Sukses

Nyai Ageng Pinatih, Syahbandar Gresik yang Jadi Ibu Angkat Sunan Giri

Nama Nyai Ageng Pinatih tak bisa dilepaskan dari perkembangan pelabuhan di Kabupaten Gresik Jawa Timur (Jatim).

Liputan6.com, Surabaya - Nama Kabupaten Gresik di Provinsi Jawa Timur (Jatim), tak bisa dilepaskan dari sosok Nyai Ageng Pinatih, yang juga dijuluki dengan berbagai nama. Seperti Nyai Gede Pinatih, Nyai Ageng Samboja, Nyai Ageng Maloka, Nyai Salamah, Nyai Gede Tandes.

Nyai Ageng Pinatih dikenal sebagai tokoh yang dipercaya masyarakat Gresik sebagai syahbandar perempuan Gresik, yang menjabat pada tahun 1458-1477. Julukan ‘Samboja’ sendiri, berasal dari nama negara Kamboja, sedangkan ‘Pinatih’ berasal dari kata 'Patih'.

Dilansir Wikipedia, Nyai Ageng Pinatih merupakan istri dari Patih Semboja, berasal dari Kerajaan Blambangan yang Hindu. Dia diusir dari kerajaannya oleh Prabu Menak Sembuyu (Menak Jinggo), karena Patih Semboja mendukung ajaran Syekh Maulana Ishaq.

Akhirnya, Patih Semboja menemui Raja Majapahit dan mengabdi sebagai pejabat tinggi di Kerajaan Majapahit. Raja Majapahit Brawijaya memberi Nyai Ageng Pinatih sebidang tanah di Gresik dan menetap di Gresik sejak tahun 1412.

Dia pun dipercaya berasal dari Champa dan tinggal di Gresik Wetan, sekitar 200 meter dari Desa Gapura. Menurut buku Gresik Sejarah dan Harijadi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Gresik, Nyai Ageng Pinatih diberi hak oleh raja Majapahit, untuk bermukim menjadi saudagar di Gresik.

Nyai Ageng Pinatih dipercaya memiliki barang dagangan dan kapal dalam jumlah besar, serta usaha dan relasinya luas di Pulau Jawa. Karena semakin banyaknya kapal singgah di pelabuhan, syahbandar diperlukan untuk mengatur pelabuhan. Syahbandar sendiri adalah seorang petugas, yang bertanggung jawab untuk mengatur pelabuhan di suatu daerah.

Karena kepiawaannya dalam berbagai bahasa, menguasai ilmu perdagangan dan memiliki relasi yang luas, akhirnya Nyai Ageng Pinatih diangkat menjadi syahbandar di Gresik Jatim di tahun 1458 Masehi, oleh Raja Majapahit Brawijaya V.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Syahbandar Gresik

Sejak saat itu, pusat Pelabuhan Gresik lalu berpindah dari Desa Bandaran ke Desa Kelingan (sekarang Kebungson atau Pakelingan). Pada masa ia menjabat, Pelabuhan Gresik mencapai kejayaannya.

Namun ada cerita lain, jika Dinasti Ming yang mengangkat Nyai Ageng Pinatih sebagai syahbandar Gresik, menggantikan Cheng Ho yang bertugas mengontrol keamanan wilayah Jawa dan Sumatra, terutama di Kota Palembang Sumsel.

Nyai Ageng Pinatih juga dipercaya sebagai perempuan pertama di Nusantara, yang memungut bea cukai dan mengawasi pedagang asing pada zaman kesultanan.

Menurut buku Grisse Tempo Doeloe, Nyai Ageng Pinatih tidak lagi aktif sebagai syahbandar pada 1477, karena sakit parah lalu tutup usia. Makam di Kebungson sekitar 300 meter sebelah utara Alun-Alun Kota Gresik, yang dipercaya sebagai makamnya. Sepeninggalannya, tidak diketahui siapa penggantinya sebagai syahbandar di Gresik.

 

3 dari 3 halaman

Sunan Giri

Sosok Nyai Ageng Pinatih juga dipercaya mempunyai hubungan erat dengan Joko Samudro, nama kecil dari Sunan Giri atau Raden Paku.

Nyai Ageng Pinatih dipercaya merupakan ibu angkat dari Joko Samudro (nama kecil Sunan Giri atau Raden Paku) yang ditemukan terombang-ambing di laut oleh kapal yang berlayar ke Pulau Bali pada 1443.

Sunan Giri semasa bayi, ditemukan oleh awak kapal, saat tubuhnya tersangkut di kapal Nyai Pinatih. Bayi tersebut lalu diserahkan ke Nyai Pinatih dan akhirnya diangkat menjadi anak. Karena ditemukan di laut, Sunan Giri diberi nama Jaka Samudra.

Setelah cukup umur, Jaka Samudra dikirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Menurut Babad Tanah Jawi, sesuai pesan Maulana Ishak, oleh Sunan Ampel nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku.