Liputan6.com, Surabaya - Dolly..
Yang menyala-nyala di puncak kota..
Yang sembunyi di sudut jalang jiwa..
Advertisement
Pria Surabaya..
Sepenggal bait lagu tersebut, menggambarkan kehadiran Gang Dolly di Kota Surabaya Jawa Timur (Jatim) tersebut menjadi tempat hiburan malam warga Surabaya.
Cerita Gang Dolly diciptakan dan didendangkan oleh Silampukau, band beraliran folk asal Kota Surabaya Jatim, yang berjudul ‘Si Pelanggan’.
Baca Juga
Bukan menjadi rahasia umum, jika Gang Dolly dulunya dikenal sebagai kawasan lokalisasi prostitusi, yang terletak di Jalan Kupang Gunung Timur, di kawasan Putat Jaya Surabaya. Di kawasan tersebut, banyak wanita penghibur yang ‘dipajang’ di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase.
Gang Dolly pernah menjadi pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Diperkirakan ada lebih dari 1.000 orang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang bekerja di sana.
Ada beberapa versi cerita sejarah munculnya Gang Dolly tersebut. Ada yang menyebutkan dahulu kawasan Dolly, adalah pemakaman warga Tionghoa di Surabaya, yang kemudian diubah menjadi tempat prostitusi khusus bagi para tentara Belanda oleh Noni Belanda Dolly van der Mart.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Sejarah Gang Dolly
Namun berdasarkan buku berjudul Dolly, Kisah Pilu yang Terlewatkan karya Cornelius Prastya R.K dan Adir Darma, disebutkan pada 1967 datang seorang perempuan bernama Dolly Khavit. Ia mengawali bisnis karena kesepian dan merasa sakit hati akibat ditinggal oleh suaminya yang seorang pelaut.
Dolly Kharvit digambarkan sebagai perempuan yang tomboy. Oleh karena itu para ‘anak-anaknya’ memanggilnya dengan sebutan Papa Dolly.
Papa Dolly tersebut kemudian mendirikan rumah bordil untuk para tentara Belanda. Karena setiap hari pengunjung makin ramai, rumah-rumah bordil tersebut makin banyak muncul.
Lagu Gang Dolly diperkenalkan Silampukau di album keduanya, yang bertajuk ‘Dosa, Kota & Kenangan’, yang diluncurkan tahun 2015 lalu.
Advertisement
Malam Jatuh di Surabaya
Tak hanya kisah Gang Dolly, pentolan Silampukau, Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening juga menciptakan lagu-lagu lain tentang potret Kota Surabaya, yang lugas dan tak sepenuhnya bercerita manis.
Beberapa lagu yang sangat pas menggambarkan Kota Surabaya, yakni lagu ‘Malam Jatuh di Surabaya’ yang mengisahkan tentang kemacetan di Jalan Ahmad Yani Surabaya.
Lagu lainnya yang sangat realistis dengan kehidupan di Kota Surabaya yakni ‘Puan Kelana’, yang mengisahkan perpisahan antara penulis lirik dan kekasihnya, ketika memadu kasih di Kota Surabaya.
Lalu lagu ‘Bola Raya’ pun menggambarkan terjadinya bentrok antara pembangunan yang meluluhlantakkan lahan permainan anak-anak di Surabaya.