Sukses

Terungkap Nama Kecil Sunan Giri Hingga Cara Unik Mengajar Islam

Sunan Giri belajar bersama Maulana Makdum Ibrahim, putera Sunan Ampel tetapi juga sekaligus sebagai murid Sunan Ampel

Liputan6.com, Jakarta Sunan Giri ternyata memiliki nama kecil yang sebagian dari kita tidak mengetahui tentang tersebut. 

Nama kecilnya ialah Raden Paku tetapi juga dikenal dengan nama Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih. Beliau adalah putera dari Maulana Ishak dari Blambangan, Jawa Timur

Sebagaimana ayahnya, Raden Paku ini juga berguru kepada Raden Rakhmat alias Sunan Ampel Surabaya.

Beliau belajar bersama Maulana Makdum Ibrahim, putera Sunan Ampel tetapi juga sekaligus sebagai murid Sunan Ampel. Jika Raden Paku nanti bergelar Sunan Giri maka Maulana Makdum Ibrahim nanti bergelar Sunan Bonang.

Baik Raden Paku maupun Maulana Makdum Ibrahim keduanya nenuntut ilmu ke Pasai kemudian ke Malaka. Di Pasai keduanya belajar tentang tasawuf dan tauhid. 

Di Malaka kedua murid dari Gresik ini diterima dengan baik oleh Maulana Ishak (Syeikh Awwalul Islam).

Mereka berdua belajar sebentar karena keduanya termasuk kelompok kaum kasyaf yang sering mendapatkan ilmu landuni secara gaib sehingga guru-gurunya di Pasai memberikan nama kepada mereka sebagai “Ainul Yakin“.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Mengajarkan Islam

Raden Paku alias Syeikh Ainul Yakin menikah dengan puteri Sunan Ampel yang benama Dewi Murtasiah dan bermukim di Giri. Sebagai basis pendidikan dan pembentukan kader yang tangguh maka didirikanlah pondok-pondok pesantren. 

Dalam waktu singkat Giri menjadi pusat pendidikan Islam yang handal dan murid-muridnya datang dari segala penjuru tanah air. Seperti Madura, Lombok, Sulawesi, Kalimantan, Hitu, Temate, Tidore, dan Halmahera. 

Pengaruh ajaran Sunan Giri meluas ke wilayah Nusantara di luar Pulau Jawa. Dalam mengajarkan Islam Sunan Giri mengembangkan teknik khusus yang intinya “dapat mengalahkan musuh tanpa membunuhnya”. 

Dalam ajaran kejawen, ada pedoman hidup yang sangat luhur yaitu “sugih tanpa banda, menang tanpa ngasorake” (artinya: kaya tanpa harta, menang tanpa menghina lawan). 

Ajaran ini pernah dianut oleh R.M. Sosrokartono (kakanda dari R.A. Kartini). Ajaran Sunan Giri lainnya berupa permainan anak-anak serta tembang-tembang yang diisi nafas keislaman. 

Beliau dikenal pula sebagai pencipta tembang Asmaradana dan Pucung. Raden Paku wafat di Giri dan dimakamkan di sana pula. 

Oleh masyarakat beliau dikenal sebagai Sunan Giri. Generasi sesudahnya yang meneruskan pekerjaan almarhum di Gresik ialah Sunan Dalem, Sunan Sedeng Margi, dan Sunan Prapen. 

Ketika Sunan Prapen wafat tahun 1597, beliau digantikan oleh Sunan Kawis Guwa, kemudian oleh Panembahan Ageng Giri yang wafat tahun 1638 M. Penggantinya ialah Panembahan Mas Witana Sideng Rana yang wafat tahun 1660 M. 

Pangeran Puspa Ira meneruskan kegiatan di Giri atas perintah Amangkurat I Kekuasaan, kebesaran dan kharisma Giri runtuh ketika Amangkurat II yang bersekongkol dengan kompeni menyerang Giri pada tanggal 27 April 1680 M.