Liputan6.com, Kediri - Sempat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia selama tiga tahun. Seorang pekerja migran yang berasal dari Desa Turus, Kabupaten Kediri, Jawa Timur berhasil menjadi pengusaha bakso sukses. Bahkan usahanya dijajalkan hingga ke pelosok negeri.
Muhammad Mansyur awalnya merupakan seorang TKI yang memiliki cerita yang hampir mirip dengan para buruh migran lainnya. Meninggalkan desa agar dapat mengubah nasib, setidaknya mendapatkan kehidupan lebih layak.
Ia berangkat menuju Malaysia, dan bekerja sebagai buruh disana sejak 2009 hingga 2011 lampau. Tak lama-lama, Mansyur hengkang pulang kekampung halaman karena merasa sudah merasa memiliki tabungan yang cukup dan ingin memulai usahanya sediri.
Advertisement
Baca Juga
Akhirnya, pada tahun yang sama, Mansyur dan istrinya memulai usaha bakso dengan harga yang sangat murah, yaitu dua ribu rupiah per mangkoknya. Usaha bakso yang kemudian diberi nama Pak Ndut.
Bermula dari menjajalkan dangannya menggunakan sepeda angin keliling desa, ia berhasil membuat barang dagangannya itu digemari oleh warga desa. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.
Melihat kondisi itu, ia mengaku istrinya, Kholifah membuat inovasi agar baksonya ini lebih dikenal oleh seluruh penjuru desa. Dimana, sang istri berinisyatif memberi label bahwa baksonya hanya dibandrol Rp2 ribu per porsinya.
Â
Â
Â
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Permintaan dari Luar Daerah
Hasil tangan kreatif Kholifah berbuah manis, dagangan mereka lebih dikenal dari waktu yang sebelumnya. Bahkan ke desa tetangga. Sehingga dari keuntungan berdagang, Mansyur memutuskan mengganti sepedanya dengan sepeda motor agar menjangkau area yang lebih luas.
"Alhamdulillah yang suka banyak, jadi saya bisa mengumpulkan uang untuk membeli sepeda motor untuk berjualan," jelasnya.
Meskipun murah, Mansyur menjamin setiap bahan-bahan yang mereka gunakan merupakan bahan-bahan yang aman dan halal untuk dikonsumsi. Sehingga usaha yang mereka bangun tersebut berkembang dengan sangat pesat.
Namun, terkendala akibat pandemi Covid-19, pasangan suami istri tersebut mencari ide baru agar dagangannya tetap dikonsumsi oleh masyarakat.
"Iya, keuntungan dagangan menurun, sehingga kami mencari cara untuk membekukan bakso ini sehingga semua orang dapat menyantapnya di dalam rumah dengan aman," kata Khofifah.
Tak disangka-sangka, permintaan akan bakso beku lebih banyak dari dagang bakso keliling. Ia mengaku peningkatan jualan naik hingga 20 persen dibandingkan sebelum pandemi.
Saat ini, mereka membutuhkan 1,5 kuintal daging untuk memproduksi bakso setiap harinya, bahkan dapat meningkat hingga seratus persen pada hari libur.
"Sabtu atau Minggu bisa 3-4 kuintal daging yang dijadiin bakso," katanya.
Banyaknya permintaan tidak hanya berasal dari desa, atau kabupaten yang sama, namun juga menyebar hingga ke berbagai kota dan provinsi lainnya di Pulau Jawa, bahkan di Indonesia.
"Permintaan itu misalnya datang dari Jakarta, Bekasi. Ada juga dari Jawa Timur, misalnya Surabaya, Malang, Blitar. Semua selalu kembali order," jelasnya.
Advertisement
Miliki 22 Pekerja
Bakso bermerek Pak Ndut itu memiliki keunikan dibandingkan dengan yang lainnya. Deman kemasan yang lebih praktis, lengkap dengan bumbu membuat siapapun dengan mudah menyajikan itu dari mana såja.
Selain itu harganya yang terjangkau dan rasanya yang enak membuat siapapun tertarik untuk membeli. Untuk satu bungkus isi 25 bakso harganya Rp10 ribu, sedangkan empat bakso besar dipatok dengan harga Rp20 ribu. Lain lagi untuk harga tahu bakso yang dipatok dengan harga Rp10 ribu per sepuluh pcs di dalamnya.
Saat ini, Mansyur memiliki 22 orang pekerja yang bahkan angka itu meningkat selama pasa pandemi. Dengan label halal, dan sudah memiliki izin usaha yang jelas, usahanya terus berkembang hingga sekarang.
Â
Sonya Andomo