Sukses

Wayang Krucil Khas Jatim, Berkembang Mengikuti Aliran Sungai

Wayang krucil atau wayang klithik merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang menggunakan wayang berukuran kecil.

Liputan6.com, Surabaya - Wayang krucil atau wayang klithik merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang menggunakan wayang berukuran kecil. Wayang krucil terbuat dari kayu pipih dengan tangan terbuat dari kulit sehingga mudah digerakan oleh dalang.

Dikutip dari berbagai sumber, penamaan wayang krucil dikarenakan ukurannya yang lebih kecil dibandingkan wayang kulit biasanya. Wayang krucil hanya berukuran sekitar 30 sentimeter. Kata krucil mengacu pada penyebutan untuk anak kecil dalam masyarakat Jawa.

Figur wayang krucil menyerupai wayang kulit purwa, tetapi berbeda tokoh dan karakternya. Kesenian wayang krucil menyebar dan berkembang di sepanjang daerah aliran sungai Brantas dan Bengawan Solo, mulai dari Jawa Timur yang meliputi wilayah Malang, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Ngawi, dan Bojonegoro, serta Blora di Jawa Tengah.

Pola persebarannya menunjukkan wayang krucil tumbuh dalam lingkungan agraris yang dekat dengan aliran air sungai. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya kesenian serupa di kawasan pantai utara Jawa, atau wilayah yang tidak berbatasan dengan aliran sungai Brantas dan Bengawan Solo.

Ada beberapa pendapat mengenai kemunculan wayang krucil dalam kesenian Jawa. Beberapa pendapat mengaitkannya dengan kedatangan Islam di Nusantara.

Wayang krucil sebagai hasil akulturasi antara wayang kulit purwa dan kebudayaan baru bernafaskan Islam yang tengah berkembang masa itu. Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga diduga sebagai inspirator sekaligus kreator yang melahirkan wayang krucil. Mereka kemudian menggunakan wayang krucil sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Raja Brawijaya V

Wayang krucil konon diciptakan semasa pemerintahan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahannya merupakan fase peralihan dari masa pengaruh Hindu dan Buddha ke masa Islam.

Beberapa penyebar Islam yang telah berada di pantai Utara Jawa sejak abad ke 16. Wayang digunakan untuk media budaya untuk memperkenalkan Islam di masyarakat dan diduga kemunculan wayang krucil berkaitan dengan hal tersebut.

Pendapat lain menyebutkan bahwa wayang krucil muncul di masa pemerintahan Pangeran Pekik pada tahun 1700-an di Surabaya. Pangeran Pekik merupakan seorang ulama dan ahli fiqih yang merupakan adik ipar Sultan Mataram.

Konon Pangeran Pekik mendapat mandat dari Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam. Tujuannya untuk menguasai kawasan Giri Kedaton pada tahun 1635, yang saat itu penduduknya belum sepenuhnya menganut agama Islam.

Pangeran Pekik diduga menggunakan media wayang berbahan kayu untuk menyebarkan dakwahnya.

 

3 dari 3 halaman

Wayang Panji Khas Jatim

Wayang Krucil Panji menjadi cerita ciri khas dari Jawa Timur. Lakon yang dimainkan bersumber dari cerita-cerita Panji, khususnya legenda Panji Asmorobangun atau Panji Semirang.

Cerita ini mengisahkan perjalanan Raden Panji dalam mencari Dewi Sekartaji. Ada 70 tokoh yang ditampilkan, antara lain Raden Panji, Dewi Sekartaji, Dewi Ragil Kuning, dan Prabu Joyoboyo.

Sosok Panji digambarkan memakai tekes seperti yang ada di relief Candi Panataran. Raden Panji digambarkan sebagai satria yang wajahnya berwarna putih atau kuning, sedangkan bentuk tekes dapat berbeda di tiap-tiap daerah. Tekes pada wayang krucil hanya dikenakan oleh Raden Panji Asmorobangun, sedangkan tokoh satria lainnya mengenakan topi gelang keling.

(Tifani)