Sukses

Asal Usul Bahasa Osing Banyuwangi Lebih Tua Dari Kerajaan Majapahit

Penelitian oleh Suparman Heru Santoso mengungkapkan bahwa bahasa Osing memisahkan diri dari bahasa Jawa Kuno pada tahun 1114 M

Liputan6.com, Jakarta Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang memiliki ragam kekayaan alam dan tradisi di Jawa Timur. Bumi Blambangan ini memiliki bahasa ibu bernama Osing yang juga menjadi salah satu suku di Indonesia.

Namun, belum banyak yang tahu bagaimana bahasa osing di bumi Blambangan Banyuwangi berkembang dan terus lestari. Informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, bahasa osing merupakan bahasa yang akaranya berasal dari bahasa kawi atau jawa kuno.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Using (LEMAU), Hasan Basri mengatakan, mengungkapkan bahwa asal kata using (osing) itu berarti tidak. Ia juga mengungkapkan kosakata bahasa Osing Banyuwangi sendiri cukup produktif dalam komunikasi masyarakat sekitar.

Bahasa Osing sering muncul dalam berbagai macam ekspresi tuturan seperti ekspresi ketika heran dan marah. Penelitian oleh Suparman Heru Santoso mengungkapkan bahwa bahasa Osing memisahkan diri dari bahasa Jawa Kuno pada tahun 1114 M.

"Pada tahun tersebut Kerajaan Majapahit belum berdiri. Kerajaan Majapahit sendiri berdiri pada sekitar tahun 1293 M. Ini berarti bahasa Osing memiliki usia lebih tua dari salah satu kerajaan terbesar nusantara yang berpusat di Jawa Timur," kata Hasan Basri dalam sebuah wawancara di kanal YouTube BPNB D.I. Yogyakarta.

Dia mengatakan, Bupati Banyuwangi, Notodiningrat, pada tahun 1919 mengungkapkan perbedaan bahasa Osing dengan bahasa Jawa pada umumnya melalui sebuah risalah. Perbedaan tersebut terletak pada segi ucapan dan kosakata.

Berdasarkan hal tersebut, bahasa Osing bukan sebuah dialek dari bahasa Jawa, melainkan bahasa daerah yang memiliki karakter tersendiri. Namun, dewasa ini penutur bahasa Osing semakin berkurang.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

2 dari 2 halaman

Upaya Pelestarian

"Salah satu penyebabnya yaitu karena popularitas penggunaannya kalah dengan bahasa-bahasa lain yang lebih umum digunakan, seperti bahasa Jawa populer dan bahasa Indonesia," ujarnya.

Para penutur muda juga kerap kali lebih senang menggunakan bahasa sehari dengan istilah-istilah dari bahasa asing, seperti bahasa Inggris.Untuk menghindari punahnya bahasa Osing, maka perlu mengadakan pelestarian dan pengenalan kembali bahasa Osing kepada masyarakat.

Kesenian tradisional dapat menjadi media yang baik untuk melestarikan bahasa tersebut. Melalui kesenian pertunjukan, baik itu pagelaran berupa pentas drama atau musik.

"Kami berharap masyarakat tertarik untuk menggunakan bahasa Osing dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan media digital juga menjadi jalan efektif untuk mengenalkan bahasa Osing kepada seluruh dunia," ujarnya.

Penulis: Alfarabi Maulana