Sukses

Ketika Petani Sayur Lereng Gunung Arjuna Beralih Tanam Pohon Buah

Kondisi di lereng Gunung Arjuna semakin terbuka dan sudah sangat jarang pepohonan di kawasan perkebunan yang dikelola masyarakat.

Liputan6.com, Malang - Para petani di lereng Gunung Arjuna, Kabupaten Malang, Jawa Timur biasanya berkebun sayuran berjanji akan mengganti tanaman di kebunnya menjadi tanaman buah seperti alpukat, durian, kelengkeng dan cengkeh.

Hal ini karena kondisi di lereng Gunung Arjuna yang semakin terbuka dan sudah sangat jarang pepohonan di kawasan perkebunan yang dikelola masyarakat tersebut.

Direktur PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid, Selasa (22/2/2022) menceritakan, petani yang berasal dari Desa Giripurno, Kota Batu dan Desa Tawangargo, Kabupaten Malang itu sejak lama menanam sayur di kawasan hutan lindung Petak 76.

"Bahkan ada yang menanam sayur di area yang masuk program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dicanangkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2019 dengan luasan 8,26 hektare," katanya, Rabu (23/2/2022).

Sebelumnnya, kawasan RHL ini pada akhir tahun 2021 sempat mencuat isu akan ditanami porang atas perintah LMDH Giripurno. Tapi kabar itu ditepis oleh Ketua LMDH Gidripurno, Saji yang ditemui tim PROFAUNA beberapa waktu yang lalu membantah jika memerintahkan penanaman porang di kawasan hutan lindung tersebut.

Melihat kondisi hutan lindung Petak 76 yang sudah digarap menjadi pertanian sayur itu, tim PROFAUNA Indonesia berusaha melakukan edukasi ke petani. Bukan hanya edukasi, tapi juga membantu bibit pohon agar ditanam di kawasan lindung itu.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Reboisasi

Gerakan reboisasipun digalakkan, sejak tanggal 11 Desember 2021, Kelompok Tani Hutan (KTH) Arjuna Baghawanta dan PROFAUNA yang didampingi Perhutani RPH Junggo melakukan penanaman pohon di Petak 76.

"Puluhan anggota KTH ini tergerak untuk memulihkan hutan lindung yang sudah rusak fungsinya," jelasnya.

Petani juga berjanji untuk tidak lagi memperluas atau merambah hutan lindung yang tersisa. Tentunya kesepakaan ini merupakan jalan tengah yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi.

"Idealnya memang tidak boleh ada penggarapan untuk pertanian di kawasan hutan lindung," ia menambahkan.

Tetapi nasi sudah jadi bubur, hutan lindung sudah menjadi sayur. Kompromi menjadi jalan tengahnya, tetapi penegakan hukum bagi orang yang tetap bandel merusak fungsi hutan lindung juga harus dilakukan di kemudian hari.