekitar 30.000 petani hingga persen. Selain itu, pendekatan ini juga berhasil meningkatkan kontribusi petani perempuan serta membantu pencegahan stunting di Kupang.

Video Terkini