Sukses

Virus Hendra Muncul Usai Covid-19, ini Penjelasan Ahli

Virus Hendra ditemukan pada 1994 saat wabah penyakit di kawasan Hendra, Brisbane, Australia.

Liputan6.com, Surabaya - Virus Hendra menjadi salah satu virus yang banyak diperbincangkan setelah meredanya kasus COVID-19 di Indonesia. Virus ini disebut-sebut lebih mematikan dibanding Covid-19.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Laura Navika Yamani menyebutkan, tingkat kematian virus Hendra lebih tinggi. Jika Covid-19 pada tingkat 3-4 persen, virus Hendra berada pada tingkat 50 persen kematian.

"Meski mematikan, virus bernama ilmiah Hendra Henipavirus ini umumnya masih jarang ditemukan pada manusia. Berdasarkan data dari tahun 1994 hingga 2013 dilaporkan tujuh kematian manusia akibat virus ini," ujarnya, Senin (6/6/2022).

Laura menjelaskan, virus Hendra ditemukan pada 1994 saat wabah penyakit di kawasan Hendra, Brisbane, Australia. Virus yang bersumber dari kelelawar ini dapati menyerang sistem pernapasan dan neurologi pada hewan dan manusia.

"Setelah ditelusuri, virus ini ternyata bersifat zoonosis yakni bisa berpindah dari host ke host, dari hewan ke manusia," sebutnya.

Lebih lanjut, masuknya virus ini ke tubuh manusia biasanya diperantarai oleh hewan mamalia. Kalau dari kelelawar langsung ke manusia biasanya sulit, karena sifat host-nya berbeda.

"Lebih mudah masuk dari perantara sesama mamalia, dalam kasus ini kuda," sebutnya.

 

2 dari 2 halaman

Waspadai Penularan Virus Hendra

Penularan virus Hendra dari kelelawar ke kuda menjadi wajar, terlebih mengetahui fakta bahwa keduanya memiliki habitat yang sama.

Karena sifatnya menular melalui droplet, kelelawar pemakan buah yang memiliki habitat dengan kuda, dapat melakukan buang kotoran atau urine yang akhirnya bercampur dengan rumput yang menjadi makanan kuda.

Sehingga rumput yang akan dimakan kuda, telah terkontaminasi dengan virus tersebut.

"Virus Hendra bisa menular ke manusia melalui kontak erat, disertai tingkat higienitas yang rendah. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan gejala demam, batuk, sakit pada tenggorokan, ataupun ensefalitis atau radang otak," kata Laura.

Penyakit akibat virus ini dinyatakan sebagai kondisi endemis di Australia, yakni kondisi dengan jumlah terkendali namun dapat mengancam kesehatan masyarakat karena sewaktu-waktu bisa menyebabkan wabah.

Laura menyarankan, meski belum pernah ditemukan di Indonesia, informasi yang ada sebaiknya dijadikan peringatan tersendiri.

"Mengingat Indonesia juga memiliki hewan ternak yang tidak sedikit, pemerintah juga harus menyadari dan mengawasi bagaimana surveillance-nya, bagaimana cara agar hewan termasuk kuda tidak terjangkit virus Hendra," sebutnya.