Sukses

Rekomendasi Wisata Religi di Gresik, Ada Kuburan Panjang di Tepi Pantai

Berwisata ke Gresik tak lengkap jika tak mengunjungi wisata religi yang kaya akan kisah-kisah masa lampau.

Liputan6.com, Gresik - Kabupaten Gresik, Jawa Timur menyimpan segudang cerita sejarahnya sendiri. Beragam kisah masa lampau itu kini menjadi sejarah yang dapat dijadikan pelajaran.

Tak hanya itu, sisa-sisa sejarah itu kemudian juga menjadi daya tarik dalam pariwisata, salah atunya wisata religi. Di Grsik, Anda dapat menjumpai kisah masa lampau dengan berwisata ke banyak destinasi wisata religi.

Mulai dari mengunjungi makam Sunan Giri, atau mengunjungi makam islam tertua di dunia. Berikut Liputan6.com rangkum destinasi wisata religi di Gresik yang dilansir dari https://gresikkab.go.id/:

 

 

2 dari 7 halaman

Jherat Lanjheng

Jherat Lanjheng atau dengan nama lain Makam Panjang, merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di pulau Bawean. Makam ini terletak di pinggir pantai, yakni Pantai Kubur Panjang.

Konon makam itu adalah kuburn salah satu abdi setia Sang Adji Saka (Duro) yang meninggal dunia di pantai tersebut. Menurut cerita, kematian Duro dikarenakan mempertahankan amanat yang diberikan oleh Sang Aji Saka untuk menjaga pusakanya.

Peristiwa tersebut bermula pada kesalahpahaman antara Duro dan saudara seperguruannya (Sembodho) yang juga diutus Sang Aji Saka untuk mengambil Pusaka tersebut. Rupanya Sang Aji Saka lupa bahwa dia pernah berpesan kepada Duro untuk menyerahkan pusakanya tersebut hanya jika yang mengambil adalah Sang Aji Saka sendiri.

Namun, karena suatu alasan Sang Aji Saka mengutus suadara Duro yang juga abdi setianya yaitu Sembodho untuk mengambil pusaka tersebut. Sama-sama mempertahankan diri untuk menjaga amanat dari Sang Guru pertempuranpun tak terelakkan.

Karena ilmu mereka berasal dari guru yang sama, keduanya memiliki kesaktian yang sama. Akhirnya, keduanya meninggal dunia. Konon, cerita tersebut terangkum dalam Aksara Jawa: Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Mong Go Bo Tha Nga…

Jika Anda hendak berwisata ke lokasi ini, maka bisa mengaksesnya melewati Tanjung Anyar, Desa Lebak, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.

 

 

 

 

3 dari 7 halaman

Makam Putri Cempo

Makam Puteri Cempo adalah salah satu daya tarik wisata religi yang terletak di Gunungsari kelurahan Sidomoro, Kecamatan Kebomas. Sekitar 2 kilometer ke arah timur dari kompleks makam Sunan Giri.

Daya tarik obyek wisata ini adalah arsitektur cungkup makam yang unik khas negeri Campa (Kamboja) dengan ornamen hias serta pewarnaan yang cerah.

Pesona alam perbukitan dengan rerimbunan pohon dan semilir angin perbukitan yang menyegarkan turut menambah indahnya suasana. Bahkan, sekarang ini banyak kafe yang berderet di sepanjang jalan menuju lokasi puncak Cempo.

Di sana Anda bisa menikmati menu minuman khas Gresik yaitu kopi sambil bercengkrama dan ber swa foto ria. Tak heran jika kemudian banyak orang yang menyebut kawasan puteri Cempo dengan sebutan Kawasan Wisata Milenial.

4 dari 7 halaman

Makam Jujuk Campa

Makam Jujuk Campa terletak di Desa Kumalasa, Kecamatan Sangkapura. Sekitar 4 kilometer dari pelabuhan Sangkapura dan 1,5 kilometer dari jalan lingkar Bawean. Makam Jujuk Campa merupakan makam tunggal dengan bangunan yang sudah direnovasi.

Berada di area perkampungan penduduk, membuat Makam Jujuk Campa sangat gampang dijangkau. Menurut cerita yang berkembang, Jujuk Campa adalah seorang kepala rombongan dari negeri Campa (Kamboja) yang melakukan perjalanan ke Jawa.

Ditengah perjalanan, puteri Campa yang turut serta dalam rombongan sakit dan meninggal di Pulau Bawean, tepatnya di desa Kumalasa. Penduduk setempat menyebutnya dengan kuburan 'Mbah Putri'.

Sementara pimpinan rombongan tidak meneruskan perjalanan dan memilih menghabiskan usianya di Pulau Bawean. Penduduk setempat sering menyebutnya dengan kuburan 'Jujuk Campa'. Barang-barang peninggalan Jujuk Campa sampai saat ini masih ada dan disimpan rapi dirumah salah satu warga Desa Kumalasa.

Seperti halnya makam-makam tokoh lain di Bawean, makam Jujuk Campa juga bernuansa religi dan banyak dikunjungi oleh wisatawan.

