Sukses

Legenda Mbah Bonto Blitar Menjelma Jadi Macan Putih

Sebelum tersentuh proyek lahan kering dan konservasi tanah, daerah ini acap kali disebut kawasan kritis tandus

Liputan6.com, Jakarta Mbah Bonto atau Kyai Bonto, hanyalah sebuah wayang kayu peninggalan Kerajaan Mataram di Dusun Pakel, Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, masuk kawasan Blitar Selatan Jawa Timur.

Lazimnya daerah-daerah di Blitar Selatan, tingkat kesuburan tanahnya kurang bisa diandalkan. Dulu, sebelum tersentuh proyek lahan kering dan konservasi tanah, daerah ini acap kali disebut kawasan kritis tandus.

Karena berada di wilayah selatan, masyarakat Kabupaten Blitar sering kali menyebut kawasan Blitar Selatan sebagai brang kidul. Mungkin, karena letaknya di ‘seberang selatan’ itu. 

Meski tingkat kesuburan tanahnya kurang menjanjikan, mayoritas warga brang kidul ini hidup sebagai petani. Sebagian lainnya, yang bermukim di dekat-dekat pantai akan hidup sebagai nelayan.

Mbah Jarni (53) adalah warga Dusun Pakel, sudah 14 tahun menjadi juru kunci Mbah Bonto. Ada juga warga yang menyebutnya Kyai Bonto. 

Sebutan Mbah ataupun Kyai untuk wayang keramat yang diduga peninggalan Kerajaan Mataram itu, semata-mata merupakan refleksi rasa hormat warga terhadap wayang kayu itu sendiri.

Dalam kesehariannya, wayang tersebut berada di rumah Musiman, seo­rang kamituwo dongkol (mantan perangkat desa). Tersimpan dalam sebuah kotak kayu, berikut dua wayang kayu lainnya. 

Secara gaib, konon kedua wayang ini merupakan patih Mbah Bonto. Satu di antaranya, sepintas terlihat sebagai Pragata, salah satu tokoh pewayangan. 

Yang satunya laginya, seperti tokoh Buto. Sedang sosok Mbah Bonto sendiri mirip dengan tokoh Semar, salah seorang punakawan dalam dunia pewayangan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Macan Putih

Sosok Mbah Bonto suka-suka menjelma sebagai macan putih, beberapa kali penduduk melihatnya sendiri. 

“Macan jelmaan Mbah Bonto ukurannya besar sekali, tidak seperti umumnya macan-macan dalam dunia nyata,” menurut penduduk setempat, atas pengalamannya beberapa kali bertemu macan jel­maan Kyai Bonto. 

“Pertama kali melihat­nya, jantung saya seperti mau copot,” lanjutnya, mengenang pengalaman pertamanya bertemu dengan macan putih jel­maan Mbah Bonto.

Menurut Mbah Jarni, sebagai juru kunci Mbah Bonto, ia termasuk generasi ke 3. Dua generasi sebelumnya, adalah kakek dan ayahnya, masing-masing bernama Mbah Suro Kabi dan Mbah Lontarejo. 

“Menurut wasiat dari almarhum kakek saya, jatah keluarga kami menjadi juru kunci Mbah Bonto sampai generasi ke sembilan,” jelasnya.

Mbah jarni mengaku tidak tahu, bagaimana nantinya nasib Mbah Bonto setelah habis generasi ke sembilan. Baik kakek ataupun orangtuanya tak pernah memberitahukannya. Mbah Jarni pun kemudian mengira-ira mungkin nanti akan ada wangsit, bagaimana nanti­nya Mbah Bonto.

Ternyata, bukan penduduk saja yang sempat memergoki macan putih jelmaan Mbah Bonto. Mbah Jarni pun, per­nah mengalaminya. Bahkan, berulang kali. 

“Hampir setiap kali saya butuhkan, Mbah Bonto akan menemui saya dalam wujudnya se­bagai macan putih yang besar sekali,” ungkap Mbah Jarni serius.

Banyak orang datang dalam rangka sebuah upaya spiritual ke Mbah Bonto. Keinginan mereka pun bermacam- macam. Mbah Jarni lah yang mengkomunikasikan permohonan-permohonan para pengalab berkah itu kepada Mbah Bonto dengan satu ritual yang cukup sederhana. 

“Tetapi, penampakkan Mbah Bonto dalam jelmaannya sebagai macan putih, tak terkait dengan peristiwa tertentu,” tegas Mbah Jarni.