Liputan6.com, Jakarta Kabupaten Tuban Jawa Timur memiliki beberapa jenis lurik Berbeda dengan lurik dari daerah lain.
Lurik Tuban memiliki berbagai corak yang sesuai dengan kegunaannya. Seperti lurik anaman wareg, lurik klontongan, batik lurik, lurik pakan tambahÂan, disebut dengan istilah lurik kembangan dan lurik talenan.
Advertisement
Baca Juga
Lurik Tuban berbeda dengan daerah lain seperti di Yogyakarta. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut penjelasan makna corak pada Lurik Tuban.
Lurik Anaman Wareg
Anaman wareg, bahasa Jawa yang berarti anyaman polos. Lurik anyaman polos, baik bercorak lajuran (garis-garis) maupun berÂcorak cacahan (kotak-kotak), di daerah ini dianggap kurang bergengsi, kecuali bebeÂrapa corak yang mengandung makna sakÂral misalnya corak tuwuh/tuluh watu.
Pada umumnya jenis lurik ini dipakai untuk bakal klambi, (bahan pakaian – bahaÂsa Jawa) yaitu untuk sruwal (celana), baju, selendang, lurik klontongan (bahan untuk batik lurik) dan untuk keperluan lainnya seperti kain kasur, kain bantal dan lain-lainnya.
Kapas yang warna aslinya krem kecok-latan, disebut dengan istilah kapas lowo (kelelawar) karena warnanya yang menyeÂrupai warna kelelawar, dahulu ditenun deÂngan anaman wareg untuk berbagai keperluÂan antara lain untuk kain kasur, bantal dan lain-lain.
Namun kini dengan berbagai moÂdifikasi, baik tata warna maupun corak seÂperti corak sleret blungko, dipakai untuk busana yang cukup mendapat pasaran.
Lurik Klontongan
Klontongan yang bermakna kekosongan jiÂwa dan badan. Lurik klontongan adalah lurik anyaman polos latar putih dengan berbagai corak lajuran (garis-garis) atau cacahan (kotak-kotak) yang kebanyakÂan berwarna hitam, meskipun adakalanya yang berwarna merah. Dipakai sebagai berÂbagai bahan dasar untuk pembuatan batik lurik.
Lurik klontongan diangÂgap masih kosong atau hampa, belum mempunyai makna dan identitas, karena belum mempunyai corak, nama dan makna. Corak lurik klontongan tertentu diperuntukan bagi bahan dasar corak lurik batik tertentu pula.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Batik Lurik
Batik lurik adalah lurik klontongan yang di-batik. Diperoleh dengan menutupi bagian-bagian tertentu yang berwarna putih dari sehelai lurik klontongan dengan malam, meÂnurut berbagai bentuk corak geometris terÂtentu, yang terdiri dari titik-titik halus atau garis-garis lurus.
SesuÂdah dicelup dengan warna merah mengkuÂdu atau biru indigo dan kemudian malamÂnya dilorod (dibuang dengan jalan mereÂbus dan/atau dikerok), maka akan didapat batik lurik dengan berbagai corak seperti coÂrak: krompol, cuken, kijing miring, surna, kesatrian, tutul bang dan galaran kembang.
Lurik pakan tambahan/lurik kembangan Berlainan dengan di daerah Solo/Yogya, di mana lurik pakan tambahan dapat di kataÂkan tidak lazim, di daerah Tuban kain deÂngan tehnik pakan tambahan masih di kerÂjakan, disebut dengan istilah lurik kembangÂan pakan.
Di samping ini diÂbuat pula lurik dengan tehmk floating warp yang dinamakan lurik kembangan lungsi anÂtara lain dengan corak ular guling. Di daerah Tuban lurik pakan tambahan masih dibuat karena masih diperlukan, dipakai untuk upacara setempat.
Kemungkuiu. teknik pakan tambahan adalah pengaruh dari luar, seperti dari Bali, Sulawesi SelaÂtan, Kalimantan Selatan dan daerah SuÂmatra. Daerah-daerah tersebut di atas ini memang terkenal dengan seni budaya tekÂnik pakan tambahan (songket) yang cukup tinggi.
Lurik Talenan
Lurik talenan dari perkataan ditali/ diikat, adalah lurik corak lajuran dan kotak-kotak di mana di antara benang-benang lungsi dan/ atau benang pakannya terdapat beÂnang-benang ikat yang sangat sederhana. Benang-benang ikat ini bercorak garis-garis pendek yang terputus-putus, dengan warÂna putih dan biru indigo.
Kain lurik yang mempunyai benang ikat ini disebut dengan istilah talenan. Antara lain terdapat lurik dengan corak sleret talenan, di mana hanya pada benang lungsinya saja terdapat benang ikat, yang umumnya diÂperuntukkan bagi kaum pria.
Lurik yang berpenampilan garis-garis terputus-putus baik ke arah vertikal (lungsi), maupun ke arah horisontal (pakan) yang disebabkan oleh benang ikat pada pakan maupun lungsinya, disebut dengan istilah lurik talenan/kentol dipakai oleh pria dan wanita. Kaum pria ada yang menaÂmakan lurik talenan dengan sebutan lurik kentol.Â
Lurik Usik
Kain lurik usik adalah lurik yang benang pakannya terdiri dari benang tamparan istilah Tuban untuk benang plintir, yang menjadikan lurik ini sangat kuat dan tebal. Karena itu umumnya kain usik dipaÂkai untuk bekerja di ladang oleh kaum pria.
Antara lain terdapat kain usik dengan nama Semar mendem. Semar adalah seorang dewa yang arif bijaksana, cerdas, berbudi luhur, berjiwa pengasuh dan pelindung serta mendambakan agar manusia berada dalam keadaan suasana sejahtera, damai dan terhindar dari segala macam musibah.
Mendem yang arti harfiah- nya mabuk, namun di sini kiasannya adaÂlah sedemikian hanyutnya, gandrungnya Semar akan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian manusia.
Salah satu peÂnganan di Jawa Tengah ada yang dinamaÂkan Semar mendem yang menurut mereka bercita rasa sangat lezat menghanyutkan. Di daerah Tuban benang tamparan tidak dipergunakan untuk memperkuat pinggirÂan kain, untuk itu mereka memasukkan dua helai benang di satu lobang sisir di baÂgian pinggiran kain.
Di daerah Solo/Yogya untuk memperÂkuat pinggiran kain dipakai benang plinÂtir. Di daerah ini terlihat antara lain pemaÂkaian benang plintir yang disisipkan di antara benang pakan, dengan effek yang menarik seperti pada lurik palen.
Advertisement