5 dari 7 halaman

Makam Siti Fatimah

Siti Fatimah binti Maimun lahir pada tahun 1064 M yang merupakan anak dari pasangan Syekh Maimun atau Sultan Mahmud Syah dari Iran dan Aminah dari Aceh yang datang ke Jawa dan akhirnya menetap di Desa Leran.

Di desa inilah kemudian Siti Fatimah binti Maimun tinggal dan menyebarkan ajaran islam hingga beliau wafat dan dimakamkan di sana. Makam Siti Fatimah binti Maimun terletak di dalam sebuah cungkup.

Cungkup tersebut berbahan batu kapur yang diambil dari gunung Suci (desa Suci-Manyar). Berbeda dengan bangunan makam aulia pada umumnya, cungkup tersebut dibangun menyerupai sebuah candi pada masa Hindu-Budha.

Konon, cungkup tersebut dibangun oleh seorang Raja Majapahit yang beragama Hindu yang dulu hendak mempersunting Siti Fatimah binti Maimun atau dikenal juga dengan Dewi Retno Suari.

Kedatangan Siti Fatimah binti Maimun ke Majapahit sendiri adalah diutus oleh ayahandanya Sultan Machmud Syah Alam untuk mengislamkan raja Majapahit tersebut sebagai prasyarat kesediaannya untuk diperistri.

Namun, utusan yang menyampaikan hal tersebut justru diperlakukan dengan tidak layak oleh Raja Majapahit. Sehingga untuk menebus rasa bersalahnya dia membangun cungkup makam Siti Fatimah binti Maimun tersebut. Oleh karena itulah arsitektur bangunan cungkup tersebut dipengaruhi oleh Hindu.

Kawasan makam Siti Fatimah binti Maimun dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan sejak tahun 1973 dan ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya Nasional dan makam beliau ditetapkan sebagai makam islam tertua di Asia Tenggara.

 

 

 

 

 

6 dari 7 halaman

Situs Giri Kedaton

Menurut beberapa versi sumber sejarah tradisional, situs ini merupakan kedaton (istana) atau pusat pemerintahan era Giri I yakni Sunan Giri atau Raden Paku atau Raden Ainul Yaqin yang kemudian diteruskan secara turun temurun oleh para keturunannya.

Giri Kedaton didirikan oleh Sunan Giri pada sekitar tahun 1487 M. Dipilihnya lokasi tersebut sebagai Kedaton Giri berdasarkan petunjuk Syeck Maulana Iskhak (Ayah Sunan Giri) atas dasar kesamaan segenggam tanah yang dibawa dari Samudra Pasai.

Bangunan yang awalnya adalah pesantren tempat Sunan Giri mengajarkan ajaran Agama Islam kepada para santrinya itu kemudian dikenal dengan Giri Kedaton.

Situs ini banyak didatangi peziarah maupun wisatawan umum sebagai tempat bermunajad dan belajar sejarah bangunan kuno. Menurut cerita tempat ini merupakan tempat pengukuhan Raja-raja Islam Demak sampai Pajang.

Ditempat ini pula dibangun Masjid atau pondok pesantren yang pertama di Giri, yang kesemuanya tinggal nampak bekas-bekasnya, termasuk kelengkapan Kedaton lainnya berupa batu pelinggihan, kolam wudhu dan dinding pagar kuno. Dibelakang masjid terdapat pula makam Raden Supeno (putera Sunan Giri yang meninggal ketika masih remaja).

Situs Giri Kedaton ini terletak di puncak sebuah bukit dengan tanjakan tajam yang relatif curam, tepatnya di wilayah Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kebomas, Gresik sekitar 200 M sebelah selatan dari kompleks makam Sunan Giri.

7 dari 7 halaman

Makam Sunan Giri

Sunan Giri merupakan putera dari Syekh Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu (putri Raja Blambangan, Menak Sembuyu) yang lahir pada Tahun 1442 M, di masa kecilnya bernama Raden Paku atau Joko Samudro, kemudian diberi julukan Ainul Yaqin oleh Sunan Ampel atau Raden Rachmat yang tak lain adalah guru sekaligus pamannya sendiri/ adik dari dari ayahnya (Syekh Maulana Ishaq).

Selain sebagai ulama atau wali, beliau juga bertindak sebagai raja bergelar Prabu Satmoto dan memerintah Kerajaan Giri Kedaton pada tahun 1487-1506 M.

Ia memerintah Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi. Ketenaran beliau meliputi wilayah Madura, Lombok, Kalimantan, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Sulawesi dan Maluku.

Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dan dimakamkan diatas bukit dalam cungkup berarsitektur khas Jawa yang sangat unik. Makam Sunan Giri terletak di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas berjarak 4 kilometer dari pusat Kota Gresik.

Secara keseluruhan lingkungan makam ini nampak sakral dan berwibawa. Secara tata kelola keruangan arkeologis, area komplek makam Sunan Giri ini terbagi menjadi 3 langkan (area/bagian menuju bangunan utama dalam budaya Jawa) dengan gapuro sebagai penandanya.